JATENGPOS.CO.ID. SOLO- Berawal dari mencuri ponsel di sebuah warung di daerah Jamsaren, Serengan, Aditya Dimas (31), warga Danukusuman, Serengan malah tersangkut tindak pidana lainnya. Pasalnya, residivis kasus pencurian kendaraan bermotor (curanmor) tersebut juga kedapatan mengedarkan uang palsu (upal) pecahan Rp100 ribu.
Kapolsek Serengan, Kompol Giyono mengatakan, saat pihaknya menggeledah rumah tersangka setelah penangkapan kasus pencurian ponsel yang dilakukannya petugas juga mendapati uang pecahan Rp100 ribu yang tergeletak begitu saja.
“Dari hasil penyelidikan ternyata dijetahui jika uang tersebut palsu dan dari pemeriksaan terhadap tersangka ia mengakui dengan sengaja mengedarkan upal yang dibelinya dari kenalannya di Semarang. Uang tersebut sangat mirip dengan uang asli hanya ukurannya lebih kecil,” papar kapolsek.
Adapun modus yang digunakan, tersangka menyasar toko-toko kelontong di kampung-kampung yang tidak memiliki alat pendeteksi upal. Biasanya uang tersebut dibelanjakannya barang senilai Rp10 ribu.
“Kadang rokok, makanan, minuman dan barang lainnya. Setelah mendapatkan uang kembalian Rp90 ribu tersangka langsung melarikan diri dan kadang tidak mengambil uang kembalian jika merasa pemilik toko curiga,” terang Kapolsek.
Selain mengamankan Aditya, pihaknya juga mengamankan uang tunai sebanyak Rp 690 ribu dan upal nomimal Rp100 ribu sebanyak tujuh lembar.
“Setelah tersangka mengaku kami langsung menggelandangnya ke sejumlah toko yang sempat menjadi tempat ia mengedarkan upal. Ada beberapa toko kelontong di wilayah Ceper, penjual bunga dan genteng di Klaten, serta beberapa toko kelontong di Serengan.
“Tersangka kami jerat dengan Pasal 36 ayat (3) UU RI Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara serta denda Rp50 miliar,” tandas Giyono.
Sementara itu, tersangka Aditya mengaku upal tersebut didapatnya dari warga Bandungan, Semarang saat ia masih bekerja sebagai juru parkir.
“Saya dua kali membeli upal sebanyak 200 lembar pecahan Rp100 ribu. Tiap 100 lembar saya bayar Rp750 ribu. Pertama saya ambil barangnya di Ngawi (Jawa Timur) dan yang kedua ambil di Bawen (Semarang),” ujarnya.
Upal tersebut lanjutnya, diedarkan di warung kelontong dan warung makan di kampung di wilayah Serengan, Solo, Klaten dan Sukoharjo.
“Kalau di Klaten paling banyak di Ceper, Juwiring dan Pedan. Kalau di Solo ya di Serengan. Saya nekat pakai upal karena terlilit hutang Rp12 juta,” tuturnya. (jay/muz)