JATENGPOS.CO.ID, JAKARTA – PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) memastikan fundamental perusahaan akan tetap solid ditengah kondisi bisnis yang sangat dinamis dewasa ini. Sebagai pionir pembangunan infrastruktur dan pemanfaatan gas bumi, pada tahun 2020 PGN akan membangun berbagai infrastruktur, termasuk jaringan pipa transmisi dan distribusi sepanjang lebih dari 450 km di beberapa sentra ekonomi baru di Sumatera dan Jawa.
Sebagai subholding gas, PGN juga sudah mengelola lini bisnis LNG dari Pertamina, sehingga kepastian pasokan gas ke pelanggan lebih terjamin. Direktur Utama PGN, Gigih Prakoso mengatakan, PGN akan terus mengoptimalkan infrastruktur gas eksisting dan membangun infrastruktur baru untuk dapat melayani sebanyak mungkin pelanggan, baik rumah tangga, UMKM, korporasi, transportasi, kelistrikan dan BUMN lainnya.
“Strategi ini merupakan upaya PGN untuk memperkuat fundamental bisnis agar tumbuh berkelanjutan dalam jangka panjang. Terlebih lagi mayor itas cadangan migas di dalam negeri didominasi oleh gas bumi,” kata Gigih Prakoso, di Jakarta, Rabu (5/2).
Saat ini, lanjutnya, PGN telah membangun dan mengelola lebih dari 10 ribu km jaringan pipa distribusi dan tranmisi gas nasional. Jumlah itu setara dengan 96 persen infrastruktur gas bumi di Indonesia.
“Sampai akhir tahun 2019, PGN telah menyalurkan gas bumi melalui jaringan distribusi sebanyak 988 BBTUD dan transmisi sebesar 2.045 MMSCFD,” ujarnya.
Lebih lanjut Gigih menyampaikan, dinamika harga gas yang kini berkembang menjadi salah satu tantangan bagi bisnis PGN.
“Sebagai bagian dari BUMN migas dan aset nasional, kami berkeyakinan bahwa pemerintah akan mengambil solusi terbaik untuk memastikan pembangunan infrastruktur gas bumi dapat terus meluas ke berbagai sumber pertumbuhan ekonomi di wilayah baru,” ungkap Gigih.
Sekretaris perusahaan PGN, Rachmat Hutama menambahkan, mengenai rencana penyesuaian harga gas untuk sektor industri tertentu sebesar USD 6, PGN bersama stakeholder kementerian terkait sedang mengkaji efek penyesuaian harga gas terhadap aspek komersial bisnis, kinerja perseroan, keberlanjutan bisnis gas bumi, pengembangan infrastruktur dan menjalankan penugasan pemerintah.
“Tingkat keekonomian infrastruktur gas bumi di setiap daerah tentu berbeda-beda, karena sumber gas dan harganya juga berlainan. Oleh sebab itu penetapan harga gas juga harus dapat memastikan bahwa pembangunan infrastruktur dapat terus dilakukan mengingat masih banyak rumah tangga, UMKM, transportasi dan sektor industri yang belum terjangkau gas bumi,” imbuh Rachmat.
Gigih menjelaskan, gas bumi terbukti menjadi sumber energi yang mampu memberikan efek berganda sangat besar ke berbagai sektor pelanggan.
Tingkat efisiensi yang dihasilkan gas bumi juga mendorong daya saing ekonomi nasional menjadi lebih baik. Dalam 6 tahun terakhir, pelanggan PGN dari berbagai segmen tumbuh dari sekitar 88 ribu pelanggan menjadi lebih dari 360 ribu pelanggan.
Di sektor industri, berkat peningkatan jumlah pelanggan gas bumi, sejak tahun 2013 biaya energi industri bisa dihemat sebesar Rp 36 triliun dibandingkan menggunakan BBM.
Di sektor kelistrikan, penggunaan gas bumi pada pembangkit listrik mampu menghemat biaya energi sebesar Rp 23 triliun ketimbang memakai BBM. Berkat efi siensi sumber energi ini, tarif listrik kepada masyarakat dan sektor usaha juga semakin kompetitif.
“Pembangunan berbagai infrastruktur gas bumi juga mendukung penggunaan material hasil produksi industri dalam negeri sebesar Rp 22 triliun. Efek berganda ke berbagai sektor ekonomi inilah yang menjadi salah satu komitmen PGN untuk terus membangun infrastruktur gas bumi,” tutup Rachmat. (aln/muz)