Sengketa Lahan di Kentingan Baru Terkatung-katung

JATENGPOS.CO.ID SOLO– Sejumlah pemilik sah lahan Kentingan Baru, Jebres mendesak Pemerintah Kota (Pemkot) Solo untuk segera mengeksekusi warga penghuni tanah tanpa hak (okupusan) yang saat ini masih menguasai area seluas 1.500 meter persegi. Apalagi sudah ada Surat Keputusan (SK) Walikota Solo tentang Tim Penyelesaian Hunian Tidak Berizin di Kentingan Baru, Jebres.

“Masalah ini sudah terkatung-katung selama belasan tahun dan dari pemilik lahan yang sah sebenarnya juga sudah siap memberikan kompensasi, bahkan sebagian besar warga okupusan yang dulu sudah mendapatkan ganti rugi juga rumah baru tapi kenapa sampai saat ini masalah belum selesai juga. Seharusnya Pemkot bisa menyelesaikan ini dan segera mengeksekusi penghuni tanpa hak itu,” tandas Haryo Anindhito Setyo Mukti, kuasa hukum enam pemilik lahan sah Kentingan Baru kepada wartawan, Senin (23/4).

Ia menambahkan, seharusnya berdasarkan SK Walikota tersebut Pemkot dalam hal ini Satpol PP sudah bisa mengambil tindakan dengan melayangkan Surat Peringatan (SP) hingga eksekusi. Mengingat dasar dikeluarkannya SK tersebut adalah Perppu nomor 51 tahun 1996 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin. “Dari sini saja artinya kan Pemkot mengakui jika para warga tersebut adalah penyerobot dan seharusnya segera dieksekusi. Dan Satpol memiliki kewenangan untuk itu, karena tupoksinya penegakan Perda dimana Perda yang dilanggar adalah Perda tentang Bangunan dan Gedung, karena bangunan milik okupusan tidak ada yang berizin,” imbuhnya.

Lebih lanjut Haryo mengatakan, sebenarnya pada 2012 silam kliennya sudah akan melakukan eksekusi lahan, namun dicegah oleh Satpo PP dengan dalih untuk menjaga kondusifitas keamanan Kota Solo, karena saat itu dikatakan para warga siap melawan.
Terpisah, Walikota Solo, FX Hadi Rudyatmo menegaskan, jika sengketa di Kentingan Baru merupakan murni konflik antar pribadi dan Pemkot tidak memiliki kepentingan apapun di dalamnya. Sehingga jikakalau soal eksekusi hal tersebut lebih tepat jika dilakukan aparat penegak hukum. Sebab penyerobotan tanah sifatnya sudah masuk ranah pidana.


“Jangan samakan dengan yang di Jebres Tengah. Kalau di Jebres Tengah status lahan milik Pemkot, sedangkan yang di Kentingan Baru lahannya milik pribadi yang diduduki warga. Seharusnya pemilik segera meminta bantuan kepolisian dan BPN (Badan Pertanahan Nasional,Red) untuk mengukur lahan dan eksekusi,” ujarnya.

Konflik penyerobotan lahan tersebut sudah terjadi sejak 2010 silam. Dimana saat itu jumlah okopusan mencapai 286 KK. Dalam perjalanan disepakati persoalan tersebut diselesaikan secara kekeluargaan dan beberapa warga akhirnya mau pindah dengan menerima sejumlah kompensasi seperti tali asih dan tanah kavling di lokasi lain.

Namun masih ada sebagian warga yang tetap ngotot tidak mau pindah hingga saat ini. (jay/saf/muz)