Program PTSL Diduga Jadi Ajang Pungli

Herlambang Prabowo SA, Sekretaris Komisi B DPRD Kota Semarang

JATENGPOS.CO.ID,  SEMARANG – Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap atau PTSL diduga menjadi ajang pungutan liar atau pungli. Program yang seharusnya membantu rakyat mendapat kepastian hukum atas tanah yang dimilikinya kini justru menjadi beban.

Betapa tidak, para pemohon PTSL diduga harus menyetorkan adana yang besarnya bervariasi tergantung luas lahan yang diajukan. Berdasarkan informasi yang dihimpun, menurut Sekretaris Komisi B DPRD Kota Semarang Herlambang Prabowo SA, besarnya cukup bervariasi.

“Besaran pungli pada pemohon sekitar Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta, padahal ini program presiden dalam rangka membantu rakyat sehingga tidak ada punguta alias gratis,” ujar Herlambang Prabowo SA saat ditemui kemarin.

Baca juga:  AAUI Ingin Jaga Produktivitas

Dikatakan pungli terjadi di sejumlah kelurahan diantaranya Tandang, Sendangguwo, Jomblang dan lain sebagainya. “Beberapa pemohon PTSL menemui saya, mereka mengeluhkan pungli tersebut, jelas ini memberatkan masyarakat ditengah situasi saat ini,” katanya.

iklan

Politisi Partai Gerindra ini menyatakan, jika memang pemohon harus mengeluarkan biaya, panitia harus mengumumkan secara terbuka pada masyarakat. Atau paling tidak melakukan sosialisasi sehingga masyarakat bisa mengetahui.

“Perlu dijelaskan, misalnya untuk biaya pengukuran, biaya makan tim atau biaya yang lain, semua diumumkan sehingga masyarakat bisa menerima,” katanya. Namun yang terjadi saat ini yang terjadi masyarakat malah dipungut sekian juta tanpa penjelasan.

Ditengah situasi yang masih pandemi seperti ini, menurut Herlambang Prabowo SA semestinya aparat pemerintah tidak membebani masyarakat tanpa alasan yang jelas. Untuk itu pihaknya meminta agar pungli yang teranjur diambil agar diserahkan kembali ke pemohon PTSL.

Baca juga:  Warga Mijen Siaga Banjir, Tanggul Kritis Diperbaiki

Ke depan pihaknya berharap agar aparat pemerintah khususnya yang menangani PTSL bisa bekerja secara professional dan sesuai ketentuan perundangan. “Jangan lagi membebani masyarakat kecil yang ingin agar tanahnya memiliki kepastian hukum,” ujar Herlambang. (sgt)

iklan