JATENGPOS.CO.ID. JAKARTA- Ombudsman Republik Indonesia diminta melaporkan hasil temuannya dalam pengawasan saat terhadap pelayanan publik kepada masyarakat. Permintaan itu disampaikan Presiden Joko Widodo saat melakukan pertemuan di Istana Kepresidenan Bogor, Kamis (7/12/2017).
“Bapak Presiden menekankan agar selain dilaporkan kepada beliau, juga dilaporkan kepada publik,” kata anggota Ombudsman RI La Ode Ida usai bersama pimpinan dan anggota Ombudsman lain bertemu Presiden.
Intinya, lanjut La Ode Ida, pada instansi-instansi yang tidak patuh pada standar pelayanan publik, atau maladministrasi dalam proses-proses pelayanan publik itu, perlu diberi sanksi juga oleh publik.
Menurut dia, media berperan penting untuk menyampaikan kepada publik bahwa instansi-instansi tertentu, pejabat-pejabat tertentu, telah menyalahi kewenangannya, melakukan maladministrasi secara terbuka.
“Publik juga harus tahu ada instansi-instansi atau pejabat-pejabat seperti itu,” katanya.
Sementara itu Ketua Ombudsman RI Amzulian Rifai mengungkapkan laporan kepada lembaga itu dari tahun ke tahun mengalami peningkatan.
“Pada tahun 2015, laporan kepada Ombudsman itu berjumlah 6.897, kemudian pada tahun 2016 itu meningkat menjadi 9.075, yang kemudian tahun 2017 ini kita prediksi di atas 10.000 laporan,” katanya.
Ia mengungkapkan dugaan maladministrasi yang banyak dilaporkan kepada lembaga itu adalah pertama adalah terjadinya penundaan berlarut.
“Kalau kita berbicara terkait layanan publik tentu ada standar kapan itu selesai, berapa lama itu selesai, berapa biayanya sehingga pintu masuk pungutan liar bisa terjadi,” katanya.
Ia menyebutkan laporan secara langsung mengenai pungli kepada Ombudsman itu sekitar delapan persen saja. Tetapi sesungguhnya keluhan-keluhan publik itu sangat berpotensi memicu adana pungutan liar dan suap.
“Supaya tidak terjadi penundaan berlarut dalam satu layanan, mungkin orang memberikan sejumlah uang, supaya cepat,” katanya.
Laporan terbanyak lainnya adalah penyalahgunaan wewenang dan penyimpangan prosedur.
Rifai menywbutkan dari hasil survei pada tahun 2017 terhadap 14 kementerian dan lembaga dan lebih dari 104 pemerintah daerah, hanya sekitar 35 persen yang berada di zona “hijau” atau baik.
“Zona hijau berarti institusi itu memiliki tingkat kepatutan yang tinggi,” katanya.
Kemudian sekitar 57 persen berada pada zona “kuning”. Berarti kepatuhan sedang. Sedangkan lainnya berada pada tingkat kepatuhan rendah atau pada zona” merah”.
“Kemudian Bapak Presiden menekankan bahwa kalau memang ada hal-hal yang sifatnya perlu diperbaiki jangan sungkan untuk dipublikasikan dalam rangka untuk perbaikan-perbaikan ke depan,” katanya.
Menurut dia, Ombudsman membuka diri untuk memberikan bantuan atau asistensi untuk perbaikan agar ke depan lebih baik.
“Kami berikan bimbingan-bimbingan, jadi kita ikut bertanggung jawab, tidak hanya mengawasi tetapi juga memberikan asistensi,” kata Rifai. (ant/muz)