JATENGPOS.CO.ID, SOLO – Kasus dugaan korupsi yang terjadi dalam pengelolaan tempat wisata Telaga Madirda desa Berjo kecamatan Ngargoyoso kabupaten Karanganyar terus bergulir.
Usai memintai keterangan dari PPK, Sekretaris dan Bendahara BUMDes selaku pengelola tempat wisata, giliran Kejaksaan Negeri Karanganyar memanggil mantan Dirut BUMDes dan sejumlah tokoh masyarakat.
Diduga ada sejumlah transaksi mencurigakan yang dilaporkan dalam LPJ tahun 2020, yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Salah satunya anggaran Rp 795 juta yang dilaporkan untuk penyelesaian masalah hukum.
Menyikapi kasus tersebut, LSM LAPAAN RI menyatakan terus mengawal kasus tersebut hingga tuntas, dan mendorong Kejaksaan Karanganyar melakukan penyelidikan secara profesional dan transparan.
“Sejauh ini kita mengapresiasi kinerja Kejaksaan Karanganyar yang terus menyelidiki kasus dugaan korupsi di BUMDes Berjo. Kami harap kasus ini segera tuntas, karena ini uang rakyat yang harusnya untuk kepentingan rakyat tapi digunakan untuk kepentingan oknum tertentu,” kata Dr BRM Kusuma Putra, Ketua Umum LAPAAN RI, Jumat (4/2/2022).
Menyoal empat poin dugaan penyelewengan yang dimasalahkan dalam kasus ini, yakni masalah biaya pemugaran tanah kas desa di sekitar Telaga Madirda, dokumen biaya pengurusan hukum, bukti setoran ke kas desa, bagi hasil air dan parkir, setoran retribusi pada Dinas Pariwisata dan yang sebesar Rp 795 juta untuk biaya masalah hukum, Kusuma mengatakan itu hanya sebagian kecil kasus yang terungkap.
“Indikasinya masih ada kasus lain, seperti masih ada masalah yang belum tuntas di wisata air terjun Jumog,” imbuh Kusuma.
Dua warga yang terakhir dipanggil kejaksaan untuk dimintai keterangan adalah mantan Direktur Utama Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Berjo Supardi, serta Sularno, ketua Masyarakat Peduli Berjo.
Sularno mengaku ia dipanggil Kejaksaan Karanganyar dan diperiksa dengan pertanyaan seputar keuangan BUMDes Berjo yang mengelola dana milyaran dari wisata air terjun Jumog dan Telaga Madirda.
“Saya diklarifikasi soal dana tahun 2020. Salah satunya dana penyelesaian hukum Rp 795 juta. Di LPJ yang saat itu disampaikan dalam forum resmi yang juga dihadiri Muspika, memang dilaporkan, namun perinciannya tidak tahu.” Ungkap Sularno.
Dalam LPJ juga dilaporkan setoran retribusi pariwisata tertulis Rp 150 juta tapi diketahui dinas pariwisata hanya terima Rp 45 juta.
“Harapan warga, Kejaksaan dalam menyelidiki kasus dugaan korupsi desa Berjo bisa bertindak profesional, transparan, dan tuntas dalam penyelesaian masalah. Jangan sampai berlarut larut demi ketenangan warga,” tandas Sularno. (Dea/bis)