JATENGPOS.CO.ID, JAKARTA – Sekjen MUI Anwar Abbas mempertanyakan bentuk pertanggungjawaban jika kasus Corona melonjak akibat penyelenggaraan Pilkada. Menurutnya, Pilkada serentak yang digelar di tengah pandemi ini dikhawatirkan menjadi klaster baru COVID-19.
“Sangat dikhawatirkan Pilkada ini akan bisa menjadi tempat penyebaran baru yang lebih masif dan merata dari COVID-19 sehingga tidak mustahil karena ketidakdisiplinan para pihak dalam mematuhi protokol kesehatan maka ajang Pilkada akan menjadi medan yang benar-benar sangat menakutkan karena diperkirakan akan terjadi ledakan pasien baru dari COVID-19 yang jumlahnya tentu akan sangat besar,” kata Anwar, dalam keterangannya, Jumat (2/10).
Anwar menyebut dengan kondisi pandemi yang belum terkendali maka dampaknya di bidang ekonomi bisa terpuruk. Termasuk upaya penanggulangannya yang semakin berat.
Terlebih, lanjutnya, per kemarin kasus tambahan Corona harian berjumlah 4.174 orang dengan akumulatif 291.182 kasus Corona di RI. Dengan data tersebut, Anwar menyebut gelaran Pilkada sangat mengkhawatirkan.
“Apalagi melihat rendahnya tingkat kedisiplinan dan kepatuhan para politisi dan anggota masyarakat terhadap protokol kesehatan yang ada dalam kegiatan yang terkait dengan Pilkada yang akan diselenggarakan dalam masa pandemi COVID-19 ini,” kata Anwar.
Meski penyelenggara Pilkada sudah menyiapkan langkah-langkah pencegahan, menurutnya fakta di lapangan pelanggaran protokol kesehatan masih terjadi. Untuk itu, dia meminta pemerintah dan KPU meninjau ulang pelaksanaan Pilkada.
“Memang benar pihak penyelenggara Pilkada sudah berkali-kali menyatakan bahwa mereka telah mempersiapkan langkah bagi terselenggaranya Pilkada yang aman dari COVID-19, tapi faktanya di lapangan hal itu tidak ada dan tidak tegak sehingga bak kata pepatah masih jauh panggang dari api. Oleh karena itu pemerintah dan KPU hendaknya meninjau ulang waktu pelaksanaan Pilkada ini agar tidak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan dan pihak pemerintah serta penyelenggara Pilkada tidak usah merasa malu untuk menunda karena sesal dahulu pendapatan sesal kemudian tidak berguna,” ujarnya.
Maka dari itu, Anwar pun mempertanyakan apa bentuk pertanggungjawaban jika lonjakan Corona terjadi usai Pilkada. Sebab, menurutnya, dalam hal penyelenggaraan Pilkada ini pihak yang bertanggung jawab adalah pemerintah dan penyelenggara.
“Maka pertanyaannya seperti apa bentuk pertanggungjawaban yang akan ditanggung dan akan dipikul oleh pemerintah dan pihak penyelenggara? Apakah cukup mereka menyampaikan permintaan maaf saja kepada rakyat luas atau mereka harus diseret ke meja hijau untuk mempertanggungjawabkan keputusan dan perbuatannya? Dan kalau akan diseret ke meja hijau siapa di antara mereka yang harus diseret, diadili dan dihukum serta dipenjarakan? Saya tidak tahu jawabannya karena saya tidak ahli tentang hukum. Jadi silakan yang tahu yang menjawab dan menjelaskannya,” kata Anwar Abas.(dtc/udi)
Sementara itu Menko Polhukam, Mahfud Md menyebut ada sejumlah pelanggaran protokol kesehatan dalam minggu pertama gelaran kampanye Pilkada 2020. Namun, pelaksanaan kampanye itu itu dinilai masih berjalan cukup baik.
“Begini, pelaksanaan kampanye Pilkada pada minggu pertama berjalan cukup baik. Karena memang ada pelanggaran-pelanggaran, tapi tidak signifikan sama sekali,” kata Mahfud dalam rapat ‘Analisa dan Evaluasi Pelaksanaan Kampanye Pilkada Serentak 2020, di Kemendagri, Jakarta, Jumat (2/10).
Mahfud mengungkap ada 53 dari 309 daerah yang menggelar kampanye melanggar protokol kesehatan. Pelanggaran protokol kesehatan itu mulai dari melebihi batas pengumpulan massa hingga tak memakai masker.
“Misalnya seharusnya yang hadir pertemuan itu 50 ternyata 53 orang, atau ada yang 50 tapi jaga jaraknya di bagian tertentu tidak tertib. Ada yang lupa pakai masker, sebagian pakai,” ucap Mahfud.
Dia menjelaskan mengapa pemerintah menghitungnya ada 309 daerah. Padahal daerah yang tercatat mengikuti Pilkada 2020 ada 273 daerah.
“Yang begitu ada di 53 (daerah) dari 309 daerah tingkat 2 kabupaten kota. Jadi kira-kira 15 persen, itu kecil-kecil tidak menimbulkan kegaduhan,” katanya.
“Kenapa 309? kan yang ikut pilkada 273, karena di provinsi-provinsi dimana ada pilgub itu seluruh kabupaten ada kampenya. Misalnya pilkadanya hanya 7 sementara jumlah kabupaten kota tingkat 2 ada 17, itu ikut semua. Sementara daerah lain yang tidak ada pilgub dan pilwali juga ada kampanye untuk gubernur,” sambungnya.(udi)