JATENGPOS.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah dinilai harus memiliki langkah politik terobosan dalam upaya menyiapkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 25 tahun 2020-2045 Indonesia Emas di tengah ancaman resesi global dengan melakukan format ulang kebijakan ekonomi jangka panjang.
“Pemerintah harus melihat urgensinya, harus ada langkah politik terobosan. Ini kesempatan pemerintah memformat ulang kebijakan ekonomi jangka panjangnya. Saat ini semua negara sedang mengalami krisis ekonomi. IMF menamai krisis saat ini sebagai ‘Great Lockdown‘, belum pernah dilihat di dunia sebelumnya,” kata ekonom senior dan pendiri CORE Indonesia Hendri Saparini dalam keterangan di Jakarta, Jumat.
Menurut Hendri, resesi dan krisis ekonomi kini menjadi perhatian seluruh negara. Beberapa negara bahkan sudah mengalami resesi akibat terdampak pandemi COVID-19.
Paling tidak ada sejumlah negara yang sudah jatuh ke dalam resesi antara lain Amerika Serikat (AS), Jerman, dan Korea Selatan, termasuk Hong Kong. Adapun pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat pada kuartal I 2020 masih berada di posisi 2,97 persen, tetapi di kuartal II 2020 minus 5,32 persen.
Oleh karena itu, Hendri menilai kini saatnya pemerintah menyiapkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang 25 tahun 2020-2045. Saat ini, ada RPJP 2005-2025, di mana di dalamnya termasuk rencana pembangunan dalam memanfaatkan era bonus demografi (2020-2030).
RPJP itu, tegasnya, harus disepakati oleh semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, MPR, DPD, DPR menjadi UU prioritas sehingga menyegerakan dalam penyusunan dan pembahasan.
“RPJP Indonesia Emas 2045 ini dirancang untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi (keluar dari level mediocre), yang berkualitas (inklusif sehingga memberikan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan bagi semua masyarakat) dan yang berkelanjutan,” imbuhnya.
Hendri menilai, untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi tinggi, berkualitas dan berkelanjutan, RPJP Indonesia Emas menggunakan pendekatan baru yakni people and natural resources based development strategy. Memanfaatkan semua sumber daya baik SDA (alam dan budaya) serta SDM dengan kebijakan yang cerdas dan strategis.
“Pendekatan dan strategi negara-negara maju seperti Jepang, Jerman, Korea Selatan dan negara lainnya yang melakukan lompatan ekonomi di saat era bonus demografi tidak bisa di-copy, karena kondisi masyarakat, infrastruktur pendukung dan lingkungan alam kita (Indonesia) berbeda,” jelasnya.
Saat ini, lanjut Hendri, Indonesia harus melihat potensi di dalam negerinya. Jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pendidikan relatif rendah, kekayaan alam yang masih melimpah serta kemajuan dan penetrasi internet yang relatif tinggi, adalah faktor-faktor yang menjadi unggulan Indonesia.
“Namun dibutuhkan strategi dengan pendekatan baru agar ekonomi tumbuh tinggi di berbagai wilayah yang diikuti peningkatan pendapatan masyarakat secara luas,” kata Hendri. (fid/ant)