JATENGPOS.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Pertanian (Kementan) turut berupaya menekan angka kemiskinan sekaligus mensejahterakan petani melalui program padat karya. Program ini juga menjadi kegiatan prioritas nasional dalam rangka mengentaskan pengangguran dan membantu petani miskin.
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) meminta jajarannya agar anggaran tahun 2020 lebih fokus untuk program pemberdayaan warga dan program padat karya yang memberikan kesempatan kerja bagi warga miskin dan menganggur, serta memberi tambahan penghasilan bagi petani miskin.
“Utamakan program padat karya dan berikan kesempatan kerja bagi mereka, yang menganggur di desa dengan model cash for work,” kata Mentan SYL.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) merupakan indikator untuk mengukur tenaga kerja yang tidak terserap oleh pasar kerja. TPT mengalami penurunan dari 2015 sampai dengan 2019 sebesar 0,90 persen poin. TPT pada 2018 sebesar 5,34 persen turun menjadi 5,28 persen pada 2019.
Struktur penduduk bekerja menurut lapangan pekerjaan pada 2019 masih didominasi tiga lapangan pekerjaan utama. Yaitu pertanian sebesar 27,33 persen, perdagangan sebesar 18,81 persen dan industri pengolahan sebesar 14,96 persen.
“Sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo, Program padat karya berbasis pertanian harus menjadi ujung tombak untuk menekan angka kemiskinan, khususnya di desa, serta mengangkat kesejahteraan petani,” kata Mentan SYL.
Sementara, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy menjelaskan, program padat karya merupakan suatu kegiatan produktif yang dilaksanakan dalam rangka memberikan kesempatan kerja dan menambah penghasilan bagi petani miskin.
“Program padat karya infrastruktur pertanian ini diharapkan dapat menyentuh langsung kebutuhan publik sehingga dapat memberikan peningkatan produksi pertanian, juga pengentasan kemiskinan dan penyediaan lapangan kerja bagi petani dan masyarakat sekitarnya yang belum punya pekerjaan tetap,” ujar Sarwo Edhy.
Adapun fokus utama program tersebut adalah pada pembangunan infrastruktur pertanian, seperti pembangunan jalan usaha tani, rehabilitasi jaringan irigasi, pembangunan embung, atau pengembangan prasarana dan sarana pertanian lainnya dengan melibatkan warga masyarakat secara swadaya.
Tak hanya mensejahterkan petani, program padat karya juga bisa sebagai upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional.
“Kegiatan program padat karya oleh masyarakat (P3A dan Poktan) dilakukan melalui pola transfer dana pemerintah langsung ke rekening kelompok penerima manfaat,” tutur Sarwo Edhy.
Pembangunan jalan usaha tani program Kementan misalnya, tahun 2019 telah merealisasikan 68,8 kilometer (km) untuk areal sawah 4.329 ha. Infrastruktur tersebut dibangun di 16 Kabupaten di 8 Provinsi yang melibatkan 144 kelompok tani.
“Dengan adanya jalan usaha tani, sangat membantu petani dalam menjalankan usaha taninya. Selain itu, yang membangun juga para petani sehingga rasa memiliki lebih tinggi untuk turut menjaganya,” ujar Sarwo Edhy.
Tahun 2020, Kementan mencanangkan pembangunan jalan usaha tani pada areal seluas 14.400 hektare di 10 Provinsi, 30 Kabupaten. Peningkatan target lebih dari tiga kali lipat ini karena anggarannya naik menjadi Ro 47,4 miliar untuk 2020 dari sebelumnya Rp 18 miliar pada 2019. Pelaksanaannya akan melibatkan 361 kelompok tani.
“Rencana pembangunan ini sudah diajukan sejak 2019. Program padat karya infrastruktur pertanian ini diharapkan dapat menyentuh langsung kebutuhan publik sehingga dapat memberikan kontribusi selain peningkatan produksi pertanian, juga pengentasan kemiskinan dan penyediaan lapangan kerja,” ungkap Sarwo Edhy.
Selain itu, kegiatan-kegiatan yang dapat dilaksanakan melalui padat karya produktif/infrastruktur Prasarana dan Sarana Pertanian adalah kegiatan mencakup infrastruktur prasarana dan sarana pertanian aspek irigasi pertanian.
“Di antaranya Rehabilitasi Jaringan Irigasi, Pengembangan Sumber-Sumber Air melalui Irigasi Perpipaan/Perpompaan, Pengembangan Embung Pertanian, Normalisasi Saluran Irigasi dan Saluran Drainasi, dan Kegiatan Aspek Pengelolaan Air lainnya, kriterianya adalah adanya sumber air yang dapat dialirkan melalui pipa atau melalui sistim perpompaan” kata Sarwo Edhy.
Syarat dan kriteria penerima bantuan rehabilitasi jaringan irigasi, diutamakan yang tersiernya mengalami kerusakan dan butuh peningkatan. Irigasi primer dan sekundernya harus dalam kondisi baik.
“Luas lahannya minimal 20 hektare untuk komoditas tanaman pangan dan perkebunan. Untuk komoditas hortikultura minimal 4 hektare. Dan untuk peternakan minimal 1 hektare dan ternak sapi minimal 20 ekor,” paparnya.
Sementara, kriteria untuk pengembangan embung pertanian antara lain, relatif dekat dengan lahan usaha tani yang membutuhkan suplesi air irigasi atau daerah endemik kekeringan dan kebanjiran. Diutamakan pada daerah cekungan, terdapat parit-parit alami atau sungai-sungai kecil dengan debit air yang memadai untuk dibendung dan dinaikkan elevasinya untuk keperluan irigasi
“Lokasi untuk untuk pengembangan embung pertanian status kepemilikan harus jelas berasal dari Tanah desa atau hibah Minimal 25 hektare untuk tanaman pangan, 5 hektare untuk hortikultura, 5 hektare untuk perkebunan, dan 5 hektare untuk peternakan,” pungkas Sarwo Edhy.(**)