JATENGPOS.CO.ID, MAKKAH – Setelah melaksanakan rangkaian ibadah haji di tanah suci, jamaah haji gelombang pertama akan pulang ke tanah air. Dijadwalkan kloter paling awal Jawa Tengah tiba di embarkasi Solo tanggal 5 Juli 2023. Namun sebelum pulang, mereka harus melakukan towaf wada. Apakah towaf wadak?
Bejan Syahidan, wartawan Jateng Pos, dari Makkah Almukarromah, melaporkan, towaf wadak adalah towaf berpamitan dengan Baitulloh (masjidil Haram). Jamaah haji atau umroh, semuanya harus towaf wadak sebelum meninggalkan masjidil Haram.
Orang yang sudah towaf wadak tidak boleh lagi masuk masjidil Haram karena sudah berpamitan. Begitupun tidak boleh lagi berlama-lama tinggal di tanah haram (Makkah-Madinah). Kecuali sudah pulang tanah air, nantinya boleh lagi datang untuk umroh atau berhaji.
Towaf wadak hukumnya sunnah. Sedangkan untuk pelaksanaan towaf wadak, prinsipnya sama dengan towaf lainya mengelilingi kabah 7 kali. Cuma tidak usah berikrom dan tidak usah melakukan sai dan tahalul. Pakaianya bebas. Setelah selesai langsung keluar masjidil Haram. Tentu tetap harus suci dari hadast besar dan kecil saat towaf. Untuk wanita haid, tidak diharuskan melakukanya.
Dari pantauan Jateng Pos di masjidil Haram Senin pagi 3 Juli 2023, hari-hari terakhir ini jamaah tampak tumplek blek di masjidil Haram. Mereka menyerbu masuk masjid untuk towaf wadak tersebut. Artinya, mereka yang sudah towaf wadak, mulai Selasa 4 Juni sudah bertolak ke tanah air. Disusul kloter-kloter berikutnya untuk melakukan hal yang sama. Dalam sehari peswat Garuda bisa menerbangkan 3-4 kloter SOC (embarkasi) Solo. Selain towaf wadak, mereka menyerbu masuk masjid untuk memanfaatkan waktu yang tersisa. Mumpung masih di tanah haram, sholat 5 waktu akan dimaksimalkan di haram. Biasanya di masjid hotel atau kampung. Sehingga suasana masjidil Haram super padat lagi seperti puncak haji.
Tetapi untuk gelombang dua, mereka masih akan stay 30 harian untuk ibadah 5 waktu di masjidil haram. Kira-kira 9 hari sebelum pulang, mereka akan pindah ke Madinah untuk arbain 8 hari. Setelah arbain baru pulang ke tanah air langsung dari Madinah. Arbain adalah sholat 40 waktu berjamaah di masjid Nabawi tanpa putus. Hukumnya juga sunnah. Jadi bedanya gelombang satu dan gelombang dua terletak pada arbainya. Gelombang satu arbain di awal baru haji. Gelombang dua datang langsung haji baru arbain. Karena baik gelombang satu maupun dua, waktu hajinya sama. Yakni tanggal 9 – 14 Zulhijah. Melakukan puncak haji Armuzna (Wukuf di Arofah, Mengambil Batu di Muzdalifah, dan lempar jumroh di Mina).
Hukum Tawaf Wada
Masih dari buku Fiqih Sunnah, dikatakan bahwa tawaf Wada merupakan ibadah yang disyariatkan sesuai sabda Rasul SAW:
لا يَنْفِرَنَّ أَحَدٌ حَتَّى يَكُونَ آخِرُ عَهْدِهِ بِالْبَيْتِ
Artinya: “Janganlah salah seorang di antara kalian keluar (meninggalkan Makkah) kecuali akhir keberadaannya ada di Baitullah (melakukan tawaf).” (HR Muslim & Abu Dawud)
Namun para ulama berbeda pandangan terkait hukum pelaksanannya. Madzhab Hambali, Hanafi dan sebagian pendapat di kalangan Syafi’i menyatakan tawaf Wada hukumnya adalah wajib, sehingga bila ditinggalkan maka jemaah harus membayar dam (denda).
Imam Malik, Abu Dawud, Ibnu Mundzir dan sebagian pendapat kalangan Syafi’i lainnya memahami tawaf Wada sebagai ibadah yang hukumnya sunnah. Dan jika tidak dikerjakan, maka tidak wajib membayar denda.
Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi melalui kitab Minhajul Muslim menyebutkan, “Thawaf Wada adalah amalan sunnah yang diwajibkan. Oleh karena itu, barang siapa tidak melakukannya tidak karena uzur, ia wajib membayar dam. Dan barang siapa tidak mengerjakannya karena uzur, ia tidak wajib membayar dam.”
Adapun ulama turut membahas pelaksanaan tawaf Wada bagi wanita haid, apakah bagi mereka tetap mesti melakukannya atau tidak. Abdullah bin Abdurrahman Alu Bassam dalam kitabnya menukil pendapat mayoritas ulama, “Jumhur ulama, di antara mereka tiga imam, mewajibkannya (tawaf Wada) kecuali (atas) wanita haid, yang didasarkan kepada zhahir perintah.”
Dijelaskan, perempuan haid yang sebelumnya telah melaksanakan tawaf Ifadhah maka ia tak perlu melaksanakan tawaf Wada. Sebagaimana sabda Nabi SAW ketika istrinya, Shafiyah mengalami haid saat berhaji kemudian ia bertanya kepada beliau.
Rasulullah SAW balik bertanya, “Apakah kita harus menunggunya (karena haid)?” Para sahabat menjawab, “Sesungguhnya Shafiyah sudah melaksanakan tawaf Ifadhah.” Rasul SAW lalu bersabda, “Kalau begitu kita tidak harus menunggunya.” (HR Bukhari & Muslim). (*)