Perlu Peran Pemerintah Atasi Persoalan Naiknya Harga Kebutuhan Pokok

Wakil Ketua DPRD Jateng, Heri Pudyatmoko.

Heri Pudyatmoko

JATENGPOS.CO.ID,  SEMARANG – Pemerintah diharapkan bisa membantu mengatasi persoalan kenaikan harga kebutuhan pokok. Apalagi akhir-akhir ini, beberapa komoditas penting bagi masyarakat harganya melonjak tak terkendali. Seperti cabai, bawang, telur ayam ras, kedelai, minyak goreng, dan tepung terigu.

Wakil Ketua DPRD Jateng, Heri Pudyatmoko menegaskan, perlu ada upaya untuk menstabilkan harga, setelah terjadi lonjakan harga kedua usai Ramadan lalu. Sejak Ramadan, katanya, masyarakat terus diresahkan dengan banyaknya komuditas pokok yang harganya tak stabil.

“Harus ada upaya untuk menekan harga agar tetap stabil. Apalagi sejak awal tahun sudah dua kali terjadi kenaikan harga beberapa komoditi penting. Ramadan lalu minyak goreng dan kedelai. Sekarang malah cabai dan bawang. Kalau perlu lakukan operasi pasar,” katanya.

Dikatakan, operasi pasar masih dinilai efektif untuk menekan harga di pasar. Namun menurutnya, yang jauh lebih penting adalah perbaikan rantai pasok, sehingga barang yang masyarakat butuhkan tetap tersedia di pasar.

“Dari sisi masyarakat, harus ada upaya substitusi bahan pokok yang mungkin bisa diperoleh di dalam negeri. Masyarakat juga harus lebih cermat dalam mengatur kebutuhan,” tegas politisi Partai Gerindra tersebut.

Dalam beberapa pekan terakhir ini, harga cabai dan bawang terus naik. Bahkan di sejumlah pasar tradisional, harga cabai rawit setan menembus harga Rp 85 ribu hingga Rp 90 ribu/kg. Sementara, harga bawang telah naik beberapa waktu sebelumnya berkisar Rp 50-60 ribu/kg (bawang merah) dan Rp 32 ribu sampai Rp 35 ribu (bawang putih). Padahal sebelumnya harga normal bawang merah hanya sekitar Rp 18.000 hingga Rp 20.000/kg.

Sementara Wakil Ketua DPRD Jateng, Quatly Abdulkadir Alkatiri meminta pemerintah bisa melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke pasar. Tujuanya untuk mengetahui penyebab kenaikan sejumlah pasokan pangan yang terus melonjak naik, terutama untuk menghindari unsur-unsur penimbunan yang dilakukan oleh pihak tertentu.

“Pemerintah dapat meminta bantuan kepolisian untuk melakukan sidak ke pasar. Tujuannya untuk memastikan harga benar-benar stabil. Sekaligus menghindari penimbunan,” ujarnya, belum lama ini.

Pada sebuah kesempatan, dirinya ke Pasar Banjarsari Solo untuk mengetahui harga sejumlah komoditas yang mulai dikeluhkan masyarakat. Dari pedagang diperoleh informasi semula harga cabai rawit setan Rp 50 ribu/kg, dan sekarang mencapai Rp 80 ribu bahkan sampai Rp 90 ribu/kg. Bahkan di Klaten, seperti di Desa Tegalrejo, Kecamatan Ceper cabai rawit mutu bagus di kisaran Rp 100 ribu/kg.

Faktor cuaca turut mempengaruhi produksi cabai di beberapa daerah. Meningkatnya intensitas hujan menjadi alasan beberapa petani sulit menghasilkan cabai kualitas terbaik, bahkan banyak di antaranya gagal panen. Hal ini berdampak harga tinggi sudah terjadi di tingkat petani. Selanjutnya, masyarakat masih mengkonsumsi cabai basah dan menghindari konsumsi cabai kering/bubuk.

“Faktor cuaca dan gagal panen adalah masalah klasik, seharusnya pemerintah telah memiliki solusi misalnya dengan urban farming,” ucap Quatly.

Quatly menilai faktor cuaca hingga gagal panen adalah masalah klasik yang akan terus terjadi pada daerah manapun. Pemerintah dapat menggandeng petani untuk menyelesaikan masalah tersebut misalnya saja dengan urban farming.

Diakuinya, kebiasaan masyarakat mengonsumsi dan mengolah cabai basah telah menjadi tradisi yang sulit untuk dihilangkan. Selain itu, pelaku ekonomi menengah ke bawah menggunakan cabai sebagai komoditas ekonomi yang masih digemari oleh pembeli. “Jadi mengubah pola konsumsi di masyarakat bukanlah pilihan yang tepat,” katanya.(sgt)