JATENGPOS.CO.ID. PURWOREJO- Peringatan Jumenengan RAA Tjokronagoro I Tahun 2018 dipastikan akan berlangsung meriah hari ini, Selasa (27/2). Pemkab Purworejo bersama para pelaku seni telah menyiapkan 3 pertunjukan tari yang juga dapat disaksikan masyarakat luas di kawasan pendopo kabupaten.
Rangkaian kegiatan akan berlangsung hingga 1 Maret. Menandai kegiatan Jumenengan, sejak 27 Februari pagi hingga sore hari, gamelan peninggalan yang berada di pendopo kabupaten akan dibunyikan oleh para pengrawit pelajar dari berbagai sekolah. Lalu pada malam harinya, akan dilangsungkan resepsi peringatan Jumenengan sekaligus pembukaan pemeran produk unggulan menampilkan sekitar 30 stand.
“Rangkaian peringatan jumenengan dapat disaksikan masyarakat umum dan sekaligus kita proyeksikan untuk menarik wisatawan dari luar,” kata Agung Wibowo, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Purworejo, saat gladi bersih pertunjukan di Pendopo, Minggu (25/2) malam.
Pada malam hari akan disuguhkan 3 tarian. Masing-masing yakni Tari Bedhayan Tjokronagoro, Tari Lawung Jajar, dan Sendratari Greget lan Gumregah. Secara umum, ketiga tari dalam Peringatan Jumenengan tahun ini mengusung kepaduan filosofi, yakni membangkitkan semangat masyarakat untuk mencintai dan membangun Purworejo.
Lewat tarian pertama, Bedhayan, kemegahan dan keagungan Pendopo Kabupaten Purworejo kembali menggambarkan peristiwa bersejarah prosesi penobatan atau pelantikan RAA Tjokronagoro I sebagai Bupati Purworejo pertama pada tanggal 27 Februari 1831 silam.
Bedhayan memang menjadi tarian wajib dalam setiap peringatan Jumenengan dan pada beberapa tahun terakhir biasa disaksikan para pejabat serta masyarakat umum. Namun, meski sudah kerap ditampilkan, tari klasik berpakem yang digarap ulang oleh Dosen ISI Jogjakarta, Darmawan Dadijono MSn itu tetap menjadi magnet perhatian. Suasana sakral yang sarat muatan spiritual tetap mampu mengangkat ruh kewibawaan, kearifan, ketakwaan, serta semangat berkarya RAA Tjokronagoro I untuk Purworejo.
Bedhayan ditarikan oleh 7 penari putri, mereka yakni Melania Sinaring Putri, Sri Ardiati, Dyah Ayu Isti Sumarah, Sentri Captian Ningsih, Rini Setyoningsih, Veronica Deni Puspitasari, dan Swastika Dinar Kasih. Sementara untuk peñata iringan dan pengrawitnya melibatkan gabungan pelaku seni Purworejo.
“Tahun lalu Bedhayan dimunculkan pada adegan akhir dari prosesi pelantikan. Tahun ini dikemas berbeda, tapi dengan esensi yang sama,” kata Melania, salah satu penari yang juga menjadi sutradara dan penata Tari Greget lan Gumregah.
Suasana klasik masih akan kental terasa pada tarian kedua, Lawung Jajar. Tari ciptaan Hamengku Buwono I itu menceritakan kekompakan, kegigihan, serta semangat para prajurit keraton saat berlatih perang untuk melawan penjajahan Belanda.
Adanya filosofi yang mengena dalam tarian itulah yang melandasi Pemkab Purworejo untuk menghadirkan para penari laki-laki langsung dari Jogjakarta. Dalam konteks saat ini, Lawung Jajar dapat menjadi penyemangat masyarakat untuk kompak dan gigih dalam membangun Purworejo.
“Lawung jajar ini juga tarian pakem. Dihadirkan oleh pemkab sebagai apresiasi budaya dalam peringatan Jumenengan,” ujarnya.
Sementara untuk pertunjukan ketiga, Sendratari Greget lan Gumregah, tampil di Pelataran Pendopo. Masyarakat akan diajak untuk menikmati tari garapan Melania yang mengangkat potensi daerah Purworejo. Tari kolosal yang melibatkan puluhan penari lintas generasi itu berusaha menghadirkan beragam potensi Purworejo melalui visualisasi gerak, kostum, dan musik. Mulai dari kuliner Clorot, Manggis, dan Durian, hingga keindahan panorama wisata seperti laut dan pegunungan.
“Dalam tarian ini juga kita angkat produk unggulan Purworejo, seperti batik dan kerajinan. Pada adegan ending, kita sisipi pesan-pesan nasionalisme dari sosok pahlawan asal Purworejo yakni WR Soepratman yang diperankan oleh Rendra Bagus Pamungkas, pemeran tokoh WR Soepratman dalam film Wage,” ungkap Melania. (top/jpnn/muz)