JATENGPOS.CO.ID, SEMARANG – Mengusung tema event “Pesona Anak Nusantara“ menjadi fokus kegiatan positif 30 tahun Klub Merby Semarang, sebagai wadah dan ruang ekpresi bakat anak-anak dalam melestarikan seni dan budaya Nusantara, diadakan di Taman Indonesia Kaya Menteri Supeno Semarang, Sabtu (7/8) pekan lalu.
Event yang menampilkan bakat kreasi anak-anak dalam balutan ragam sesi pentas seni dan budaya Nusantara tersebut diantaranya, Parade anak nusantara dengan beragam baju adat, Parade Lukisan, Pameran Karya Anak Nusantara, temu alumni, Pagelaran Seni, Tari Nusantara dan kreasi tari modern dan lainya, mendapat apresiasi Pemerintan Kota Semarang.
Grace W Susanto Pegiat Pariwisata Seni dan Budaya sekaligus pemilik Klub Merby Semarang, mengatakan, dalam puncak acara 30 tahun Klub Merby, sengaja di konsep
menampilkan cerita dan mempresentasikan anak Indonesia yang ceria, mencintai alam, berjiwa nasionalisme dan menghargai perbedaan.
“Kecintaan akan seni dan budaya serta menghargai perbedaan dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika perlu ditanamkan sejak dini dalam usia anak-anak. Pentas seni dan budaya 30 tahun Klub Merbi Semarang, tak sekedar event biasa, kami memberikan edukasi tersebut guna mencetak generasi muda yang mempunyai jiwa persatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),“ ujarnya, usai kegiatan.
Hadir dalam acara tersebut, Hevearita G Rahayu Wakil Walikota Semarang bersama Dinas Pariwisata Kota Semarang. Mbak Ita, sapaan orang nomor dua Kota Semarang, memberi apresiasi dan mendukung keberadaan Klub Merby yang menjadi wadah edukasi anak-anak.
“Tentunya apa yang dilakukan Klub Merby patut menjadi contoh positif guna mencetak generasi muda berwawasan kebangsaan dalam perbedaan seni dan budaya khususnya di Kota Semarang. Kami selaku Pemerintah Kota Semarang mendukung dan memberi apresiasi atas apa yang dilakukan Klub Merby selama tiga dekade ini,” tuturnya.
Mbak Ita berharap, dengan pentas seni budaya yang diikuti komunitas anak yang datang dari lintas agama serta komunitas difabel, kegiatan tersebut menjadi cerminan nyata bahwa perbedaan bukan menjadi penghalang untuk bersama melestarikan seni dan budaya warisan nenek moyang.
“Saya melihat dalam serangkain acara yang digelar, juga diikuti komunitas anak lintas agama dan kaum difabel. Mereka tak membedakan dari mana berasal tetap satu dalam filosofi perbedaan Bhineka Tunggak Ika dasar pemersatu Nusantara,” pungkasnya. (ucl/muz)
