Polemik PTSL Desa Papringan, Sisa Pembayaran tak Disetor ke Bendahara

PENYERAHAN: Ketua PKP Jateng-DIY Suyana HP menyerahkan berkas hasil investigasi di lapangan terkait polemik PTSL Desa Papringan ke Kejari Kabupaten Semarang di Ambarawa. FOTO:MUIZ/JATENGPOS

JATENGPOS.CO.ID, UNGARAN– Kasus dugaan penyimpangan Pendaftaran Tanah Sistemastis Langsung (PTSL) Desa Papringan Kecamatan Kaliwungu, Kabupaten Semarang mulai menemukan titik terang. Sebelumnya, puluhan warga mendatangi kantor Kejaksanaan Negeri (Kejari) Kabupaten Semarang menanyakan kejelasan penanganan kasus ini.

Tim investigasi komisi Pencegahan Korupsi dan Komisi (PKP) Jawa Tengah-DIY telah menyerahkan hasil temuan berdasarkan bukti dan fakta di lapangan (Desa Papringan, red). Hasil temuan tersebut diserahkan ke Kejari Kabupaten Semarang di Ambarawa, Jumat (28/6/2024).

“Kami sudah menyerahkan hasil investigasi dugaan penyalahgunaan anggaran PTSL ke Kejari. Hasil investigasi ini juga kita serahkan ke Bupati Semarang dan Dispemasdes Kabupaten Semarang. Harapan kami masalah ini dapat segera diselesaikan, dan tercipta kondusifitas di desa maupun Kabupaten Semarang,” ujar Ketua PKP Jateng-DIY, Suyana HP kepada Jateng Pos, kemarin.

Berdasarkan hasil investigasi tim PKP menyebutkan pembuatan sertifikasi massal yang dilaksanakan Tim Panitia PTSL Desa Papringan sebnyak 1.621 bidang tanah, masing-masing sebanyak 1.577 bidang tanah milik warga, dan 44 bidang tanah merupakan kas desa, tanah sosial, mushola, dan masjid.

Temuan di lapangan bahwa seluruh proses pensertifikatan tanah baik milik warga dan desa (umum) yang diajukan melalui panitia PTSL sudah selesai. Pihaknya juga menemukan fakta seluruh patok yang dipermasalahkan oleh sekumpulan massa itu ternyata sudah disediakan sesuai kebutuhan sejak tahun 2020 lalu sudah disedikan oleh panitia.

“Setelah tim investigasi PKP turun justru pembuatan sertifikat massal di Papringan tersebut sudah jadi semua. Kemudian patok yang dipermasalahkan sudah lama disiapkan semua. Sampai banyak yang lumuten (berlumut). Kami jadi mempertanyakan kedatangan orang-orang itu Kejari untuk apa? Apa ada konflik dengan panitia? Kalau didasari konflik penyelesaiannya bukan ke Kejari,” jelasnya.

Hasil pemeriksaan keuangan panitia dilakukan PKP, menyebutkan sudah disalurkan sebagaimana kebutuhan selama proses pensertifikatan dan pengadaan patok. Total pembayaran PTSL dikumpulkan panitia sebesar Rp 946.250.000,-. Dana tersebut terhimpun dari pemohon PTSL dari desa Papringan sebanyak 1.577 bidang tanah dan 631 bidang tanah di luar desa Papringan.

“Panitia sudah menyetorkan uang PTSL ke Bumdes sebesar Rp 752.000.000,-. Ada anggaran sisa sebesar Rp 194.240.000,- setelah kami investigasi uang sebanyak itu ternyata belum disetor ke bendahara panitia melainkan masih dibawa tiga oknum pimpinan Dusun yang menghimpun biaya PTSL dari warganya,” jelas Suyana.

Disebutkan Suyana, anggaran dikelola panitia untuk mengurus kebutuhan PTSL sebesar Rp 443.740.000,-, namun dari jumlah senilai itu hanya sebesar Rp 220.000.000,- yang tercatat di buku rekening bendahara panitia.

“Kami menemukan masalah ini menjadi rancu karena tidak ada pencatatan administrasi yang sistemik. Dari uang sebesar Rp 443.740.000,- panitia menggunakan sesuai kebutuhan PTSL termasuk pembelian patok. Selain itu ada sisa Rp 194.240.000,-. Tapi uang sisa tidak ada di bendahara, melainkan dibawa tiga oknum Dusun,” ungkap Suyana.

Dijelaskan Suyana, berdasarkan temuan ketiga oknum tersebut sudah membuat surat pernyataan kesanggupan dengan Pemdes untuk mengembalikan uang PTSL tersebut. Nilai uang dibawa masing-masing oknum tidak sama, ada yang bawa Rp 85.750.000,-, Rp 27.750.000,-, dan Rp 70.500.000,-. Juga ditemukan anggaran sebanyak Rp 10.250.000,- yang belum disetor karena pemohon PTSL belum mengambil sertifikat.

“Kita melihat keuangan panitia kler, memang pencatatan administrasinya kurang tertib. Seperti temuan kwintasi pembayaran sebesar Rp 1 juta, ternyata besaran uang itu untuk 2 bidang tanah tapi ditulis di satu kwitansi. Yang jadi sorotan saat ini ketiga oknum yang tidak menyetorkan ke bendahara itu,” tandasnya.

Ditambahkan Suyana, sesuai hasil musyawarah bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan perwakilan warga saat awal mulai PTSL biaya masing-masing bidang tanah sebesar Rp 500 ribu. Dengan ketentuan jika ada kelebihan pembayaran maka sisa uang dikumpulkan panitia disepakati akan dibelikan mobil siaga atau ambulans untuk desa.

“Hasil musyawarah keinginan warga sisa uang PTSL untuk pembelian mobil siaga desa, keinginan bagus dan patut diapresiasi. Karena itu warga peserta PTSL banyak yang membayar lebih dari biaya ditentukan panitia. Sisa kelebihan itu masih dibawa tiga oknum tersebut,” tambahnya.

Salah satu panitia PTSL Desa Papringan membenarkan temuan PKP tersebut, pihaknya berharap masalah PTSL segera selesai demi tercipta kondusifitas dan kenyamanan masyarakat di desanya.

“Kami menyayangkan masalah ini tidak dikomunikasikan lebih dulu ke desa. Kalau mau komunikasi baik-baik ada penjelasan transparan dari panitia. Tiga orang itu juga sudah membuat surat kesanggupan mengembalikan sisa uang PTSL. Kondusifitas dan kepentingan warga mohon diutamakan, bukan kepentingan pribadi atau kelompok,” ujarnya yang meminta agar identitasnya dirahasiakan.

Diberitakan sebelumnya, sebanyak 45 warga Desa Papringan mendatangi Kantor Kejari Kabupaten Semarang di Ambarawa untuk meminta kejelasan terkait PTSL, Senin (10/6/2024).

Diketahui sejak PTSL digelar tahun 2019 hingga kini warga belum mendapatkan haknya terkait patok tanah hingga surat resmi yang dikeluarkan. Warga selama ini merasa hanya diberi janji-janji tak kunjung terealsiasi.

Arifin Eko Andri Asmoro, perwakilan warga sekaligus pengurus Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menjelaskan masyarakat mempertanyakan pemasangan patok tanah. Berdasarkan keterangan dari 1.577 pendaftar PTSL, belum ada satu pun yang dipasangi patok.

“Sertifikasi sudah jadi. Namun bidang tanah yang didaftarkan sampai sekarang belum dipasang patok. Dari 1.577 ini kok belum ada yang terpasang patok. Itu yang menjadi persoalan warga. Berangkat dari situ warga melaporkan ke BPD persoalan ini,” ungkapnya. (muz)