spot_img
28.8 C
Semarang
Jumat, 27 Juni 2025
spot_img

Seksinya Koalisi Kebersamaan di Tengah Misteri Rekomendasi Pilkada Karanganyar

JATENGPOS. CO. ID, KARANGANYAR-Peta politik jelang Pilkada Karanganyar masih diselimuti misteri. Lantaran baru sejumlah partai yang resmi menyatakan rekomendasi.

Tercatat 3 Partai di Bumi Intanpari yakni Partai Golkar, Partai Demokrat, dan Partai Gerindra yang sudah membuka kartu rekomendasi dalam kontestasi 5 tahunan memperebutkan kursi Bupati dan Wakil Bupati Karanganyar tersebut.

Dari 3 rekomendasi itu memunculkan 2 pasangan calon (Paslon) yakni Ilyas Akbar Almadani dan Tri Hariyadi dari koalisi Partai Golkar dan Demokrat. Sedangkan Partai Gerindra menugaskan Ketua Partai Gerindra Karanganyar, Ade Eliana menjadi Wakil Bupati Karanganyar mendampingi Rober Christanto dari PDIP.

Langkah Partai Gerindra ini menarik untuk dicermati. Sebab, arahnya bersebrangan dengan trend politik nasional di mana Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang menjadi pemenang Pilihan Presiden (Pilpres) diharapkan bisa solid hingga Pilkada.

Pada Pilihan Gubernur (Pilgub), di Jawa Tengah trend KIM yang solid juga masih terjaga. Padahal KPU menjadwalkan Pilgub dan Pilbup nanti serentak pada 27 November 2024. Namun, pilihan menyeberang di Pilkada Karanganyar itu tetap saja dilakukan.

Partai Gerindra juga sangat berani mengeluarkan rekomendasi paslon Pilkada Karanganyar. Padahal, PDIP saja belum mengeluarkan rekomendasi resmi terhadap kadernya yang bakal bertarung di kontestasi 5 tahunan tersebut.

Ketua DPC PDIP Karanganyar, Bagus Selo saat ditanya terkait kejelasan rekomendasi PDIP untuk Pilkada Karanganyar juga hanya bisa menunggu kabar dari DPP PDIP. Karena terkait rekomendasi Pilkada itu sepenuhnya wewenang DPP PDIP.
“Rekomendasi itu kan masih menunggu dari DPP PDIP. Kewenangan DPP itu,” terang Bagus Selo yang juga Ketua DPRD Karanganyar tersebut.

Sedangkan terkait rekomendasi Partai Gerindra, Ade Eliana mengaku, sebagai prajurit hanya bisa siap menjalankan perintah Partai. Ia menegaskan akan patuh pada peraturan yang berlaku, termasuk jika harus mundur dari anggota DPRD Karanganyar.
Meski sudah mendapatkan rekomendasi, ia masih terus menjalin komunikasi intens dengan Koalisi Kebersamaan.

“Politik itu kan the art of possible. Jadi semua masih mungkin. Komunikasi ya intens dengan semua partai. Yang jelas di Koalisi Kebersamaan kita solid,” jelasnya.

Meski mendapatkan rekomendasi dari Partai Gerindra untuk berkoalisi dengan PDIP dan berpasangan dengan Rober Christanto. Ade mengungkapkan, saat ini Gerindra Karanganyar masih tetap di Koalisi Kebersamaan. Adanya rekomendasi itu kita juga musyawarahkan di Koalisi Kebersamaan.

Solidnya Koalisi Kebersamaan semakin dipertegas Politisi PKS, Darwanto. Ia mengaku Koalisi Kebersamaan ini seksi. Karena jika ditotal perolehan kursi PKS 5, Gerindra 4, PAN 2, dan PKB 5 itu jumlahnya 16. Dan apa pun dinamika di internal partai anggota Koalisi Kebersamaan akan dibicarakan dan dimusyawarahkan bersama.

Sejak awal pihaknya sudah menawarkan 3 pilihan di Koalisi Kebersamaan, yakni memilih mengusung calon sendiri karena suara gabungan partai di koalisi kebersamaan 16 kursi DPRD Karanganyar itu lebih dari mencukupi. Atau gabung PDIP. Atau Gabung Golkar. Sebab PDIP dan Partai Golkar yang secara perhitungan kursi DPRD Karanganyar bisa mencalonkan bupati sendiri.

Menurut Pakar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UNS, Prof. Dr. Sunny Ummul Firdaus, S.H., M.H., langkah yang berbeda di daerah itu wajar saja, karena Pilpres dan Pilkada itu berbeda. Dari regulasi yang mengaturnya saja sudah berbeda. Pilkada itu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 sedangkan Pilpres itu di Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017.

Selain itu, kondisi nasional dan daerah berbeda, tokoh-tokoh di daerah juga berbeda dengan tokoh nasional. Prof Sunny menilai kondisi di daerah, partai politik lebih fleksibel, lebih cair karena saling kenal. Kekhasan di daerah satu dengan yang lain berbeda. Karanganyar dengan Solo saja kondisi dan strateginya berbeda.

“Melihat peta politik di daerah itu tak bisa disamakan. Mereka memiliki lokal wisdom masing-masing,” katanya.

Ia menyarankan untuk membiarkan dinamika berjalan alami, strategi apa pun sah-sah saja, yang terpenting jangan sampai ada intimidasi kepada masyarakat. Hal itu akan menciderai demokrasi. Jika terjadi seperti itu, ending yang diharapkan dari pemilihan umum yakni untuk kesejahteraan masyarakat tak akan tercapai.

Prof Sunny mengingatkan, dalam pemilihan nanti tujuan yang utama adalah menghasilkan pemimpin yang mendapatkan legitimasi dari masyarakat. Parameter dari legitimasi tersebut adalah banyaknya jumlah suara saat pemungutan suara. Jika suara yang diperoleh banyak saat pemilu. Otomatis pemimpin itu dicintai rakyat.

“Pinter boleh, rekam jejak boleh. Itu kan strategi untuk memperoleh pemimpin ideal. Namun yang terpenting adalah Pemimpin yang disukai masyarakat. Karena legitimasi itu memudahkan pemimpin mengelola wilayah,” tegasnya. (yas/jan)

spot_img

TERKINI