JATENGPOS.CO.ID, SUKOHARJO – Gelombang protes soal kenaikan tarif iuran BPJS kesehatan makin meluas. Dimungkinkan akan muncul pertentangan secara hukum, misalkan gugatan Class Action ataupun gugatan pada MA untuk kembali dibatalkan.
Seperti diungkapkan Ketua Lembaga Penyelamat Aset dan Anggaran Belanja Negara Republik Indonesia (LAPAAN RI), BRM Kusumo Putro, keputusan pemerintah menaikkan tarif BPJS sudah menimbulkan banyak polemik.
“Mungkin memang kebijakan tersebut baik dan mendesak, tapi turun disaat yang tidak tepat, saat masa pandemi Covid19 dimana rakyat kesulitan ekonomi dan terpuruk. Hal ini bisa membuat rakyat membenci pemerintah yang dianggap tidak pro rakyat,” tandas Kusumo, saat berbincang dengan Jatengpos, Sabtu (16/5/2020).
Tidak menutup kemungkin pihaknya bersama LAPAAN RI, sekaligus seorang pengacara anggota dari PERADI ini akan melakukan Class Action atau legal Standing bersama masyarakat yang merasa tercederai dengan keputusan kenaikan tarif BPJS kesehatan tersebut.
“Pertama kami minta DPR-RI sebagai wakil rakyat segera memanggil direktur BPJS kesehatan secara resmi, untuk klarifikasi soal urgensitas kenaikan tersebut. Harus ada penjelasannya, rakyat jangan dibodohi dengan kebijakan tanpa alasan. Ajak masyarakat ikut memahami, kalau memang kebijakan tersebut mendesak diputuskan dimasa sulit ini,” kata Kusumo.
Bila memang ada yang salah dalam proses kenaikan tarif tersebut, baru ia akan melakukan Class Action. Apalagi kebijakan tersebut dinilai menentang putusan Mahkamah Agung (MA), yang menganulir Perpres no 75 tahun 2020 atau membatalkan kenaikan tarif iuran BPJS kesehatan.
Ironisnya lagi, di tengah polemik kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan ini pemerintah justru menggelontorkan dana besar untuk membiayai BUMN. Padahal harusnya di tengah kondisi saat ini, kesehatan dan keselamatan rakyat menjasi prioritas utama.
Seperti yang disampaikan Ketua Badan anggaran DPR, Said Abdullah, pemerintah akan menyuntikkan dana Rp 57,92 triliun kepada BUMN. Nilai tersebut terdiri dari penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 25,27 triliun dan talangan sebesar Rp 32,65 triliun.
“Gurauan apa lagi ini, Hal ini jelas-jelas mencederai rasa keadilan. Di satu sisi rakyat ditekan dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Tapi di sisi lain, pemerintah justru memanjakan BUMN. Yang menurut saya belum terlalu mendesak kebutuhannya. Kembali kami tegaskan agar pemerintah mengkaji ulang kenaikan tarif iuran BPJS kesehatan,” tandas Kusumo. (dea/bis)