JATENGPOS.CO.ID, SUKOHARJO – Kasus tuntutan pidana terhadap jaringan restoran Mie Gacoan yang diduga tidak membayar royalti atas lagu-lagu yang diputar di gerai mereka, kini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku usaha kuliner di Kabupaten Sukoharjo.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Sukoharjo, Oma Nuryanto, mengungkapkan bahwa saat ini para anggotanya diliputi rasa waswas dalam memutar musik di tempat usahanya.
“Kami semua jadi khawatir. Kasus Mie Gacoan ini cukup membuat pelaku usaha seperti kami berpikir ulang untuk memutar lagu-lagu di tempat usaha,” ujar Oma, Senin (4/8).
Menurutnya, kekhawatiran ini muncul karena para pengusaha merasa tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang regulasi royalti musik. Ia menuturkan, hingga saat ini belum ada sosialisasi resmi dari pihak terkait mengenai tata cara pembayaran royalti, lembaga yang menaungi, hingga aturan teknisnya.
“Kami belum tahu secara pasti regulasinya bagaimana. Belum pernah ada sosialisasi. Jadi, kami butuh penjelasan dulu. PHRI itu butuh sosialisasi soal ini. Bagaimana cara bayarnya, apa yang kami dapatkan, aturannya seperti apa, apakah berlaku per tahun, per bulan, atau bagaimana. Kami belum paham,” jelas Oma.
Oma berharap instansi terkait, seperti Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) atau Kementerian Hukum dan HAM, dapat segera memberikan sosialisasi dan pendampingan kepada pelaku usaha di daerah. Hal ini penting agar para pengelola kafe dan restoran dapat menjalankan usaha dengan tenang tanpa terjerat persoalan hukum akibat ketidaktahuan.
“Harapan kami, secepatnya ada sosialisasi dari pihak-pihak terkait, supaya kami bisa menjalankan usaha dengan tenang, tanpa takut melanggar hukum,” pungkasnya.
Kasus Mie Gacoan yang mendapat sorotan luas ini memang menjadi pelajaran bagi banyak pelaku usaha kuliner di berbagai daerah, termasuk Sukoharjo, untuk lebih memahami dan mematuhi peraturan tentang hak cipta musik. (dea/rit)