
JATENGPOS.CO.ID, SOLO – Sejumlah pegiat perlindungan anak dari berbagai kota di Indonesia dan pakar hukum pidana sepakat bahwa promosi rokok yang melibatkan anak merupakan bentuk eksploitasi anak.
Hal tersebut muncul dalam Media Briefing ‘2 Dekade Gugatan Promosi Rokok dengan Eksploitasi Anak Dulu dan Sekarang’ yang digelar Yayasan Kepedulian untuk Anak Surakarta (KAKAK) dan Yayasan Lentera Anak (YLA), di Solo, Jawa Tengah, Rabu (25/11).
Prof. Irwanto, pakar perlindungan Anak, menegaskan salah satu hak anak adalah hak kesehatan dan kesejahteraan dasar, dimana anak berhak memperoleh standar kehidupan yang layak agar mereka berkembang baik fisik, mental, spiritual, moral dan sosial dengan baik. Dengan kata lain anak berhak mendapatkan perlindungan dari segala bentuk ancaman yang dapat merugikan kepentingan terbaiknya untuk tumbuh kembang secara sehat, termasuk perlindungan dari ancaman bahaya rokok.
Hal itu merujuk pada UU No. 35 tentang Perlindungan Anak pasal 76I ditegaskan bahwa ‘Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan atau seksual terhadap anak’.
Begitu pula dalam pasal 76J ayat 2 ditegaskan “Setiap orang dilarang dengan sengaja menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam penyalahgunaan serta produksi dan distribusi alcohol dan zat adiktif lainnya.
“Meskipun sebagian pihak menganggap industri rokok memiliki kontribusi besar dalam perekonomian, hal ini sangat jauh tidak sepadan dengan dampak yang ditimbulkan dari bahaya rokok, khususnya dampak kepada generasi muda yang akan menjadi penerus di masa depan. Karena itu untuk melindungi anak-anak dari bahaya rokok, seharusnya rokok tidak diiklankan dan dipromosikan kepada anak.” Kata Prof Irwanto.
Sejatinya para pegiat perlindungan anak tidak tinggal diam menanggapi promosi rokok yang massif menyasar anak. Menurut Emmy L Smith, Ketua Yayasan KAKAK, sejak 20 tahun lalu Yayasan KAKAK sudah mengajukan gugatan terhadap promosi rokok, seperti kasus gugatan legal standing terhadap PT. BAT Indonesia di Pengadilan Negeri Surakarta dengan register peserta nomor: 127/Pdt.G/2000/PN. Ska. Saat itu promosi rokok Pall Mall diketahui melibatkan anak anak gadis remaja.
Kasus eksploitasi industri rokok dalam melakukan promosi tidak hanya sampai disitu. Pada 2019 publik dihebohkan dugaan eksploitasi anak dalam penyelenggaraan Audisi Beasiswa Bulutangkis Djarum.
Berbeda dengan Pall Mall yang terang-terangan menjual ketelanjangan perempuan, Djarum diduga mengeksploitasi anak melalui kegiatan berbalut beasiswa. Dalam Audisi Beasiswa, Djarum melibatkan anak kisaran usia 5 sampai 15 tahun, dimana anak-anak wajib menggunakan kaos yang menampilkan logo dan brand image rokok Djarum, yang menjadikan anak seolah papan iklan berjalan yang mempromosikan merk rokok.
“Dalam 10 tahun pelaksanaan audisi, jumlah peserta audisi naik hingga lebih 13 kali lipat., dimana total sebanyak 23.683 anak terlibat, namun jumlah penerima beasiswa hanya 245 orang saja, yaitu 0,01% dari jumlah peserta yang mengikuti audisi,” kata Reza Indragiri Amriel selaku Konsultan Lentera Anak
Menurut Reza, narasi terkait audisi beasiswa bulutangkis berawal pada kegiatan FGD di Jakarta pada 28 Agustus 2018, dimana sejumlah LSM pegiat anak menyampaikan bahwa adanya unsur eksploitasi dalam audisi beasiswa bulutangkis Djarum. Namun Reza menyesalkan bahwa pada 12 september 2019 justru terjadi kesepakatan antara KPAI dan Djarum di Kantor Kemenpora.
“Dari sini terlihat bahwa Negara masih setengah hati dalam menegaskan adanya eksploitasi dalam audisi bulutangkis. Karena Negara justru berkompromi dengan industry,” kata Reza.
Gugatan terhadap promosi rokok sejak dua puluh tahun lalu hingga saat ini merupakan proses pembelajaran bagi pegiat perlindungan anak bagaimana membangun jejaring dan membangun pendidikan praktis di masyarakat.
Ada sejumlah kesepakatan dan pernyataan sikap yang disampaikan dalam momen tersebut.
Bahwa eksploitasi anak bukan delik aduan, maka mendesak otoritas penegak hukum untuk mengambil langkah hukum saat munculnya eksploitasi anak.
Industri rokok dan afiliasinya harus berhenti mengelabuhi masyarakat dengan pola terselubung dan menyesatkan masyarakat. Dan mendesak pemerintah pusat, pemerintah daerah dan lbaga negara untuk melaksanakan kewajiban dan tanggungjawabnya memberi perlindungan khusus bagi anak anak korban eksploitasi. (Dea)