JATENGPOS.CO.ID, SEMARANG – Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu menyoroti pernikahan anak yang terjadi di Semarang. Salah satu daerah yang menjadi sorotan adalah Tanjung emas karena belum lama ini ada 90 kasus pernikahan siri. Pernikahan siri di sana terjadi karena usia pengantin belum cukup umur.
Tidak hanya di Tanjungmas, Mbak Ita juga menjumpai ada perempuan usia 15 tahun sudah hamil saat peluncuran Rumah Pelita beberapa waktu lalu.
“Dalam undang-undang perkawinan boleh minimal usia 19 tahun. Kalau hamil duluan, mau tidak mau harus dinikahkan. Mereka kasihan nikah siri tidak punya akta nikah. Kita harus mencegah sejak dini,” papar Mbak Ita sapaan akrabnya, Rabu (10/5).
Ita menekankan, pemkot berupaya mencegah terjadinya pernikahan anak. Pasalnya, pernikahan anak memiliki banyak dampak negatif. Organ fisik perempuan yang melahirkan di bawah usia 19 tahun belum siap. Sehingga, bisa menyebabkan anak yang dilahirkan stunting. Selain itu, risiko terjadi kanker servik juga cukup besar.
Menurutnya, perlu pencerahan kepada anak remaja agar mengetahui hal-hal tersebut. Sehingga, bisa mencegah terjadinya pernikahan anak.
“Saat usia remaja diperlukan intervensi lebih intensif. Ini mesti kita lakukan. Kami coba buat program, kita harus ke sekolah-sekolah. Anak-anak diberi cerita bahwa di bawah usia yang sudah ditetapkan lebih banyak terkena kanker servik,” jelas Ita.
Sementara itu, Kepala DP3A Kota Semarang, Ulfi Imran Basuki mengatakan, ada program dari pimerintah pusat yaitu kelurahan ramah perempuan dan peduli anak (KRPPA). Tanjungmas menjadi pilot project program ini untuk menuntaskan segala persoalan mengenai perempuan dan anak.
“Di Tanjungmas ditemukan 90 perkawinan anak. Seperti yang disampaikan Bu wali, di bawah usia 19 tahun itu belum diperbolehkan menikah,” terang Ulfi.
Namun, pihaknya berupaya membantu mwreka dalam rangka perlindungan anak. Pemkot bekerjasama dengan Kantor Kementerian Agama (Kemenag) untuk memberikan dispensasi menikah.
“Kalau sudah hamil, anak yg dikandung tidam salah. Secara administrasi harus diikuti. Jangan sampai rantai kemiskinan tidak tercover. Ada namanya pernikahan dispensasi kerjasama dengan Kemenag,” jelasnya.
DP3A bersama lembaga swadaya masyarakat yang menangani persoalan anak sudah menikahkan empat pasang untuk membantu penyelesaian kasu anak-anak. Sehingga, jika mereka melakukan pernikahan resmi bisa menerima administrasi kependudukan yang komplit.
“Ada program dari Kemenag untuk menyelesaikan itu. Tidak hanya di Tanjungemas, tapi kelurahan lain. Memang ada biaua karena prosedurnya ada konsultasi dnegan psikolog. Kemenag bekerjasama dengan UIN. Sedangkan, pemerintah akan bantu melalui program kelurahan ramah peduli perempuan dan anak,” paparnya. (akh)