JATENGPOS.CO.ID, KARANGANYAR – Legislator Dapil Jateng IV (Karanganyar, Wonogiri, Sragen) Luluk Nur Hamidah bersama Kapolda Jateng Irjen Pol Ahmad Luthfi mengunjungi Habib Syech Abdul Qodir Assegaf di Gedung Bustanul ‘Asyiqin, Kamis (18/6). Luluk meminta Pemerintah memperhatikan pesantren, pasalnya sejumlah kebijakan dinilai masih diskriminatif.
Dalam rilisnya, disebutkan Habib Syech antusias menyambut kehadiran ketua DPP PKB bidang hubungan internasional itu, Habib meminta Srikandi PKB ini duduk disamping kirinya, sementara Kapolda Jateng yang tiba beberapa menit lebih awal duduk disebelah kanan Habib Syech. Hadir juga Kapolresta Solo Kombes Pol Andy Rifai, juga beberapa jajaran petinggi Polda Jateng seperti Dir intelkam Polda Jateng Kombes Yuda Gustawan. Ada juga Kabid Humas Polda Jateng Kombes Iskandar Fitriana Sutisna hingga Kabid Propam Polda Jateng Kombes Mukiya. Turut hadir kemudian, Pengasuh Ponpes Al Quraniy Az Zayadiy, KH Abdul Karim (Gus Karim) yang dikenal sebagai guru ngaji Presiden Joko Widodo.
Dalam kesempatan itu, Luluk menegaskan, PKB akan selalu berjuang untuk pesantren setelah sebelumnya sukses mengawal lahirnya UU Pesantren.Tidak terkecuali pada saat pemerintah akan menerapkan New Normal. Maka PKB meminta agar pesantren tidak dianaktirikan.
Pesantren menurut Mbak Luluk, (Panggilan akrab anggota Komisi IV DPR RI ini) merupakan salah satu lembaga pendidikan tertua di Indonesia yang memiliki peran dan kontribusi yang besar dalam mengawal perjalanan bangsa Indonesia, terutama dalam pembentukan nation-state negara bangsa Indonesia, hingga era kemerdekaan dan seterusnya sampai hari ini.
“Pesantren bukan hanya sekedar lembaga keagamaan yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan baik klasikal maupun non formal, tapi juga sekaligus laboratorium sosial yang terbukti mampu melahirkan para pemimpin bangsa yang tangguh dan responsif,” jelasnya.
Mbak Luluk menambhakan, selama masa Pandemi, hampir keseluruhan pesantren di Indonesia yang kini mencapai 28.000 dengan santri/murid hingga 4 juta orang, semuanya berada dibelakang pemerintah. Tidak ada pesantren khususnya di bawah naungan NU yang membangkang anjuran pemerintah. Sejak wabah corona merebak, hampir seluruh pesantren diliburkan. Hanya saja, pemerintah dinilai diskriminatif terhadap pesantren yaitu ketika pendidikan formal “dipaksa” melakukan transformasi pembelajaran dari luring ke daring, justru pesantren tidak masuk dalam skenario tersebut. Hampir tidak ada formulasi kedua yang bisa diaplikasikan untuk tetap melanjutkan proses pembelajaran di pesantren. Bahkan, hampir tidak ada pembelajaran virtual yang dilakukan di pondok pesantren karena minimnya akses digital. Pemerintah juga hampir tidak memiliki amunisi cadangan untuk merumuskan pembelajaran di pondok pesantren di masa Pandemi Covid 19.
“Kita minta agar pemerintah sungguh-sungguh memikirkan pesantren dan menyediakan bantuan baik sarana dan prasarana ( asrama, kamar mandi,toilet dan sanitasi, air bersih), pusat kesehatan pesantren, serta anggaran yang memadai untuk mendukung proses belajar mengajar di Pesantren selama periode New Normal. Kemudahan akses Digital sekaligus peningkatan SDM Pesantren harus dilakukan agar kemanfaatan adaptif pesantren menghadapi New Normal dapat berjalan dengan baik” tandasnya. (yas).