Problem tak Henti, Pengelolaan Sampah di Jateng Perlu Sinergi Semua Pihak

KELOLA SAMPAH: Focus Group Discussion (FGD) Circular Economy Forum 2024 digelar di Resto Aroem Semarang pada Rabu (25/9/2024). FOTO:MUIZ/JATENGPOS

JATENGPOS.CO.ID, SEMARANG– Problem pengelolaan sampah di Jawa Tengah (Jateng) masih menjadi persoalan yang tak kunjung selesai. Meskipun bank-bank sampah telah banyak beroperasi di beberapa titik, namun di wilayah Jateng bagian barat, masih banyak sampah yang belum tergarap oleh bank sampah tersebut.

Ninik Damiyanti, Plt. Kepala Bidang Pengelolaan Sampah, Limbah B3, Pengendalian dan Kerusakan Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Jateng, menyebut dalam pengelolaan sampah diperlukan sinergi pentahelix yang melibatkan pemerintah, perguruan tinggi, dunia usaha, media massa, serta masyarakat untuk ikut berperan bersama dalam upaya penanggulangan sampah tersebut.

“Dalam hal ini, pemerintah daerah dapat mengambil peran lebih dengan ikut menciptakan ekosistem pengelolaan sampah berbasis ekonomi sirkular lewat regulasi serta kebijakan.

“Dari komitmen tersebut akan muncul inovasi baru. Diharapkan, dengan komitmen dan inovasi dari pemerintah daerah, 5 aspek pengelolaan sampah bisa berjalan dengan utuh,” jelas Ninik dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema Circular Economy Forum 2024 yang digelar di Resto Aroem Semarang pada Rabu (25/9/2024)

iklan
Baca juga:  AMPK Turun Jalan Tuntut Pembebasan Tiga Aktivis

Kegiatan FGD diikuti pelaku usaha, akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), serta sejumlah elemen masyarakat dari berbagai daerah. Digagas sebagai ruang diskusi dan tukar pengalaman terkait isu pengelolaan sampah dalam perspektif ekonomi sirkular.

“Kalau kita bicara hierarki pengelolaan sampah, memang ekonomi sirkular cukup sesuai untuk Indonesia karena kita masih bertumbuh. Sampah ini bagaimana bisa digunakan sebagai sumber daya untuk pertumbuhan ekonomi,” ucap Ninik.

Armytanti Hanum Kasmito, Regional Public Affairs Manager, Coca-Cola Europacific Partners (CCEP) Indonesia menyampaikan, komitmen serupa sudah diimplementasikan oleh dunia usaha. Namun demikian, masih banyak tantangan yang mesti dihadapi untuk ikut mengambil peran dalam upaya pengelolaan sampah.

CCEP sendiri menargetkan untuk mampu mengolah 50% jumlah botol plastik polietilena tereftalat (PET) yang keluar untuk didaur ulang kembali pada 2025 mendatang.

Baca juga:  Baru Dibuka ”Sang Pisang” Kaesang Diserbu Pembeli

Untuk memenuhi target tersebut, CCEP telah membangun fasilitas daur ulang Recycle PET di Kabupaten Cikarang. Beberapa program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) juga dilaksanakan untuk mendukung target tersebut.

“Sayangnya, usaha tersebut masih belum cukup. “LTidak 100% botol yang kami kumpulan bisa semuanya didaur ulang. Sebagian tidak bisa diolah karena sudah terkontaminasi dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA),” tutur Armytanti.

Akademisi Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro (Undip), Fuad Muhammad, menjelaskan, pengelolaan sampah melalui fasilitas bank sampah memang belum banyak mengambil peran. Di tingkat nasional, pengelolaan sampah melalui bank sampah hanya mampu mengakomodir 23% sampah yang terbuang. “Dengan banyaknya jumlah penduduk, maka ini akan menimbulkan masalah yang lebih besar,” lanjutnya.

Fuad juga menyampaikan bahwa masalah tersebut menjadi semakin sulit untuk diurai lantaran minimnya keterlibatan pemangku kebijakan. “Selama ini, sampah hanya dibebankan ke DLHK. Padahal, salah satu solusinya bisa dilakukan dengan mendirikan desa mandiri pada unit terkecil pemerintahan. Syukur-syukur ke depan bisa dibangun pengelolaan sampah berbasis Rukun Tetangga (RT),” tambahnya.

Baca juga:  HUT RI, Warga Kampung di Semarang ini Pameran Kartun

Untuk itu, Fuad menjelaskan, ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk menyelesaikan isu pengelolaan sampah di Jawa Tengah. Pertama, dengan memberikan kesadaran kepada masyarakat, perannya tak semata sebagai penerima layanan pemerintah tetapi juga sebagai produsen sampah.

“Kita juga harus mengurangi jumlah sampah yang dikeluarkan, tetapi susah juga ternyata. Karena penyadaran ini mesti dilakukan tidak hanya di tingkat rumah tangga tetapi juga ke pedagang,” imbuhnya.

Langkah kedua adalah dengan menghidupkan komunitas di level RT, RW, desa, hingga ke level berikutnya untuk memberikan pemahaman mengenai teknik pengelolaan sampah yang berkelanjutan. (ril/muz)

iklan