JATENGPOS.CO.ID, BOYOLALI – Ratusan warga mengikuti tradisi sadranan. Sebuah ritual kenduri di areal pemakaman umum untuk mendoakan para leluhur.
Dengan menggunakan tenong maupun tempat makan lainnya yang berisi berbagai makanan, warga datang ke pemakaman umum Dukuh Mlambong, Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Boyolali, Sabtu (2/12) siang. Mereka berasal dari sejumlah dukuh di Desa Sruni dan sekitarnya, antara lain dari Dukuh Mlambong, Gedongsari, Rejosari, Magersari, Tegalsari dan Wonodadi. Serta dari daerah lain yang memiliki leluhur yang dimakamkan di TPU tersebut.
“Tradisi ini sudah berlangsung turun temurun sejak nenek moyang, yang terus dilestarikan,” kata sesepuh warga setempat, Hadi Sutarno.
Tujuannya antara lain untuk mendoakan kepada para leluhur dan sanak keluarganya yang telah meninggal dunia, agar diampuni dosa-dosanya dan mendapat tempat yang layak disisi Tuhan. Selain itu juga sebagai bentuk syukur kepada Tuhan atas rejeki yang telah dilimpahkan.
Sadranan dilaksanakan setiap bulan Mulud (penanggalan jawa), sehingga oleh warga biasa disebut Muludan. Selain itu juga dalam rangka peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Acara diawali dengan kegiatan bubak atau bersih-bersih makam, yang telah dilakukan sehari sebelumnya atau Jumat (1/12) pagi. Kemudian hari ini dilaksanakan tradisi tinggalan nenek moyang tersebut.
Kenduri sadranan digelar di tengah makam, di bawah pohon bunga kantil besar yang sudah berumur ratusan tahun. Kebetulan cuaca hari ini tidak hujan.
Dalam tradisi ini dilakukan pembacaan tahlil dan surat Yasin. Setelah doa bersama, kemudian makanan yang dibawa dan dimasukkan tenong itu dimakan bersama-sama. Mereka juga saling tukar makanan.
“Di Dukuh Mlambong, Desa Sruni, tradisi sadranan berlangsung dua kali dalam setiap tahun. Selain di bulan Mulud, juga dilaksanakan di bulan Ruwah,” imbuhnya. (aji/saf)