JATENGPOS.CO.ID, SEMARANG – Persoalan stunting, atau kasus kurang gizi pada anak diharapkan jadi perhatian serius Pemprov Jateng. Hal itu ditegaskan Wakil Ketua DPRD Jateng, Heri Pudyatmoko, Kamis (19/5/2022). Sebanyak 540 ribu anak yang mengalami kondisi stunting di Jawa Tengah, menurutnya menjadi hal yang memprihatinkan.
Apalagi Jawa Tengah masuk dalam 12 provinsi di Indonesia yang diprioritaskan oleh Presiden Joko Widodo dalam mengentaskan stunting. Meski masuknya Jawa Tengah ke dalam prioritas provinsi dalam percepatan penanganan stunting bukan karena angkanya tinggi. Melainkan merupakan satu di antara provinsi yang memiliki penduduk terpadat.
“Stunting adalah masalah gizi kronis akibat kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu panjang, sehingga mengakibatkan terganggunya pertumbuhan pada anak. Ini ditandai dengan panjang atau tinggi badan di bawah standar. 1.000 hari pertama sejak masih dalam kandungan merupakan masa penting mencegah terjadinya stunting. Kasus stunting tidak boleh dipandang sebelah mata. Anak dengan kondisi stunting cenderung memiliki kecerdasan lebih rendah dibandingkan anak yang tumbuh dengan optimal. Pada akhirnya, stunting dapat menurunkan kualitas SDM,” katanya.
Ditambahkan, berdasarkan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2021, Jawa Tengah masih ada 19 kabupaten dan kota dengan kategori kuning (prevalensi 20 sampai 30 persen). Di antaranya Kendal, Kota Semarang, Blora, Banyumas, Batang, Kabupaten Magelang, Banjarnegara, Kota Tegal dan Pemalang.
15 kabupaten/kota lainnya berkategori hijau dengan prevalensi di kisaran 10 hingga 20 persen. Di antaranya Sukoharjo, Kabupaten Pekalongan, Sragen, Rembang, Cilacap, Kudus, Purbalingga, dan Kabupaten Semarang. Sementara Grobogan menjadi kabupaten di Jawa Tengah yang berstatus biru, yakni memiliki di bawah prevalensi 10 persen. Tepatnya di angka 9,6 persen.
Apabila diurutkan dari yang terbesar prevalensinya, ada lima kabupaten. Di antaranya Kabupaten Wonosobo, Tegal, Brebes, Demak, dan Jepara. Sedangkan yang terendah ada Kabupaten Grobogan, Kota Magelang, Wonogiri, Kota Salatiga dan Purworejo.
“Ini harus menjadi perhatian serius, karena menyangkut masa depan generasi muda bangsa Indonesia. Angka stunting harus ditekan, dengan program yang menyentuh ke persoalannya, salah satunya kemiskinan,” tegasnya.
Sementara Jawa Tengah menargetkan angka stunting (anak kerdil) menjadi 14 persen pada 2023. Untuk mencapai kondisi tersebut, Pemprov Jateng dan BKKBN membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) yang tersebar di 35 kabupaten/kota, 576 kecamatan dan 8.562 desa/kelurahan.
Kepala Badan Kependudukan, Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) perwakilan Jateng, Widwiono menyebut, angka stunting saat ini mencapai 20,9 persen. Atau sekitar 540 ribu anak yang mengalami kondisi kerdil.
Oleh karena itu, pihaknya bersama Pemprov Jateng bersinergi dalam TPPS yang terdiri dari lintas Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Selain itu, tim tersebut juga melibatkan kejaksaan, kepolisian, dan tentara.
Selain TPPS, telah dibentuk pula Tim Pendamping Keluarga berjumlah 27. 931. “Di lapangan nanti kita intervensi dari masing-masing stakeholder. Misal dari Dinkes memberikan makanan tambahan, obat penambah darah. Bisa juga dari DPU terkait dengan jambanisasi, akses air bersih,” ujarnya seusai acara pengukuhan TPPS tingkat provinsi oleh Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Kamis (19/5/2022).
Selain itu, pihaknya juga melakukan pendataan terkait jumlah ibu hamil, calon pengantin dan anak usia dua tahun. Menurut data, ada sekitar 271 ribu calon pengantin dan sekitar 551 ribu wanita hamil di Jateng. Dengan data tersebut, pihaknya yang tergabung dalam TPPS akan mencari ibu hamil dan calon pengantin putri yang mengalami masalah kesehatan.
“Secara teori dari jumlah ibu hamil, 20 persen mengalami masalah kesehatan. Sementara calon pengantin putri 70 persen itu anemis (kekurangan sel darah merah) itu yang menyebabkan stunting. Kemudian, bayi kurang dari dua tahun diukur apakah perkembangannya sesuai,” tuturnya.
Terkait penurunan angka stunting Widwiono optimistis dengan dukungan Pemprov Jateng bisa turun hingga 14 persen di 2023. Ia menyebut, dengan gerak sinergi, kasus stunting bisa ditekan dalam kurun dua tahun.
Ini tak lepas dari kasus penurunan stunting di Grobogan. Di Kabupaten itu, kini angka anak kerdil hanya 9 persen dari sebelumnya 29 persen. Hal itu tak lepas dari program jambanisasi, sehingga masyarakat terbebas dari penyakit. Meski demikian, pada beberapa wilayah di Jateng masih memerlukan intervensi khusus. Semisal Wonosobo dan Brebes.
“Target pertahun 3,5 persen. Pada 2022 angka stunting 20,9. Kalau kita target turun 3 persen per tahun, berarti akhir 2022 itu 17,4 persen. Dan di akhir 2023 itu 14 persen. Target pemerintah pusat itu 14 persen di 2024. Jadi jateng 14 persen 2023 maju setahun,” imbuh Widwiono. (sgt)