JATENGPOS.CO.ID, DEMAK – Banyaknya kasus anak yang harus berberhadapan dengan hukum atau disebut ABH sering kali terjadi ditengah kehidupan masyarakat, khususnya di Kabupaten Demak. Bahkan akhir-akhir ini jumlahnya terus meningkat, jika tidak segera ditangani tentunya akan membuat banyak generasi muda kehilangan masa depannya. Tentunya sangat ironis, anak yang seharusnya mendapatkan perlindungan atas hak-haknya di masa tumbuh kembangnya tiba-tiba dihadapkan dengan masalah hukum.
Seperti halnya yang dilakukan Pejabat Fungsional Pekerja sosial melaksanakan Pendampingan dan Assessment di Kabupaten Demak pada anak ABH berinisial FN asal Klaten yang dititipan Polres Demak. Untuk itu FN berhak mendapatkan Rehabilitasi Sosial awal di Rumah Pelayanan Sosial Kabupaten Demak dengan Pelayanan Kesejahteraan sosial antara lain perawatan dan pengasuhan, bimbingan fisik, permakanan, dan kesehatan.
Hal ini tentunya sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Pasal 2 yang disebutkan bahwa, “Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi non diskriminasi, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan, dan penghargaan terhadap anak”.
Berkaitan dengan pasal tersebut, perlindungan anak merupakan salah satu hak asasi manusia yang harus dijamin. Jaminan terhadap perlindungan anak telah tercantum di Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014. Selain itu, perlindungan harus berasaskan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Hak Anak. Hal ini dikarenakan nantinya anak akan menjadi generasi penerus yang mewarisi suatu bangsa. Maka dari itu, diharapkan dapat mewujudkan generasi penerus yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.
Dari data KPAI, ABH dari tahun 2011 hingga 2016 mencapai 7698 kasus, dengan rincian tahun 2011 ada 695 kasus, tahun 2012 ada 1413 kasus, tahun 2013 ada 1428 kasus, tahun 2014 ada 2208 kasus, tahun 2015 ada 1221 kasus dan tahun 2016 ada 733 kasus. Berdasarkan data tersebut, pada tahun 2011 sampai 2014 terjadi kenaikan sebesar 1513 kasus. Pada tahun 2014 sampai 2016 terjadi penurunan sebesar 1475 kasus. Selisih antara kenaikan dan penurunan sebanyak 38 kasus. Data kasus klaster perlindungan anak terutama ABH tertinggi terjadi pada tahun 2014 mencapai 2208 kasus dan terendah tahun 2011 mencapai 695 kasus. Berbagai kasus ABH harus ditangani dengan benar. Penanganan harus dilakukan sesuai prosedur. Hal tersebut agar kondisi anak dapat pulih.
Sedangkan untuk anak yang bermasalah dengan hukum (ABH) tetap memiliki hak untuk dilindungi mulai dari tahap pemeriksaan sampai persidangan di pengadilan. Pendampingan dapat dilakukan melalui rehabilitasi sosial. Hal ini agar anak nantinya mampu berinteraksi kembali dalam kehidupan masyarakat secara normal. Untuk itu pendampingan dapat dilakukan oleh pengacara, psikolog, maupun pekerja sosial. Pendampingan dilakukan demi kepentingan terbaik bagi anak dan dilakukan secara baik tanpa adanya intimidasi dan diskriminasi serta profesional sesuai peraturan yang ada. (*)