JATENGPOS.CO.ID, JAKARTA – Program SERASI (Selamatkan Rawa, Petani Sejahtera) menjadi salah satu ikon pemerintah untuk mengoptimalkan lahan rawa untuk usaha pertanian. Tahun ini pemerintah menargetkan pengembangan lahan sub optimal tersebut seluas 500 ribu hektar (ha). Sejauh mana rencana pengembangan lahan rawa untuk mendukung kedaulatan pangan?
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana (PSP) Kementerian Pertanian (Kementan) Sarwo Edhy menjelaskan, SERASI menjadi program utama pemerintah untuk mendorong pengembangan pertanian di lahan rawa. Dari target seluas 500 ribu ha untuk pengembangan lahan rawa, luas lahan itu berada di Sumatera Selatan 250 ribu ha, Kalimantan Selatan 200 ribu ha dan Sulawesi Selatan 50 ribu ha.
“Untuk memanfaatkan lahan rawa tersebut, Badan Litbang Pertanian telah melakukan SID (Survei Investigasi dan Desain). Dari target 100 ribu ha lahan rawa yang bisa dioptimalisasi untuk usaha pertanian, ternyata baru 42 ribu ha yang bisa diselesaikan Badan Litbang Pertanian,” jelas Sarwo Edhy, Selasa (2/4).
Kementan sudah sepakat, sisanya menggunakan SID sederhana yang dibuat kelompok tani bersama konsultan setempat bekerjasama dengan dinas pertanian kabupaten dan provinsi.
“Ini kita lakukan untuk mempercepat proses agar bisa kita lakukan pengelolaan lahan rawa yang ada. SID sederhana itu, caranya kita bisa langsung lihat kondisi fisik di lapangan,” paparnya.
Ini berbeda dengan yang digunakan Badan Litbang Pertanian yang menggunakan satelit. Dengan SID sederhana satuan biaya per hektar juga lebih murah. Diharapkan melalui cara ini mudah-mudahan akhir Desember 2019 bisa tercapai 500 ribu ha.
Untuk daerah yang menjadi lokasi pengembangan lahan rawa untuk usaha pertanian, pemerintah telah memberikan bantuan excavator.
“Di Kalimantan Selatan 63 unit, Sumatera Selatan 69 unit dan Sulawesi Selatan 63 unit juga untuk lima kabupaten,” sebutnya.
Jika melihat data Badan Litbang Pertanian, maka potensi lahan rawa di Indonesia ada sebanyak 32 juta ha. Lahan rawa tersebut tersebar dari Sabang-Merauke. Bahkan yang paling besar potensinya berada di Papua. Namun persoalannya di sana adalah terkendala SDM yang belum siap.
“Dari 32 juta ha lahan rawa tersebut yang berpotensi untuk lahan pertanian sebesar 10 juta ha. Namun untuk tahun ini, kita coba demplot untuk luasan 500 ribu ha,” kata Sarwo Edhy.
Dengan optimasi lahan rawa, Pemerintah harapkan lahan yang sebelumnya mungkin hanya satu kali tanam, maka bisa naik menjadi dua kali. Yang dua kali naik menjadi tiga kali. Artinya optimasi lahan rawa, paling tidak tiap tahun petani bisa tanam dua kali.
“Contohnya di Tanah Laut, Kalimantan Selatan, indeks pertanaman padi di lahan rawa bisa 2,6. Bahkan masyarakatnya cukup antusias mengelola lahan rawa. Namun tetap tergantung kreasi petani dalam mengelola lahannya. Ada yang padi-padi, ada juga padi-jagung-padi dan padi-kedelai-padi,” tutur Sarwo Edhy.
Bukan hanya indeks pertanaman yang naik, produktivitas tanaman juga meningkat. Jika sebelumnya hanya 3 ton/ha menjadi 6-7 ton/ha. Bahkan di Tanah Laut, produktivitas tanaman padi bisa mencapai 6,7 ton/ha.
“Dengan demikian, upaya kita membangunkan lahan rawa adalah untuk meningkatkan kesejahteraan petani,” tambahnya.
Untuk mengelola lahan rawa, Pemerintah memberikan bantuan benih padi, khusus untuk lahan rawa seperti Inpara dan Mekongga. Pupuk subsidi juga pemerintah berikan. Sarana produk lainnya adalah alsintan handtractor roda dua khusus untuk lahan rawa yang bisa mengambang.
“Kita juga berikan pembenah tanah seperti pupuk organik dan dolomit untuk netralisir tanah,” imbuhnya.(rif)