JATENGPOS.CO.ID, SEMARANG – Mengubah pola pikir dan perilaku masyarakat yang masih bergantung pada kantong plastik tidak semudah membalikkan telapak tangan. Upaya melalui penerapan kantong plastik berbayar –guna mengurangi produksi sampah plastik– sudah diupayakan, kendati hasilnya belum tampak optimal.
Maka, sampah plastik –sebaiknya– juga perlu dikelola dengan baik agar keberadaannya menjadi lebih bermanfaat dan tidak merugikan lingkungan. Misalnya mendorong inovasi dalam pemanfaatan limbah atau sampah plastik.
Politisi Partai NasDem, Lestari Moerdijat mengungkapkan, salah satu inovasi yang disebutnya cocok diterapkan di daerah seperti Jawa Tengah adalah pemanfaatan limbah plastik menjadi paving block. Sehingga keberadaan sampah tersebut menjadi lebih berguna.
Ia mengungkapkan, kebijakan kantong plastik berbayar haruslah dipandang sebagai langkah awal penanganan yang lebih sistematis, terpadu, dan komprehensif.menuju zero kantong plastik. Sehingga membutuhkan proses, waktu dan yang pasti juga masih menghadapi sejumlah kendala.
Wanita yang akrab disapa Rerie ini juga menegaskan, penerapan kebijakan kantong plastik berbayar oleh Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Asprindo) –terhitubg per 1 Maret lalu memang masih mengundang silang pendapat.
Munculnya pro kontra tersebut, tak lain karena belum terwujudnya kesepahaman di kalangan stakeholder yang terkait langsung di dalamnya. Baik menyangkut faktor konseptual, regulasi maupun operasional di lapangan atau ditengah masyarakat.
Karena itu, sudah saatnya seluruh stakeholder kembali duduk bersama merumuskan dan menyatukan sikap serta pandangan tentang kebijakan kantong plastik berbayar,. “Khususnya dari sisi konseptual, otorisasi, regulasi, dan operasional yang komprehensif,” jelasnya.
Sasaran kantong plastik berbayar memang jelas, antara lain untuk mengurangi pemakaian kantong plastik. Konsumen diharapkan akan beralih kepada kantong yang lebih ramah lingkungan dan dapat digunakan dalam jangka waktu yang lebih lama.
“Sehingga, Kebijakan kantong plastik berbayar ini selaras dengan komitmen Partai NasDem yang sedang giat mengampanyekan slogan ‘sayangi bumi dengan ‘diet’ plastik’ di berbagai pelosok di tanah air,” tegasnya.
Di Kota Semarang, kampanye ini telah dilaksanakan dengan menyasar warga dan para pedagang di Pasar Induk Johar, pada Februari lalu. “Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai NasDem Jawa Tengah menggelar sosialisasi ‘diet’ plastik di Pasar Induk Johar, Semarang.
Kegiatan serupa sebelumnya juga dilakukan bersama Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya di Pantai Sendang Sikucing, Kabupaten Kendal.
“Acara ini bertujuan memberikan informasi tentang dampak ketergantungan konsumsi plastik bagi lingkungan hidup dan mengedukasi warga untuk beralih ke bahan ramah lingkungan,” ungkap Caleg NasDem Dapil Jawa Tengah II (Kabupaten Kudus, Kabupaten Jepara dan Kabupaten Demak) tersebut.
Ia sepakat untuk mendorong dan mengajak warga di dapilnya untuk memanfaatkan sampah plastik menjadi paving block. Sehingga sampah yang dihasilkan bisa daur ulang dimanfaatkan untuk pembangunan lingkungan.
“Selain itu, kita juga ingin terus mendorong kreativitas dan inovasi yang dilakukan sejumlah warga yang dengan cara kreatif mampu mengubah limbah plastik menjadi paving block (konblok),” tuturnya.
Terpisah Manajer Kampanye Perkotaan dan Energi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Dwi Sawung menilai pengelolaan sampah di Indonesia masih memprihatinkan. Perlu keseriusan DPR RI dan Pemerintah agar pengelolaan sampah lebih baik.
Masalah pengelolaan sampah masih belum efektif, Menajemennya pun –disebutnya– juga masih sangat buruk. Undang Undang sebenarnya sudah cukup baik dalam mengatur pengelolaan sampah, tetapi pada peraturan pelaksana dan impelementasi di lapangan masih banyak kendala.
Saat ini hampir seluruh kabupaten/ kota kapasitas pengelolaan sampah hanya lima puluh persen. Artinya, hanya 50 persen sampah yang bisa terangkut dan sanpai ke tempat pembuangan akhir (TPA).
Yang memprihatinkan lagi, sisanya dibuang ke kali, sungai, kebun atau lahan- lahan kosong. Metode pengelolaan sampah pun masih sangat tradisional yaitu mengumpulkan, mengangkut dan membuang.
Termasuk metode yang efektif –misalnya– bagaimana melakukan daur ulang atau memanfaatkan sampah menjadi barang yang lebih bermanfaat dari sekedar sampah yang mencemari lingkungan.
Bahkan yang lebih parah adalah kebanyakan kabupaten/ kota di Indonesia tidak mempunyai data yang jelas mengenai volume sampah dan jenis- jenisnya.
“Karena itu yang perlu dilakukan –salahsatunya pendataan sampah guna mengetahui mana sampah organik, mana sampah yang bisa didaur ulang atau mana saja yang merupakan sampah plastik,” tutur dia. (aln/Bis)