JATENGPOS.CO.ID, SOLO – Pemerintah Kota Surakarta mewadahi aspirasi buruh terkait penolakan pada Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang belum lama ini disahkan oleh DPR.
“(Oleh buruh) saya diminta menyampaikan aspirasi tentang penolakan UU Cipta Kerja, khususnya klaster tenaga kerja, yang kedua adalah tentang UMK (upah minimum kabupaten/kota), teman-teman (buruh) minta untuk mengkaji ulang nilai dasar kebutuhan pekerja,” kata Wali Kota Surakarta, FX Hadi Rudyatmo, di sela menerima perwakilan buruh di rumah dinas Loji Gandrung Solo, Senin.
Selain itu, dia bilang, ada sikap keberatan dari buruh terkait pengawas ketenagakerjaan yang berasal dari kalangan pegawai negeri sipil (PNS). Mengenai hal itu, mereka akan menyampaikan aspirasi itu kepada Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.
“Mungkin revisi UU sekalian saja kalau mau disampaikan, bahwa pengawas ketenagakerjaan agar diserahkan kepada para pekerja yang punya kompetensi sebagai pengawas, kalau perlu ada seleksi juga lebih baik, tidak perlu ada PNS. Ini saya sangat setuju untuk pengawas ketenagakerjaan karena punya ‘basic’ buruh jadi pengawas itu lebih bagus, tapi kalau PNS mengawasi kan beda tugasnya,” kata Rudyatmo.
Aspirasi lain yang tidak kalah penting dan juga disampaikan oleh buruh adalah bahwa dalam pembahasan UU Cipta Kerja itu tidak melibatkan buruh. Ia mengatakan buruh merasa bahwa akses tidak terbuka sehingga sulit untuk ikut terlibat dalam pembahasan.
“Ini akan kami sampaikan ke pemerintah pusat, saya pribadi dan atas nama Pemerintah Kota Surakarta mengusulkan (mengenai UMK) untuk menghitung nilai-nilai kebutuhan pekerja agar indikatornya diubah. Karyawan atau pekerja yang punya gaji Rp5 juta ke bawah agar jaminan kesehatan maupun ketenagakerjaan jadi beban pengusaha,” katanya.
Meski demikian, ia juga meminta komitmen dari buruh agar menjadikan Solo tetap kondusif dengan tidak mengadakan aksi unjuk rasa di jalanan.
“Saya terbuka lebar kalau teman-teman mau audiensi dengan saya, harapannya agar buruh tidak turun ke jalan,” katanya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Solo, Wahyu Rahadi, mengatakan, sudah mencoba memanfaatkan berbagai saluran komunikasi yang ada untuk bisa menyampaikan aspirasi penolakan para buruh terkait UU Cipta Kerja kepada pemerintah.
“Mengenai turun ke jalan jadi alternatif terakhir. Kami sepakat sudah berkomunikasi dengan pihak keamanan dan Disnaker harus menjaga kondusivitas,” katanya.
Ia mengatakan tidak turunnya buruh ke jalanan sebagai bentuk aksi penolakan UU Cipta Kerja karena kondisi yang tidak memungkinkan akibat Covid-19.
“Kalau saat ini kan kondisi teman-teman tidak memungkinkan, ada Covid-19 sehingga rentan bagi buruh. Kalau kena satu atau dua orang saja bisa ditutup tempat kerjanya. Itu yang mendasari kawan-kawan tidak secara langsung turun, yang jelas suara penolakan sudah kami sampaikan,” katanya. (fid/ant)