JAKARTA. JATENGPOS.CO.ID- Polisi telah memeriksa Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri sebanyak 2 kali. Dia diperiksa sebagai saksi atas kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi dalam penanganan korupsi terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Perkara tersebut saat ini ditangani Subdit V Tipidkor Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya (PMJ) setelah menerima aduan masyarakat (dumas) pada 12 Agustus 2023. Hingga saat ini polisi belum menaikkan status penyidikan Firli ke penetapan tersangka.
Mengikuti perjalanan kasus ini banyak pihak yang meyakini jika Firli bakal ditetapkan tersangka. Dua alat bukti untuk menjerat mantan petinggi Polri ini oleh pakar hukum diduga telah dikumpulkan hingga Firli mendekati ditetapkan tersangka alias kiwir-kiwir.
Dari pemeriksaan Firli yang kedua pada Kamis (16/11/2023) lalu, penyidik saat ini tengah menelaah keterangan yang telah dibeberkan oleh Firli Bahuri. Selanjutkan akan ditelaah penyidik melalui analisa dan evaluasi (Anev).
“Penyidik gabungan akan melakukan konsolidasi, melakukan Anev dari perjalanan sidik yang telah kita lakukan mulai tanggal 9 November hingga Kamis 16 November 2023, untuk menentukan langkah tindak lanjut penyidikan,” ujar Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Simanjuntak, kemarin.
Ade menerangkan, pada tahap penyidikan adalah mengumpulkan untuk membuat terang tindak pidana yang terjadi, dan menemukan tersangkanya. Pengumpulan bukti pihaknya telah memeriksa sebanyak 91 saksi dan 8 saksi ahli dan uji labolatoris terhadap barang bukti elektronik, termasuk alat bukti elektronik di dalamnya.
Polisi juga telah menyita dokumen Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Firli terkait kasus tersebut. Selain itu ada beberapa dokumen lain, tidak hanya LHKPN Firli yang disita.
“Jadi beberapa dokumen maupun surat dari penetapan izin khusus penyitaan dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kemudian kita koordinasikan dengan pihak KPK dan telah diserahkan dan kemudian dilakukan penyitaan oleh tim penyidik,” tandas Ade Syafri.
Ahli Hukum Universitas Trisakti Jakarta Abdul Fickar menganggapi putusan Tim Penyidik Gabungan Polda Metro Jaya dan Mabes Polri yang akan melakukan Anev sudah dapat ditarik kesimpulan apakah ada pemerasan atau tidak diduga dilakukan Firli terhadap SYL.
“Sudah bisa disimpulkan selain ada tindak pidana pemerasan dan sudah jelas siapa pelakunya, sebagaimana dijelaskan oleh saksi pelapor (SYL, red),” kata Fickar, dilansir dari tempo, Sabtu (18/11/2023).
Fickar mengatakan seseorang bisa ditetapkan sebagai tersangka dengan dua alat bukti. Dua alat bukti itu bisa melalui keterangan saksi ditambah dengan surat-surat atau keterangan saksi ditambah keterangan tersangka.
“Polda Metro Jaya sudah meneriksa saksi dan ahli yang cukup, sehingga sudah cukup untuk menetapkan FB sebagai tersangka,” katanya. “Tidak ada batas waktu, yang penting ada dua alat bukti,” lanjutnya.
Fickar juga mengatakan hal di atas bisa dilihat dari pemanggilan Firli Bahuri dan SYL ke Polda Metro Jaya ditambah dengan dipanggilnya Firli Bahuri dan SYL oleh Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
“Soal adanya dua panggilan Dewas KPK dan Polda Metro Jaya, maka lebih mengikat secara hukum panggilan dari Polda, karena ini menyangkut kejahatan atau tindak pidana. Sedangkan Dewas hanya soal etika dan prilaku yang berkaitan dengan pekerjaan. Jadi, lebih mengikat dan memaksa panggilan dari Polda Metro Jaya,” katanya.
Ditegaskan Fickar, pada dasarnya Polda Metro Jaya sudah dapat menetapkan status Firli Bahuri mendekati Tersangka.
“Ya pada dasarnya di Polda Metro Jaya sudah menetapkan status FB sudah mendekati tersangka. Karena itu, panggilan sudah bisa dengan paksaan badan. Datang tidak datang bisa langsung ditetapkan sebagai tersangka,” tegasnya. (dtc/tmp/muz)