JATENGPOS. CO. ID, SEMARANG – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menggelar Rapat Evaluasi Desa Dampingan Tahun 2025 dan Koordinasi Rencana Desa Dampingan Tahun 2026, di Gedung Merah Putih, kompleks Kantor Gubernur Jawa Tengah, Rabu, 17 Desember 2025.
Kegiatan tersebut menjadi forum evaluasi sekaligus penguatan sinergi lintas sektor dalam percepatan penanggulangan kemiskinan dan pencegahan stunting di wilayah perdesaan.
Wakil Gubernur Jawa Tengah yang juga Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD), Taj Yasin Maimoen (Gus Yasin), mewakili gubernur Jateng Ahmad Luthfi, menyampaikan apresiasi kepada seluruh pemangku kepentingan yang selama ini menjadi penggerak program desa dampingan.
Ia berharap seluruh pihak senantiasa diberi kesehatan agar program yang telah berjalan dapat terus dikembangkan secara berkelanjutan.
“Apresiasi kepada bapak ibu sekalian yang menjadi penggerak agar desa-desa itu mandiri dan sukses, termasuk masyarakatnya, sehingga kemiskinan bisa kita turunkan secara masif,” ujar Taj Yasin dalam sambutannya.
Menurutnya, tagline Ngopeni Nglakoni merupakan komitmen nyata Pemerintah Provinsi Jawa Tengah untuk benar-benar hadir di tengah masyarakat. Setiap persoalan dan aduan warga, kata dia, harus direspons dan ditindaklanjuti secara konkret.
“Ngopeni Nglakoni ini bukan sekadar slogan. Kita harus benar-benar mengopeni masyarakatnya, dan apa yang menjadi aduan harus kita lakoni,” tegasnya.
Taj Yasin menambahkan, program satu OPD satu desa dampingan telah berjalan selama lima tahun dan menjadi bagian dari upaya menuju visi Indonesia Emas 2045. Seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, dunia usaha, hingga masyarakat, perlu terus dikolaborasikan agar program ini berjalan optimal.
Ia menekankan pertumbuhan ekonomi tidak boleh hanya berfokus di wilayah perkotaan, melainkan harus dimulai dari desa. Menurutnya, desa merupakan penopang utama ketahanan pangan dan fondasi ekonomi daerah.
“Kalau ekonomi desa semakin baik, maka dampaknya juga akan baik bagi perkotaan,” ujarnya.
Dalam pelaksanaan program desa dampingan, terdapat sembilan metode intervensi penanggulangan kemiskinan yang melibatkan berbagai sumber pendanaan, mulai dari CSR, BAZNAS, APBD, hingga APBN yang disalurkan langsung ke pemerintah desa. Peran pemerintah provinsi, lanjut Taj Yasin, lebih pada mengarahkan agar pemanfaatan APBDes benar-benar berdampak bagi masyarakat.
“Saya titip kepada para kepala desa agar ini dikawal. Manfaatkan kepala OPD kami untuk memajukan desa panjenengan semua,” katanya.
Ia juga menyinggung langkah Gubernur Jawa Tengah yang sejak awal masa pemerintahan telah mengumpulkan para kepala desa untuk memberikan sosialisasi dan pengarahan pengelolaan APBDes, guna mencegah persoalan hukum di kemudian hari.
Saat ini, ratusan desa dampingan di Jawa Tengah telah menunjukkan perbaikan signifikan. Pada 2026, program desa dampingan masih akan difokuskan di 16 kabupaten, dengan harapan pada 2027 angka kemiskinan ekstrem dapat kembali ditekan.
Tercatat, tingkat kemiskinan di Jawa Tengah saat ini berada di angka 9,48 persen, dan ditargetkan dapat terus diturunkan hingga menyentuh angka 9 persen.
Terkait intervensi dari pemerintah pusat, Taj Yasin menyebutkan terdapat 1.287 desa yang akan diintervensi oleh Kementerian Sosial, meski baru sembilan desa di Jawa Tengah yang menjadi pilot project.
Ia berkomitmen untuk berkoordinasi agar 61 desa dampingan di Jawa Tengah juga masuk dalam prioritas program Kemensos. Selain itu, keterlibatan perguruan tinggi juga diharapkan untuk membantu intervensi persoalan kemiskinan, lingkungan, dan pemberdayaan masyarakat desa.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Setda Provinsi Jawa Tengah, Gunawan Sudarsono, menjelaskan kegiatan ini tidak hanya mengevaluasi pelaksanaan desa dampingan tahun 2025 dan rencana 2026, tetapi juga menjadi ajang publikasi panduan pelaksanaan program satu perangkat daerah satu desa dampingan menuju desa yang lebih berdaya.
“Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan peran CSR perusahaan maupun perguruan tinggi dalam mendukung pembangunan daerah, khususnya melalui program desa dampingan,” ujarnya.
Sebagai informasi, sejak 2019 hingga 2025, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah menetapkan 452 desa dampingan di 18 kabupaten prioritas. Berbagai program intervensi telah dilaksanakan, di antaranya pembangunan 4.636 unit rumah tidak layak huni (RTLH), 7.523 unit jamban, serta penyediaan listrik murah bagi 1.292 kepala keluarga. Program lain meliputi pembangunan jaringan air bersih, sarana prasarana umum, infrastruktur jalan dan jembatan desa, hingga program sosial di bidang pendidikan.
Seluruh intervensi tersebut didukung oleh total anggaran sebesar Rp129.066.557.674 yang bersumber dari APBN, APBD Provinsi Jawa Tengah, APBD kabupaten, Dana Desa, BLUD, BAZNAS/UPZ, CSR perusahaan, serta dukungan komunitas. Melalui sinergi multipihak ini, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menargetkan peningkatan kualitas hidup masyarakat desa secara berkelanjutan dan penguatan pembangunan manusia dalam jangka panjang. (rit)








