JATENGPOS.CO.ID. SEMARANG- Kasus eksploitasi seksual terhadap anak merupakan persoalan yang harus terus diberantas dan diperangi. Di Indonesia sendiri setidaknya dalam sehari ada lima anak yang menjadi korban ekploitasi seksual.
Selain itu eksploitasi seksual anak ini juga terjadi lintas negara dengan modus tertentu. Untuk kasus lintas negara ini Kepolisian Republik Indonesia (Polri) tengah bekerja sama dengan Kepolisian Australia.
Bentuk kerja sama lintas negara tersebut tertuang dalam konferensi di JCLEC, kawasan Akademi Kepolisian (Akpol), Semarang, Selasa (27/2). Konferensi antarnegara tersebut dihadiri oleh perwakilan Polri yakni Kabareskrim Komjen Pol Ari Dono Sukmanto dan perwakilan Kepolisian Australia yakni Asisten Komisioner Kepolisian Federal Australia Debbie Platz.
Komjen Pol Ari Dono Sukmanto menjelaskan dalam sehari terdapat lima anak di Indonesia mengalami ekploitasi atau pelecehan yang dilakukan oleh predator atau pelaku pelecehan. Polri sendiri sejak tahun 2016 hingga Februari 2018 ini telah menangani 1.127 kasus dan menangkap 689 pelaku kejahatan ekploitasi seksual anak. Adapun dari data yang ada, sebanyak 4,7 juta anak terlibat dalam pekerjaan yang mengarah pada ekploitasi.
“Sehari, ada lima anak di Indonesia menjadi korban eksploitasi seksual. Ancaman serius dalam kasus ini melalui jaringan internet seperti jejaring sosial atau online. Untuk hal ini kami berusaha meminimalisir melalui cyber patrol yang dilakukan oleh Mabes Polri, termasuk pengawasan selama 24 jam hingga tingkat Polda dan Polres,” katanya saat memberikan keterangan di JCLEC, kawasan Akpol, Semarang, Selasa (27/2).
Untuk itu Polri juga terus meningkatkan kemampuan cyber patrol, termasuk berkoordinasi dengan Kominfo. Peningkatan kemampuan personel tersebut dilakukan dengan pelatihan program security internet.
“Kami memantau bersama Kominfo selama 24 jam. Kalau ditemukan lknten porno yang menyangkut anak maka langsung di-takedown,” jelasnya.
Tekait ekploitasi seksual anak lintas negara, Ari memberikan contoh kasus yang pernah ditangani oleh Polri pada tahun 2017 lalu. Saat itu polisi menangkap seorang yang melakukan kejahatan diberikan dengan mengunggah foto anak di bawah umur. Foto tersebut juga dilengkapi keterangan bahwa anak tersebut ditawarkan atau dijual kepada orang asing sebagai pelayan seksual.
“Kami perketat cyber patrol. Jika ada yang terindikasi melakukan kejahatan akan langsung dicekal. Untuk modusnya para pelaku ini memanfaatkan objek wisata atau sebagai turis. Maka dari itu kami juga lakukan kerjasama dan pelatihan lintas negara untuk memerangi kasus ini,” ungkapnya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Debbi Platz. Menurutnya eksploitasi seksual anak dilakukan dengan modus mengunjungi objek wisata. Pada kenyataannya para pelaku melakukan tour sex. Sejauh ini Kepolisian Federal Australia sudah menolak hampir 1.400 orang yang terindikasi mengarah ke eksploitasi tersebut.
“Kami bekerja sama dengan imigrasi untuk mencekal orang yang sudah ada dalam daftar. Ada 1.400 orang yang ditolak karena ada indikasi melakukan kejahatan dengan modus tour atau wisata,” paparnya.
Debbie menambahkan para penjahat yang ditolak masuk ke Indonesia tersebut ternyata beralih ke cara lain yakni pelecehan anak online atau jaringan internet. Modus itulah yang saat ini harus diperangi bersama, baik oleh Kepolisian Federal Australian maupun Polri.
“Saya menyampaikan terima kasih kepada Polri atas komitmen mereka membantu memerangi predator seksual anak yang saat ini beralih ke kekerasan secara online. Kami akan tingkatkan kerjasama ini,” pungkasnya. (har/muz)