JATENGPOS. CO. ID, SRAGEN – Dinamika politik menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang adem ayem di Sragen membuat para politisi senior dan aktivis Sragen kecewa, Selasa (20/8).
Mereka menyoal kenapa hanya PDIP yang berani muncul mencalonkan ketuanya untuk maju di kontestasi Pilkada Sragen.Sedangkan ketua partai lain tidak mempunyai keberanian untuk maju Pilkada.
Melihat kondisi itu Forum Demokrasi Berkemajuan (Fordeb) Sragen mendesak para ketua partai politik di Sragen untuk mundur dari jabatannya.
Koordinator Fordeb Eko Wijiono menegaskan para aktivis sangat kecewa dengan situasi politik di Sragen jelang Pilkada saat ini. Lantaran para partai politik hingga saat ini belum bisa memunculkan calon yang baik untuk memimpin Sragen. Karena tidak ada keberanian ketua partai selain PDIP yang berani tarung di Pilkada Sragen.
Jauh hari banyak calon pasang gambar maupun baliho namun hingga H-7 jelang pendaftaran calon bupati dan wakil bupati tidak ada gebrakan sama sekali.
“Sehingga lihat situasi yang ada terjadi pembusukan di internal partai,”‘tandas Eko.
Menurut Eko, para ketua partai terkesan tidak ada yang berani maju di Pilkada Sragen. Pihaknya sangat mengapresiasi PDIP yang berani tampil sendiri dalam Pilkada. Terlepas nanti pihaknya akan memilih atau tidak urusan lain.
Hal senada dikatakan politisi senior Sragen Rus Utaryono yang melihat mayoritas parpol H-7 tidak ada geliat manuver kemunculan tokoh tertentu.
Didorong statmen koalisi.
Namun kenyataanya di tolak parpol bersangkutan hanya bohong belaka.
Parpol menyokong desain besar hanya mengusung satu Paslon Pilkada Sragen diharap tidak terbukti.
Geliat dalam 2 – 3 bulan terakhir, sampai sepekan menjelang pendaftaran tidak ada tokoh parpol yang tampil sebagai kandidat calon.
”Putusan MK yang memberikan keringanan dari sisi prosentase elektoral itu, sepertinya tidak berpengaruh banyak dengan parpol,” bebernya.
Rus menilai Pilkada saat ini identik dengan kapital/modal. Bisa dimaklumi kalau orang berhitung modal pilkada. Namun pengalaman membuktikan kemenangan Agus Fatchurrahman 15 tahun lalu, dengan modal yang minimalis bisa terpilih dan mampu menggerakkan masyarakat.
”Alasan kapital tidak munculnya tokoh-tokoh sudah terpatahkan,” ujar dia. (ars/jan)