JATENGPOS.CO.ID, NUSA DUA – Sudah menjadi rahasia umum jika Pulau Bali memang kaya akan pantai dengan segala keunikannya. Salah satunya adalah Water Blow. Pantai yang terletak kawasan Indonesis Tourism Development Corporation (ITDC), tepatnya di belakang Hotel Grand Hyatt Bali. Yang menbuat Water Blow berbeda dengan pantai lainnya adalah deburan ombak yang menjulang tinggi di udara.
Ya, di sini wisatawan tak diperkenankan untuk berenang atau bermain kano sebagaimana bisa dilakukan di sejumlah pantai lainnya di Bali. Atraksi yang menarik di Water Blow adalah deburan ombak yang membentur karang sehingga terhempas cukup tinggi. Hempasan ombak itu menghasilkan semburan air pantai ke udara. Tentu saja hal itu merupakan obyek foto yang sangat menarik.
Jika kita berada di dekatnya, kita akan merasakan bagaimana air dari ombak yang terhempas itu membuat pakaian kita basah. Begitu semburan air datang dan hendak mengenai tubuh kita, jangan lupa berteriak “We Love Bali!”. Sensasinya luar biasa. Water Blow memiliki semburan ombak yang sangat kuat karena berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Kita bisa menuju ke ujung tebing untuk menyaksikan fenomena water blow, di mana terdapat sebuah lokasi seperti dermaga yang dilengkapi gazebo. Meski di tepi tebing, keamanan wisatawan akan tetap terjamin karena lokasi ini sudah dilengkapi jalan berpagar kayu. Jika beruntung, pecahan ombak besar akan langsung menyambut kehadiranmu di tepi tebing.
Selain kondisi ombak yang berbeda, di kawasan water blow kita tidak akan menemukan pasir pantai. Di sepanjang bibir pantai, kamu hanya akan melihat tebing berbatuan karang yang melindungi kawasan ini dari hantaman ombak. Kondisi inilah yang mendorong pengelola untuk menerapkan larangan bermain air ataupun berenang di kawasan water blow. Namun, tak perlu khawatir akan jenuh selama berkunjung ke Pantai Water Blow. Pihak ITDC telah melengkapi kawasan ini dengan gazebo agar wisatawan bisa duduk santai sembari menikmati pemandangan eksotis khas Water Blow Nusa Dua. Selain keamanan di sekitar lokasi semburan ombak, pihak pengelola juga memberi jaminan keamanan kesehatan sesuai standar protokol kesehatan berhasis CHSE yaitu yaitu cleanliness (kebersihan), health (kesehatan), safety (keamanan) dan environment friendly (ramah lingkungan). Untuk mengedukasi hal itu, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) menggelar program Famtrip “We Love Bali” pada 5-9 Desember 2020. Sejumlah destinasi wisata di Bali disasar untuk diekplor oleh peserta.
Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan (Event) Kemenparekraf/Baparekraf, Rizki Handayani menjelaskan, dipilihnya Bali bukan tanpa alasan. Sebagai pintu gerbang utama Indonesia yang telah memberikan kontribusi tertinggi terhadap pariwisata nasional, Pulau Bali mendapatkan pukulan telak akibat pandemi COVID-19. Bukan tanpa dasar, sebab pariwisata merupakan sektor yang paling pertama terdampak imbas pandemi COVID-19. Terbatasnya mobilitas masyarakat, ditutupnya penerbangan internasional serta ditutupnya tempat-tempat rekreasi dan hiburan memberikan dampak ekonomi sangat besar terhadap sektor pariwisata.
“Dalam upaya memperbaiki kondisi ekonomi yang terpuruk selama pandemi COVID-19 dan dalam rangka membangkitkan pariwisata Bali, Pemerintah Daerah Bali melalui Tim Percepatan Pemulihan Pariwisata Bali yang didukung dan dibiayai penuh oleh Kemenparekraf/Baparekraf menyelenggarakan program ‘We Love Bali’, di mana masyarakat lokal diundang dan dibiayai untuk berlibur dan menikmati daya tarik wisata Bali sekaligus diperkenalkan dan mendapatkan edukasi terkait penerapan protokol kesehatan berbasis CHSE,” kata Rizki, Senin (7/12/2020).
Ia menerangkan, implementasi penerapan CHSE melalui program ‘We Love Bali’ ini merupakan salah satu bentuk dukungan kepada para pelaku usaha pariwisata dan ekonomi kreatif termasuk hotel, usaha perjalanan wisata, usaha transport, pemandu wisata, restoran, daerah tujuan wisata, UMKM dan lain sebagainya.
Program ini melibatkan 13 Professional Conference Organizers (PCO) dan 26 Biro Perjalanan Wisata yang bernaung di bawah ASITA Bali (Association of Indonesian Travel Agents/ Asosiasi Perjalanan Wisata Indonesia), 30 guide yang bernaung di bawah HPI (Himpunan Pramuwisata Indonesia), sejumlah hotel dan restoran yang bernaung di bawah PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia), sejumlah perusahaan transportasi yang bernaung di bawah PAWIBA (Persatuan Angkutan Pariwisata Bali) dan daya tarik wisata yang bernaung di bawah PUTRI (Asosiasi Pengelola Obyek Wisata).
“Program ini juga melibatkan sekitar 4.750 peserta untuk melakukan trip keliling Bali selama 3 hari 2 malam dan menginap secara bergiliran di kawasan-kawasan pariwisata yang ada di Bali. Seluruh biaya perjalanan seperti akomodasi, transportasi, atraksi wisata, makan dan minum selama mengikuti program ditanggung oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif,” kata Rizki.
Para peserta, Rizki melanjutkan, direkrut oleh Tim Percepatan Pemulihan Pariwisata Provinsi Bali dengan menyebarkan undangan ke berbagai instansi baik pemerintah, swasta, perguruan tinggi dan sekolah tinggi. Adapun syarat menjadi peserta program ini adalah berusia antara 18-50 tahun dan hanya dapat mengikuti satu kali kegiatan, aktif sebagai pengguna media sosial minimal salah satu dari platform Facebook, Instagram, Twitter, Youtube, ataupun Tiktok, memiliki kegemaran aktivitas di luar ruangan seperti berenang, snorkeling, trekking, hiking, bersepeda dan lain sebagainya, memahami dan mampu menerapkan protokol kesehatan.(*)