JATENGPOS.CO.ID,SEMARANG – Kasus penipuan yang viral di sosial media X yang diduga dilakukan Singgih Shahara, komika asal Semarang, akhirnya dimediasi dengan korban.
Singgih Shahara diduga sebelumnya melakukan penipuan berkedok meminta donasi dengan alasan untuk ibu dan anaknya yang sakit.
Dari tindak penipuan yang dilakukan berkedok donasi tersebut, Singgih mendapatkan uang Rp 250 juta.
Zulfikar Akbar, salah satu perwakilan korban mencoba melakukan mediasi dengan Singgih di Semarang atau tepatnya di kantor Kelurahan Karanganyar Gunung, Kecamatan Candisari.
“Kami mediasi dengan melibatkan Yayasan dari Magelang, pihak Kitabisa dan saudara Singgih sendiri. Saya berbicara untuk mencari jalan terbaik atas kasus tersebut,” terangnya, usai mediasi bersama pelaku.
Dari hasil mediasi tersebut, Zulfikar mengungkapkan jika Singgih mau bertanggung jawab atas perbuatannya.
“Dia mengakui dan mau bertanggung jawab serta menerima konsekuensi atas perbuatan yang dilakukan,” katanya.
Ditempat yang sama, Nurhayi Budi Wahyuningtias, Lurah Karanganyar Gunung, menyampaikan, mediasi antara Singgih Sahara dengan perwakilan korban serta platform amal Kitabisa berjalan lancar.
“Kami fasilitasi mediasi tersebut yang dilakukan di kelurahan karena apabila di rumah dikhawatirkan akan menimbulkan kegaduhan,” kata Tias sapaan akrabnya.
Tias menambahkan dari hasil mediasi tadi, Singgih mengatakan akan kooperatif dengan menandatangani surat pernyataan.
“Dia sudah minta maaf dan mau bertanggung jawab, kemudian setelah mengaku kooperatif, Singgih juga bersepakat dengan Kitabisa untuk mengembalikan uangnya,” imbuh Tias.
Dari platform Kitabisa memberikan deadline sampai 30 Juni 2024. Apabila belum bisa mengganti maka akan diteruskan ke proses hukum. Kemudian dari Kitabisa juga meminta print out rekening koran di rekening BCA sejak tahun 2021.
Saat didata oleh Zulfikar mengenai berapa saja uang yang sudah didonasikan kepada Singgih, penyumbang paling banyak ada Rp 15 juta.
Setelah mediasi, Singgih mengaku jika semua uang itu tidak sepenuhnya diapakai untuk pengobatan.
Dari uang Rp 250 juta itu yang digunakan untuk pengobatan ibu dan anaknya hanya Rp 50 juta. Lalu yang Rp 200 juta digunakan untuk kontrakan sekitar Rp 10 juta per tahun dan melunasi pinjol. (ucl/jan)