Dulunya Telik Sandi Sambernyowo Tradisi Sadranan Makam Syeh Kadipolo di Celong

JATENGPOS.CO.IDSALATIGA – Menjelang datangnya bulan suci Ramadhan atau saat bulan Ruwah dalam penanggalan Jawa, sudah menjadi tradisi untuk melakukan sadranan atau ziarah ke makam.

Tidak hanya ziarah ke orang tua atau sanak family yang yang sudah meninggal saja, melainkan juga ziarah ke leluhur atau pepunden desa setempat.

Sebagaimana yang dilakukan warga Celong, Kecamatan Tingkir Salatiga. Warga nyadran ke makam Syeh Kadipolo. Selain Syeh Kadipolo ada 4 makam pengikutnya yang berada dalam satu komplek makam.

Dalam ziarah nyadran itu, warga yang dipimpin pemuka agama setempat melantunkan tahlil,kemudian dilanjutkan dengan doa-doa kepada Tuhan YME. Warga juga dengan sukarela menyediakan nasi bungkus dan jajan pasar untuk dimakan bersama-sama. “ Sadranan ini merupakan tradisi penuh karifan lokal.

Pelajaran lain yang bisa kita petik adalah kebersamaan dan kegotongroyongan. Warga bersama-sama berdoa ke makama leluhur, sebelumnya kerja bhakti bersih-bersih makam,” kata  Kuntarsih (52) warga Blondo Celong RT. 06 RW 08, Kelurahan Kutowinangun Kidul yang merupakan pemerhati budaya dan sejarah setempat.

Siapakah Syeh Kadipolo itu? menurut Kuntarsih yang masih trah Mangkunegaran, Solo, menjelaskan, Syeh Kadipolo nama aslinya Pangeran Unduh. Beberapa bulan sebelum Perjanjian Salatiga, Pangeran Unduh ditugaskan oleh Raden Mas Said atau Pangeran Sambernyowo untuk melakukan kegiatan telik sandi atau bahasa sekarang kegiatan intelejen di Salatiga.

Hal itu untuk memastikan keamanan Pangeran Sambernyawa, ketikanya nantinya berada di Salatiga, jangan sampai saat perundingan di Salatiga terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Singkat cerita, ketika sampai di Salatiga, Pangeran Unduh bersama 4 orang pengawalnya bermukim di sebuah daerah yang saat ini dinamakan kampung Celong. Celong sendiri memiliki arti cekungan yang tersembunyi. Bisa dikatakan dipilihnya daerah itu agar keberadaan Pangeran Unduh tidak diketahui pihak Belanda.

Selain itu agar identitasnya tidak diketahui pihak Belanda, maka Pangeran Unduh memakai nama alias yaitu Syeh Kadipolo. Selain melakukan kegiatan telik sandi bersama para pengawalnya, ia juga melakukan syiar Islam dengan mengajari ilmu agama warga sekitar.

Bahkan sebelum Perjanjian Salatiga, Pangeran Sambernyowo sempat singgah terlebih dahulu menemui Syeh Kadipolo untuk diajak meditasi ke Gua Gupita, peninggalan Joko Tingkir di Blondo Celong. Berdoa kepada Tuhan YME agar pernjanjiannya dengan Kasunanan Surakarta dan Belanda berjalan lancar.

Bisa dikatakan tugas yang diemban Syeh Kadipolo sukses, karena Perjanjian Salatiga bejalan aman dan lancar dengan lahirnya Pura Mangkunegaran. Setelah tugasnya selesai, ternyata Syeh Kadipolo dan empat pengikutnya tetap memilih tinggal di Celong hingga akhir hayatnya.

Selain mengajari ilmu agama, Syeh Kadipolo dan juga empat pengikutnya juga mengajarkan ilmu bela diri kepada warga sekitar yang mau belajar.

Makam Syeh Kadipolo menjadi pepunden atau makam leluhur bagi warga Blondo Celong. Sehingga setiap kali acara sadranan, warga  berziarah dan mengirim doa. (deb)