28.8 C
Semarang
Senin, 7 Juli 2025

NU Bekasi Anggap Kebijakan Dedi Mulyadi Zalim 

JATENGPOS. CO. ID, JAKARTA–Kebijakan gubernur Jabar Dedy Mulyadi terkait penyerahan ijazah sukarela dari sekolah kepada seluruh siswa mendapat protes keras dari Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama ( PCNU ) Kabupaten Bekasi. Bahkan NU menganggap kebijakan Dedy tersebut zalim.

Aksi protes tersebut disampaikan melalui audiensi forum yang dihadiri pengurus PCNU, RMI-NU, Forum Pondok Pesantren, Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) serta perwakilan pesantren di Kantor DPRD Jawa Barat.

“Kami sangat menyayangkan kebijakan tersebut karena tidak berpihak pada kalangan pesantren bahkan kebijakan tersebut adalah zalim. Ini sangat meremehkan,” kata Ketua PCNU Kabupaten Bekasi Atok Romli Mustofa mengutip Antara , Rabu (21/5).

Ia menyatakan kebijakan tersebut justru menimbulkan keresahan, khususnya bagi kalangan pesantren. Sebab, tidak melalui kajian secara komprehensif dan partisipatif melainkan spontanitas, intimidatif dan hanya bersifat pemahaman Gubernur Jawa Barat.

Kebijakan itu bahkan disertai ancaman kepada pesantren atau sekolah yang menolak tidak akan menerima program bantuan pendidikan menengah universal (BPMU) hingga pencabutan izin operasional.

Menurut dia dampak kebijakan itu bagi lingkungan pesantren tidak sembarangan, mulai jangka pendek hingga panjang mengingat pondok pesantren mendidik dan membina santri tidak hanya di sekolah melainkan 24 jam penuh.

Ia menganalogikan teori kebutuhan Abraham Maslow di mana ada kebutuhan fisiologis, keamanan, sosial, penghargaan dan aktualisasi diri yang sudah diberikan oleh pesantren kepada semua santri tanpa memandang bulu dan status sosial.

“Ada biaya yang sangat besar yang dikeluarkan pesantren secara mandiri untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Berbeda dengan sekolah negeri yang secara pembiayaan dipenuhi oleh pemerintah,” katanya.

Baca juga:  Relawan Milenial - Zilenial Jateng Ikut Antar Ahmad Luthfi-Taj Yasin Daftar ke KPU

Pengasuh Pondok Pesantren Yapink Pusat Kholid menegaskan pesantren hadir jauh sebelum Indonesia ada dan para pendiri pesantren sejak awal berdiri telah fokus untuk berkontribusi bagi masyarakat melalui pendidikan mandiri.

Diakui dalam jangka pendek, pengelolaan pondok pesantren dapat dipastikan terhambat oleh kebijakan itu. Para alumni dari beragam latar belakang datang ke pesantren untuk meminta hak berlandaskan Arah Gubernur Jawa Barat.

“Sedangkan di sisi lain, ada hak pesantren yang tidak terpenuhi. Tentu hal tersebut akan mengganggu proses belajar mengajar di lingkungan pesantren,” katanya.

Kebijakan tersebut juga akan menimbulkan potensi banyak pesantren gulung tikar dalam waktu dekat karena masalah finansial. “Banyak kasus di Kabupaten Bekasi yang satu pesantren saja sudah mengeluarkan uang keluar Rp1-1,7 miliar yang belum dilunasi oleh para alumni,” ucap dia.

Persoalan lebih serius berpotensi dialami pesantren dalam jangka panjang yakni degradasi akhlak. Semisal tidak ada lagi takdzim kepada guru dan pesantren karena seolah-olah pemerintah sedang mengadu-domba santri dengan pesantren yang menahan ijazah.

“Orang tua dan santri tidak diajarkan tanggung jawab untuk memenuhi kewajiban. Maka yang akan rusak adalah generasi bangsa. Tidak akan terwujud generasi emas yang dicita-citakan,” katanya.

Ketua BMPS Kabupaten Bekasi M. Syauqi menyatakan kebijakan ini tidak partisipatif karena tidak melibatkan sejumlah unsur terkait bahkan bisa berdampak sangat buruk bagi sektor pendidikan di masa depan.

“Memang benar, semua rakyat Indonesia berhak menerima pendidikan secara gratis karena menjadi tanggung jawab sepenuhnya oleh pemerintah. Tapi, apakah pemerintah sudah dan mampu memenuhi kewajibannya tanpa peran sekolah swasta, khususnya pesantren? Kami yakin, tidak,” katanya.

Baca juga:  Jaring Bibit Muda Populerkan Olahraga Muaythai

Menurut dia pesantren yang sudah mendarah daging dan menjadi jati diri bangsa Indonesia mempunyai peran fundamental dalam sistem pendidikan Indonesia, bahkan sebelum Indonesia ada.

Data menunjukkan negara hanya mampu menyediakan pendidikan gratis melalui sekolah negeri sebanyak 25-35 persen dari jumlah kebutuhan populasi yang ada. Sisanya, peran swasta sangatlah besar.

“Melalui kegiatan audiensi dengan pimpinan DPRD Jawa Barat ini kami berharap ada dorongan dan eskalasi kepada Gubernur Jawa Barat untuk memperhatikan pesantren dan merevisi atau menyampaikan kebijakan kepada pesantren. Solusi dari masalah yang timbul akibat kebijakan tersebut sangat diperlukan,” katanya.

Sebelumnya, Dedi Mulyadi meminta seluruh kepala sekolah mulai SD hingga SMA di Provinsi Jawa Barat untuk tidak menahan ijazah yang telah lulus. Dia melihat sekolah segera menyerahkan ijazah tersebut secara sukarela.

Menurut Dedi, ijazah sangat penting untuk perjalanan hidup dan karir siswa ke depan. Dedi kemudian menyinggung masalah tunggakan biaya pendidikan yang sering menjadi alasan tertahannya ijazah siswa.

“Apabila ada tunggakan yang ditimbulkan, silakan segera disusun tunggakannya dan nanti ada tim yang akan berkoordinasi dengan bapak ibu (kepala sekolah) semua mengenai kewajiban siswa tersebut,” jelasnya kepada wartawan.

Dedi tidak ingin masalah finansial menjadi penghalang siswa mendapatkan hak mereka berupa ijazah. (*/jan)

TERKINI

Rekomendasi

Lainnya