28 C
Semarang
Kamis, 16 Oktober 2025

Membatik Sejak Dini: Pendidikan Karakter Berbasis Budaya untuk Anak Usia Dini di Jawa Tengah

JATENGPOS. CO. ID, SEMARANG- Di tengah derasnya arus globalisasi dan penetrasi budaya asing yang begitu cepat, pendidikan anak usia dini (PAUD) memiliki peran strategis dalam menanamkan jati diri bangsa. Anak-anak yang tumbuh di era digital saat ini membutuhkan fondasi karakter yang kuat agar tidak tercerabut dari akar budayanya sendiri. Salah satu upaya cerdas dan kontekstual dalam membangun karakter tersebut adalah mengajarkan membatik sejak dini.

Langkah inilah yang baru-baru ini dilakukan oleh Bunda PAUD Jawa Tengah, Hj. Nawal Nur Arafah Yasin, M.S.I, bersama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Muslimat NU, serta Wakil Gubernur Taj Yasin Maimoen (Gus Yasin). Melalui kegiatan bertajuk “Ayo Membatik Bersama Bunda PAUD Jateng”, sebanyak 27 ribu anak PAUD se-Jawa Tengah berhasil memecahkan Rekor MURI Dunia sebagai kegiatan membatik massal terbanyak.

Membatik : Lebih dari Sekadar Seni, Tapi Pendidikan Jiwa

Dalam sambutannya, Bunda PAUD Nawal Yasin menegaskan bahwa membatik bukan hanya aktivitas estetis, tetapi juga proses pendidikan karakter. Setiap motif batik mengandung filosofi, nilai-nilai kebhinekaan, kesabaran, ketelitian, dan kecintaan pada tanah air.

“Dari membatik, setiap motifnya adalah cerita kebhinekaan, dan dari setiap torehan tintanya adalah cinta kepada bangsa,” ujar Nawal.

Filosofi ini selaras dengan tujuan pendidikan anak usia dini yang menekankan pembentukan karakter dan nilai moral. Dengan mengenalkan batik sejak kecil, anak tidak hanya belajar seni, tetapi juga menginternalisasi makna gotong royong, cinta budaya, dan nasionalisme secara alami.

PAUD Berbasis Budaya: Relevansi dengan Kondisi Jawa Tengah

Sebagai provinsi dengan kekayaan budaya yang luar biasa, Jawa Tengah memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga tradisi sambil tetap adaptif terhadap perubahan zaman. Mengajarkan membatik pada anak-anak PAUD adalah bentuk nyata dari pendidikan berbasis kearifan lokal — pendidikan yang membumi, membentuk karakter, sekaligus menyiapkan generasi kreatif masa depan.

Baca juga:  Dugaan Malpraktik, RS Hermina Semarang Digugat Keluarga Pasien Rp25,8 Miliar

Di tengah tantangan ekonomi saat ini, sektor kriya dan batik juga terbukti memiliki nilai ekonomi tinggi. Artinya, membatik bukan hanya melestarikan budaya, tetapi juga membuka wawasan kewirausahaan sejak dini. Anak-anak yang terbiasa mencintai produk budaya sendiri akan tumbuh menjadi generasi yang bangga menggunakan produk lokal, sekaligus menjadi calon pelaku ekonomi kreatif di masa depan.

Sebagaimana disampaikan Gus Yasin, kegiatan ini diharapkan dapat memperkuat industri batik di 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah dan bahkan menyiapkan guru-guru batik yang bisa menjadi duta budaya ke berbagai negara.

“Tamu dari negara sahabat sangat tertarik pada batik, bahkan ingin mengundang guru batik dari Jawa Tengah untuk mengajar di Malaysia,” ungkap Gus Yasin.

Hal ini menunjukkan bahwa batik tidak sekadar warisan lokal, tetapi telah menjadi bahasa budaya global.

PAUD sebagai Fondasi Emas Masa Depan

Program “Anak PAUD Jateng Cinta Membatik” juga terhubung dengan visi PAUD EMAS (PAUD Swadaya Masyarakat) dan gerakan Satu Desa Dua PAUD, yang digagas oleh Bunda PAUD Jawa Tengah. Program ini menekankan bahwa setiap anak usia 0–6 tahun harus mendapatkan akses pendidikan pra-sekolah minimal satu tahun, dengan dukungan Posyandu, guru, dan orang tua.

Pendekatan ini bukan hanya soal akses pendidikan, tetapi juga soal kualitas pembelajaran dan lingkungan yang ramah anak. Seperti yang ditegaskan Nawal Yasin, PAUD di Jawa Tengah harus menjadi ruang belajar yang anti kekerasan, nondiskriminatif, dan memperhatikan gizi serta kesehatan anak.

Baca juga:  Mbak Ita Jemput Investor Nasional

Pendidikan usia dini tidak bisa dilepaskan dari dimensi spiritual, emosional, sosial, dan budaya. Oleh karena itu, mengenalkan batik — sebagai ekspresi budaya, seni, dan moral — merupakan bentuk pendidikan holistik yang membangun kecerdasan hati, bukan sekadar kemampuan kognitif.

Refleksi Membangun Generasi yang Berakar dan Berdaya

Sebagai bagian dari Gus Yasin Institute, saya memandang inisiatif ini bukan sekadar peristiwa monumental yang memecahkan rekor MURI, tetapi momentum reflektif tentang arah pendidikan kita. Jawa Tengah telah memberikan contoh bahwa pendidikan karakter dapat berangkat dari tradisi budaya lokal yang penuh makna.

Ketika anak-anak diajak membatik, mereka sejatinya sedang diajak belajar mencintai proses, menghargai hasil karya, dan mengasah kesabaran — tiga nilai yang sangat dibutuhkan dalam membangun generasi unggul di masa depan.

Di saat banyak anak-anak terpapar budaya instan dan konsumtif, membatik menghadirkan pelajaran tentang makna, ketekunan, dan cinta tanah air.

Pendidikan anak usia dini di Jawa Tengah hari ini bukan hanya soal angka partisipasi, tetapi soal mutu karakter dan jati diri bangsa. Membatik menjadi simbol bahwa pendidikan sejati dimulai dari akar budaya.

Melalui kolaborasi antara pemerintah, Bunda PAUD, Muslimat NU, dan masyarakat, Jawa Tengah telah menunjukkan bahwa pendidikan berbasis budaya bukan masa lalu — melainkan masa depan.

Dan dari setiap goresan malam di kain batik, terselip doa agar generasi muda kita tumbuh sebagai anak-anak yang berakar pada nilai, berdaya di masa depan, dan bangga menjadi bagian dari Indonesia.

Oleh :
Gouw Ivan Siswanto, S.H., M.Th.
Senior FO Gus Yasin Institute


TERKINI


Rekomendasi

...