Permintaan Gas Melon Meningkat

Permintaan gas elpiji 3 kilogram di Kudus dan Pati serta wilayah lain melonjak tajam menjelang akhir tahun. FOTO: BURHANUDDIN FIRDAUS/JATENGPOS.CO.ID

JATENGPOS.CO.ID, PATI –  Kelangkaan gas elpiji melon tidak akan pernah terjadi jika distribusinya tepat sasaran di masyarakat. Sebab selama ini masih banyak  masyarakat dari golongan mampu, yang tetap memanfaatkan gas bersubsidi tersebut. Padahal dengan tegas, pihak pemerintah dan Pertamina telah mengeluarkan larangan secara tertulis.

Angggota Komisi B DPRD Pati Noto Subiyanto mengatakan, Pemkab dalam hal ini Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagperin) setempat, harus mempu mengelola dan mendistribusikan gas melon agar tepat sasaran.

“Kalau tidak diawasi dengan ketat, maka indikasi tidak tepat sasaran dalam penyaluran gas elpiji tiga kilogram akan semakin banyak,” ujar Noto yang juga politisi PDIP itu.

Noto juga mengaku prihatin masih banyaknya kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang memanfaatkan gas melon. Padahal sebelumnya, para PNS tersebut sudah diarahkan menggunakan brigthgas.

“Dari dulu gas melon itu untuk masyarakat miskin. Kalau yang berstatus ASN ikut-ikutan menggunakan gas melon, maka sama halnya mengambil hak masyarakat miskin,” tegasnya.

Karena itu, Noto mendesak Disdagperin setempat melakukan pengawasan ketat agar gas melon tersalurkan dengan baik. “Jika ada ASN maupun orang yang tidak dalam kategori miskin tetapi menggunakan gas melon, maka harus segera ditindak,” terangnya.

Di tempat terpisah, permintaan gas elpiji melon meningkat 10 persen dibandingkan hari biasa di Kabupaten Kudus dalam sebulan ini. Hal itu diungkapkan Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) Kabupate Kudus.

Riyanto salah satu pengurus Hiswana Migas Kudus mengakui bahwa permintaan gas elpiji melonjak namun masih sesuai Harga Eceran Tertinggi (HET), yaitu Rp 15,5 ribu. “Jika ada kenaikan harga di tingkat pangkalan, masih dalam batas wajar dan tidak terlalu mengkhawatirkan,” ujar Riyanto.

Menjelang Natal, Tahun Baru dan Hari Raya Idul Fitri, kata Riyanto, biasanya terjadi kenaikan harga ditingkat pengecer. Namun demikian, harga jualnya belum terlalu meresahkan warga.

“Kalau di tangan pengecer, paling mahal sekitar Rp 20 ribu sampai Rp 22 ribu. Itupun sudah melewati beberapa tangan (penjual, red), jadi mereka menyesuaikan dan tidak sampai Rp 28 ribu.” paparnya.

Untuk mengantisipasi keterlambatan stok gas melon ke pangkalan, pihak Hiswana Migas Kudus harus mengurangi hari libur para karyawannya. Selain itu, secara berkala, mengecek stok gas melon disetiap gudang atau pangkalan gas elpiji.

Tidak hanya itu, pihak Hiswana juga mengecek harga jual gas dari pangkalan ke pengecer. Jika dijual dengan harga di atas HET, maka pangkalan tersebut akan diberikan sanksi. “Namun jika yang menjual diatas HET itu pengecer, pangkalan hanya diberi pembinaan saja,” pungkasnya.(mel/han/rif/UDI)