29.5 C
Semarang
Kamis, 14 Agustus 2025

Warga Perum Punsae Minta Toleransi Pembayaran, PT ACK Jalankan Kesepakatan Awal

JATENGPOS.CO.ID, UNGARAN- Warga Perumahan Ungaran Asri Regency (Punsae) Desa Kalongan Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, kembali mengadu ke DPRD Kabupaten Semarang terkait masalah kredit rumah mereka yang belum kunjung selesai, Rabu (13/8/2025). Audiensi dihadiri pihak PT ACK selaku pengembang Punsae dan pihak BTN.

Kali ini, para konsumen rumah bersubsidi itu mengaku keberatan karena diharuskan membayar uang pelunasan rumahnya antara Rp 40 juta hingga Rp 80 juta dalam jangka waktu satu tahun.

“Kami keberatan karena kami membeli rumah tersebut secara cash (tunai) kepada pengembang lama. Mengenai uang tersebut disalahgunakan dan sertifikat dijaminkan di BTN kami tidak tahu,” ujar Diah Ayu, salah seorang warga Punsae.

“Kami kalau disuruh membayar lagi, kami memiliki itikad baik. Yakni secara konsisten membayar semampunya dan tanpa bunga,” tambahnya Diah.

Menurut Diah, persoalan antara pengembang lama Punsae yakni Billy Murwantioko dengan BTN, di luar tanggungjawab konsumen. Sertifikat rumahnya masih di BTN karena masih memiliki tanggungan.

“Ada 25 orang yang nasibnya serupa dengan saya, sudah bayar cash sesuai harga rumah, namun tetap disuruh membayar lagi,” tandasnya.

Baca juga:  Penyerahan Laporan Hasil Penilaian Budaya Kerja dan Kinerja Perangkat Daerah Tahun 2021 dan Sosialiasi Penilaian Kepatuhan Tahun 2022

Kuasa hukum PT Atika kusumadityo menjelaskan pihaknya bersama warga sebenarnya sudah pernah membuat kesepakatan bersama disaksikan Bareskrim Polri. Pihaknya mempertanyakan perjanjian pertama belum dijalankan sudah minta perjanjian baru.

“Sebelumnya sudah sepakat bareng disaksikan pihak kepolisian. Misalkan ada 100 warga setuju, lalu 25 orang tidak setuju. Masak harus menuruti yang 25 kan tidak mungkin,” ujar Aditya –panggilan akrabnya—.

Aditya menjelaskan PT ACK mengeluarkan lebih dari Rp 2 miliar untuk menebus sertifikat ke BPN termasuk Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB),  menurutnya uang tersebut berasal dari dana pribadi Direktur PT ACK, Prayitno.

“Karena dulu waktu penyerahan dari direktur lama dengan direktur baru dipegang pak Prayit, tidak mengetahui ada konsumen perumahan yang sudah lunas, ternyata jumlahnya sangat banyak. Seluruh uang sudah dibayarkan ke direktur lama (Billy Murwantioko, red), tidak dimasukan ke kas PT ACK. Pak Prayit karena simpati kepada para korban, membayar menggunakan uang pribadi sekitar Rp 1,5 ke BTN untuk menerbitkan sertifikat konsumen. Perusahaan saat ini juga sudah tidak beroperasi,” tandasnya.

Baca juga:  Wabin Rutan Salatiga Doa Bersama untuk Korban Lapas Tanggerang

Anggota Komisi C DPRD Kabupaten Semarang Hari Sulistyono mengatakan pertemuan yang dilangsungkan bersifat mediasi.

“Dari hasil audensi pertama diadakan tiga bulan lalu dari pihak pengembang PT. ACK bersepakat dengan 45 orang dari 90 orang nasabah untuk menyelesaikan dengan munculnya Surat Kesepakatan Bersama. Dari sisa 45 nasabah tersebut ada 17 nasabah lagi yang akan bersepakat dengan pengembang dan pihak perbankan,” kata Hari.

Hari menegaskan bahwa DPRD Kabupaten Semarang tidak akan ikut campur jika persoalan telah masuk ke ranah hukum.

“Kami juga tidak akan mengintervensi salah satu pihak jika melakukan sesuatu yang di luar ranah kami, harapannya semua segera selesai dengan baik,” kata Hari.

Ada pun ranah dari permasalah ini bila sudah saling menempuh jalur hukum Komisi C tidak bisa ikut bercampur tangan dalam posisi hal ini.

“Apalagi mengintervensi salah satu pihak melakukan sesuatu yang di luar ranah kami. Diharapkan semua masalah ini segera selesai,” tandasnya. (muz)


TERKINI

Rekomendasi

Lainnya