spot_img
28.5 C
Semarang
Jumat, 27 Juni 2025
spot_img

Dua Caleg Terpilih PDIP Diganti, KPU Sukoharjo: Penggantian Caleg Wewenang Parpol

JATENGPOS. CP. OD, SUKOHARJO – Setelah menggelar pleno, KPU Sukoharjo akhirnya mengganti dan menetapkan dua caleg PDIP yang diketahui terganjal aturan Komandante.

Dua caleg tersebut adalah Aristya Tiwi Pramudiyatna caleg dari dapil 2 dan Ngadiyanto caleg dapil 5. Keduanya sudah ditetapkan dengan Keputusan KPU Sukoharjo Nomor 637 tentang penetapan calon terpilih anggota DPRD Sukoharjo.

Namun berdasar Keputusan KPU Nomor 638 tahun 2024 tentang Perubahan Keputusan KPU Sukoharjo Nomor 637, kedua caleg tersebut diganti. Aristya digantikan Jaka Triyatno yang memperoleh suara 3.989, dan Ngadiyanto digantikan Anton Purwo Saputro dengan perolehan suara sebanyak 5.975.

Ketua KPU Sukoharjo Syakbani Eko Raharjo mengatakan perubahan keputusan caleg terpilih tersebut berdasarkan surat permohonan dari DPC PDIP yang diantaranya dilampiri pernyataan kesediaan mundur caleg yang bersangkutan.

“Peserta pemilu adalah partai maka kami berhubungan dengan surat partai. Kami tidak berhubungan langsung dengan caleg. Mengenai alasan perubahan caleg itu menjadi kewenangan partai bukan ranah kami,” ungkap Syakbani.

Dalam Keputusan KPU Nomor 638 tahun 2024 tentang Perubahan Keputusan KPU Sukoharjo Nomor 637 tentang penetapan calon terpilih anggota DPRD Sukoharjo, ada tiga putusan dalam surat tersebut.

Pertama, menetapkan perubahan daftar calon terpilih, kedua menetapkan penggantian calon terpilih. Ketiga calon terpilih didasarkan pada DCT anggota DPRD yang memperoleh suara terbanyak berikutnya dari Parpol di dapil yang bersangkutan. Keputusan tersebut mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, yakni 10 Mei 2024.

Menanggapi keputusan tersebut, Sri Sumanta kuasa hukum dari Aristya Tiwi dan Ngadiyanto mengatakan, pada prinsipnya langkah hukum akan segera diambil. Dia akan melakukan somasi kepada KPU.

“Salah satu poin dalam somasi tersebut adalah, jika KPU Sukoharjo dan atau pihak lain yang berupaya melakukan tindakan inkonstitusional, termasuk memaksakan adanya surat pernyataan kesediaan mengundurkan diri seolah-olah bahkan dimaknai surat pernyataan mengundurkan diri, patut diduga KPU dan pihak lain patut diduga melakukan perbuatan melawan hukum,”kata Sumanta.

Yakni, menyalahgunakan kewenangan, dan atau melakukan pemalsuan surat sebagaimana diatur dalam pasal 263 KUHP, dan atau adanya dugaan pelanggaran hukum lainnya, baik TUN/Perdata/Elektronik sebagai penyelenggara pemilu.

“Dalam surat somasi tersebut sudah kami sampaikan, kami tinggal menunggu mana yang akan kami dahulukan,” pungkas Sri Sumanta. (dea/jan)

spot_img

TERKINI