28.2 C
Semarang
Minggu, 18 Mei 2025

338.000 Warga Gaza Mengungsi, PBB Serukan Akses Kemanusiaan

GAZA. JATENGPOS.CO.ID- Pergolakan di Timur Tengah akibat perang antara kelompok pejuang Palestina, Hamas, dan Israel masih berlanjut. Pada Kamis (12/10/2023), Hamas menembakkan rentetan rudal ke Kota Tel Aviv sebagai balas dendam atas serangan udara ke Jalur Gaza.

Sebelumnya di hari yang sama, pihak Hamas melaporkan Israel telah meluncurkan serangan udara tanpa peringatan ke kamp pengungsian warga sipil Palestina di Jalur Gaza.

Dikutip dari AFP, peluncuran rudal ke Tel Aviv dilakukan oleh sayap militer Hamas, Brigade Ezzedine al-Qassam.

“Brigade Ezzedine al-Qassam menembakkan roket ke Tel Aviv sebagai tanggapan atas (serangan Israel) yang menargetkan warga sipil di kamp-kamp Al-Shati dan Jabalia,” bunyi pesan singkat Hamas kepada para wartawan.

Tidak diketahui apakah serangan rudal Hamas menelan korban jiwa atau berhasil dicegat oleh sistem pertahanan udara Israel.

Sementara itu, menurut laporan Reuters, serangan udara Israel ke salah satu kamp pengungsian Palestina telah menewaskan 15 orang. Warga Palestina mengatakan, serangan itu menargetkan bangunan-bangunan sipil dan mereka tidak menerima peringatan apa pun dari pihak Israel sebelum tempat berlindung mereka dibom.

Wartawan yang berada di lokasi kejadian menyaksikan puluhan serangan udara selama 30 menit pada pagi hari ini ke arah kamp Al-Shati dan di bagian utara Jalur Gaza yang dikepung Israel.

Insiden ke kamp-kamp pengungsian tersebut juga dikonfirmasi oleh juru bicara Kementerian Dalam Negeri Hamas, Iyad al-Buzum.

“Penjajah [pasukan Israel] melakukan pembantaian pagi ini di kamp Al-Shati dan kamp Jabalia, menyebabkan puluhan orang syahid dan terluka,” ungkap al-Buzum, tanpa menyebut angka.

Israel telah mengepung Jalur Gaza sejak Senin (9/10/2023) dan menargetkan serangan udara ke sejumlah lokasi di wilayah kantong tersebut.

Israel membabi buta menyerang fasilitas sipil, mulai dari perumahan warga, masjid-masjid, ambulans, rumah sakit, hingga sekolah yang dikelola badan PBB. Korban tewas di Gaza, wilayah yang sempit dan yang padat penduduk, mayoritas wanita dan anak-anak.

Dilaporkan, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebutkan lebih dari 338.000 warga Palestina di Gaza terpaksa mengungsi imbas dari gempuran serangan udara Israel yang menghancurkan tempat tinggal mereka.

Kini muncul seruan untuk membuka jalur pasokan bantuan yang aman dan membangun koridor kemanusiaan yang memungkinkan warga Palestina meninggalkan zona konflik, di mana banyak rumah telah dibom dan dihancurkan oleh serangan udara.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menegaskan pasokan makanan, bahan bakar dan air harus diperbolehkan menjangkau warga sipil di Gaza di tengah pemboman dan blokade Israel.

“Saat ini kita memerlukan akses kemanusiaan yang cepat dan tanpa hambatan,” kata Antonio Guterres.

Sejak serangan Hamas pada akhir pekan lalu, Israel telah mengepung Gaza, memutus pasokan listrik, bahan bakar, makanan, barang dan air. Pasokan listrik utama di Gaza padam setelah satu-satunya pembangkit listrik di sana kehabisan bahan bakar.

Kementerian kesehatan Palestina mengatakan sedikitnya 1.200 warganya tewas akibat serangan balasan Israel atas serangan kelompok milisi Palestina, Hamas, pada Sabtu (07/10) lalu. Korban jiwa dari kedua belah pihak kini mencapai hampir 2.500 orang.

Sebelumnya, militer Israel mengatakan ratusan ribu pasukannya sudah berada di dekat perbatasan jalur Gaza “siap melaksanakan misi yang telah diberikan”.

Juru bicara pasukan pertahanan Israel (IDF), Jonathan Conricus mengatakan pihaknya telah membangun kembali penghalang di sekitar Gaza.

Kata dia, IDF juga mengirim “pasukan infanteri, tentara bersenjata, korps artileri”, ditambah 300.000 pasukan cadangan, dekat perbatasan Gaza.

Penyeberangan Rafah, yang merupakan pintu keluar utama dari Gaza ke Mesir telah ditutup sejak Selasa (10/10) setelah pemboman Israel, menurut pejabat Gaza. Pasukan Israel juga berkumpul di dekat perbatasan Gaza untuk persiapan serangan darat.

Saat ini militer Israel mengaku “sedang menunggu untuk melihat apa yang diputuskan oleh para politisi,” terkait rencana serangan darat ke Jalur Gaza, kata juru bicaranya, Richard Hecht, Kamis (12/10/2023), “Kami menyiapkan manuver darat jika nanti diputuskan.”

Lebih lanjut, militer juga “sedang menyusun langkah berikutnya,” imbuhnya, setelah sebelumnya memobilisasi sekitar 300.000 tentara cadangan untuk berperang melawan Hamas.

Nasib sandera yang ditahan Hamas kini sedang dinegosiasikan oleh sejumlah pihak, terutama Turki dan Palang Merah Internasional. Inisiatif tersebut diperintahkan Presiden Recep Tayyip Erdogan, kata seorang sumber di pemerintahan seperti dilansir kantor berita AFP.

“Mereka sedang menegosiasikan pembebasan sandera,” kata dia.

Upaya serupa dilancarkan Komite Internasional Parang Merah (ICRC) yang berusaha memediasi antara Hamas dan Israel.

“Sebagai penengah yang netral, kami siap melakukan kunjungan humaniter, memfasilitasi komunikasi antara sandera dan anggota keluarga dan mengakomodasi setiap pembebasan nantinya,” kata Fabritio Carboni, Direktur Timur Tengah di ICRC dalam sebuah pernyataan pers.

ICRC mendesak “kedua pihak untuk mengurangi penderitaan warga sipil.”

Menurut Carboni, perang antara Hamas dan Israel telah mengorbankan warga sipil. “Derita kemanusiaan yang muncul dari eskalasi ini sangat mengerikan,” kata dia.

Kegentingan bertambah ketika Israel menghentikan pasokan energi dan air minum ke Jalur Gaza. Pada Rabu (11/10/2023), otoritas lokal mengaku hanya punya cadangan bahan bakar untuk beberapa jam.

Menurut ICRC, terputusnya aliran listrik akan berakibat fatal. Hal ini “berisiko bagi bayi di dalam inkubator atau pasien manula yang bergantung pada tabung oksigen. Prosedur cuci darah terhenti dan foto X-Ray tidak bisa dibuat,” tulis Carboni.

“Tanpa listrik, rumah sakit akan berubah menjadi kamar mayat,” pungkasnya.

Salah satu rumah sakit terbesar di Jalur Gaza, Al-Shifa, hanya memiliki cukup bahan bakar untuk menyalakan listrik selama tiga hari.

Matthias Kannes, seorang pejabat Doctors Without Borders yang berbasis di Gaza mengatakan Persediaan medis, termasuk oksigen, semakin menipis.

Kelompok itu mengatakan dua rumah sakit yang dikelolanya di Gaza kehabisan peralatan bedah, antibiotik, bahan bakar, dan persediaan lainnya.

Ghassan Abu Sitta, seorang ahli bedah rekonstruksi di al-Shifa, mengatakan ada 50 pasien yang menunggu untuk dibawa ke ruang operasi. Pihaknya sudah melampaui kapasitas sistem untuk mengatasinya.

Sistem kesehatan “memiliki sisa waktu seminggu sebelum sistem tersebut runtuh, bukan hanya karena solar. Semua persediaan hampir habis. Bulan Sabit Merah Palestina mengatakan generator rumah sakit lain akan habis dalam lima hari.

Bangunan tempat tinggal, yang tidak mampu menyimpan bahan bakar diesel sebanyak itu, kemungkinan besar akan gelap gulita lebih cepat. (dbs/muz)



Popular

LAINNYA

Terkini