JATENGPOS.CO.ID, SEMARANG – Mayor Inf Ely Purwadi SIP MIP terlahir dari keluarga sederhana, bukan dari keluarga tentara atau polisi. Orangtuanya seorang guru, ia lahir di daerah yang terbilang cukup tertinggal di Banyumas. Bisa dikatakan daerah pinggiran dengan akses terbatas. Ia berjuang sendiri untuk meraih cita-citanya menjadi prajurit, hanya mengandalkan doa orang tua dan garis tangan yang telah diberikan Tuhan kepadanya.
“Saya lahir didaerah yang bisa dikatakan cukup tertinggal di Banyumas, pinggiran lah. Daerah yang memiliki akses terbatas. Dulu waktu kecil saya sering melihat pembuatan jalan, pembangunan jembatan dan yang mengerjakan semuanya TNI. Dari melihat hal itu timbul ingin menjadi tentara. Orang tua saya guru, ndak ada keluarga saya dari tentara atau polisi. Semua karena doa orang tua dan takdir yang sudah ditetapkan Allah untuk saya,” katanya.
Mayor Inf Ely, menceritakan bahwa apa yang ia raih sekarang atas dasar apa yang dikatakan Ayahandanya bahwa jadilah orang yang selalu berbuat baik dengan berbuat baik maka hasilnya pun akan baik. Kata-kata itulah yang menjadi prinsip hidupnya bahwa Berbuat baik itu tidak ada batasnya, berbuat baik bisa dengan siapa saja. Baginya menjadi tentara adalah salah satu jalan berbuat baik. Prajurit adalah panggilan jiwa, prajurit lahir dari rakyat dan untuk rakyat. Pengalaman bertugas dibeberapa daerah di Indonesia juga semakin membuatnya menjunjung tinggi toleransi.
“Waktu itu, saat saya masih kecil ada masalah antara Ayahanda dengan keluarga besar. Saya masih ingat, kala itu Ayahanda meminta kami (saya dan ketiga adik saya) untuk bersembunyi. Dalam situasi tersebut kami mengingtip dan melihat apa yang terjadi dengan Ayahanda. Waktu itu saya berkata kepada Ayahanda untuk berjuang menjadi orang sukses supaya bisa membalas perlakuan orang-orang itu kepada Ayahanda. Namun Ayahanda berkata jangan. Berbuat baiklah kepada semua orang supaya hidupmu semakin baik. Kata-kata beliau itulah yang selalu saya ingat hingga sekarang,” imbuhnya.
Baginya menjadi tentara adalah garis tangan dari Tuhan yang harus ia jalani, semua orang memiliki garis tangan. Hidup/Mati, Rejeki dan Jodoh sudah Tuhan berikan kepada semua hambanya bahkan sebelum dilahirkan. Oleh karena itu selama menjalani tugasnya menjadi prajurit ia merasa tidak terbebani meskipun tugas TNI tidaklah mudah. Selain itu, kuncinya adalah ikhlas dan bersyukur.
“Semua orang sudah ada garis tangannya masing-masing jadi syukuri dan jalani dengan ikhlas,” katanya sambil menunjuk garis yang ada ditangannya.
Menjadi tentara tidaklah mudah, harus siap menjalankan tugas meski harus meninggalkan istri dan anak untuk waktu yang lama. Hidup dan mati seakan hanya dipisahkan garis tipis apalagi tugas didaerah konflik. Mayor Inf Ely pun menyadari hal itu, ia selalu menekankan kepada keluarga terutama istrinya bahwa apa yang ia jalani sekarang adalah hal yang baik dan hasilnya pun akan baik pula.
“Jelas keluarga pasti khawatir jika dapat tugas keluar apalagi ke daerah konflik. Saya meyakinkan kepada mereka bahwa apa yang saya jalani adalah sesuatu yang baik. Niatnya baik, prosesnya baik dan saya yakin hasilnya pun baik. Lalu apa yang perlu dikhawatirkan,” pungkas Bapak dengan empat anak tersebut.
Saat ini ia sangat bersyukur mendapatkan amanah sebagai Komandan Batalyon Raider 400/BR Semarang, senang sekali rasanya berada di Jawa Tengah. Dekat dengan kampung halaman, situasi lebih kondusif dan tentu keluarga lebih tenang. Mayor Inf Ely sendiri mempunyai seorang istri yang berasal dari daerah yang sama (sama-sama Ngapak). Ketiga adiknya berhasil mengikuti kiprahnya ada yang jadi Brigadir Polisi, ada yang jadi guru, ada yang jadi tentara juga namun hanya dirinya seorang perwira TNI. Ia alumni Akmil tahun 2004.(akh)
