Polisi Dinilai Manipulasi Penyanderaan Warga Papua

Ratusan mantan karyawan PT.FI di Mimika Papua yang terkena PHK karena polemik KK dan IUPK, melakukan aksi demo yang berujung anarkis di Check Point 28 areal PT.Freeport Indonesia, 19 Agustus 2017. Puluhan motor dan kendaraan dibakar massa.

JATENGPOS.CO.ID, JAKARTA Pengacara Hak Asasi Manusia Veronica Koman membantah berita penyanderaan dan intimidasi terhadap 1.300 warga di Desa Kimberli dan Banti, Distrik Tembagapura, Mimika, Papua.

Kepolisian dinilai memanipulasi fakta mengenai situasi yang sebenarnya di wilayah itu. “Tidak benar itu (penyanderaan),” kata Veronica di Jakarta, Minggu (12/11).

Kepala Kepolisian Daerah Papua Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan kelompok kriminal bersenjata (KKB) telah menyandera karyawan PT Freeport Indonesia. KKB juga disebut menggunakan alat berat untuk merusak jalan menuju Banti, Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua.

“Memang betul ada laporan tentang karyawan PT Freeport yang disandera KKB bersama dengan kendaraan berat jenis eskavator milik perusahaan yang kini digunakan untuk merusak jalan dari Utikini ke Banti,” kata Boy, Ahad, 12 November 2017.

iklan
Baca juga:  Gojek Apresiasi Mitra Pengemudi Yang Membantu Persalinan Penumpang

Boy mengatakan, saat merusak jalan, KKB itu melakukan pengawalan menggunakan senjata api agar perusakan jalan terus dilakukan. Mereka menggunakan alat berat yang dikemudikan karyawan Freeport yang disandera untuk merusak jalan.

Namun, Boy menyatakan, belum diketahui identitas karyawan yang disandera saat merusak jalan itu.

Ia juga mengatakan, hingga kini KKB masih membatasi aktivitas warga sipil di Desa Kimberli dan Banti, Distrik Tembagapura.

“Para sandera (warga sipil) hanya diizinkan berada di sekitar lokasi, yakni di Kampung Kimberly dan Banti,” tuturnya.

Vero mengatakan bahwa KKB yang dimaksud kepolisian adalah Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat – Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM).

“Kepolisian mengganti TPN dengan KKB untuk justifikasi dan tujuan tertentu.” Salah satunya agar kepolisian bisa menyisir perkampungan. Warga di kedua kampung, menurut dia, justru merasa terintimidasi oleh kehadiran TNI dan Polri.

Baca juga:  BCA Expo Semarang Hadir Kembali

Menurut Vero, semua distorsi pemberitaan sepihak saat ini disebabkan buruknya kebebasan pers di Papua. “Termasuk masih ditutupnya akses jurnalis asing ke Papua.”.(tmp/udi/mg8)

iklan