JATENGPOS.CO.ID, KARANGANYAR – Banyaknya persoalan Bangsa Indonesia yang membuat masyarakat semakin susah mendapatkan perhatian dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Surakarta (UNSA). Presiden BEM UNSA, Ridwan Nur Hidayat, menyampaikan kritik keras dalam rilisnya terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai tidak efektif dan cenderung merugikan rakyat. Menurutnya, mahasiswa sudah berkali-kali dibuat kecewa, terutama terkait pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta sejumlah kebijakan yang dinilai tidak sesuai dengan kondisi negara saat ini.
“Dalam efisiensi anggaran, pendidikan yang seharusnya dinomorsatukan malah justru dinomorduakan. Padahal, tanpa pendidikan yang kuat, masyarakat tidak akan berkembang cerdas,” tegas Ridwan.
Salah satu yang menjadi sorotan Ridwan adalah program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digadang-gadang sebagai program unggulan Presiden Prabowo. Menurutnya, program tersebut tidak dijalankan secara efektif dan justru membebani anggaran negara.
“Tujuannya memang bagus untuk mengentaskan stunting, tetapi pelaksanaannya harus fokus di daerah pedalaman dan pedesaan yang benar-benar membutuhkan. Kalau dipaksakan merata di seluruh Indonesia, jelas anggarannya tidak mencukupi,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti pelaksanaan program MBG yang terkesan hanya terpusat di perkotaan. Bahkan, ia menyinggung kasus keracunan makanan pada uji coba MBG di Sukoharjo. “Ada 54 siswa yang keracunan. Itu bukti bahwa pengawasan terhadap kualitas makanan belum maksimal. Seharusnya makanan yang diberikan menambah gizi, bukan menimbulkan masalah kesehatan,” ungkapnya.
Selain itu, kenaikan PPN di Solo Raya dari 10 persen menjadi 11 persen dinilai membebani masyarakat. Ia menilai kebijakan itu kontradiktif dengan kondisi masyarakat. Menurut Pasal 7 ayat (1) UU Harmonisasi Perpajakan, tarif PPN yaitu: sebesar 11% (sebelas persen) yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022; sebesar 12% (dua belas persen) yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025. Sedangkan Untuk Singapura PPN nya lebih rendah dibandingkan indonesia. Tarif pajak pertambahan nilai (PPN) di Singapura untuk tahun 2025 adalah 9% untuk Goods and Services Tax (GST).
Ia juga menyinggung wacana kenaikan gaji anggota DPR hingga Rp3 juta per hari yang dianggap tidak sejalan dengan realitas masyarakat Solo yang hanya menerima UMR Rp2,4 juta per bulan. “Banyak warga terjebak pinjaman online karena kebutuhan hidup tak tercukupi. Ironis ketika wakil rakyat menuntut kenaikan gaji sementara rakyatnya menderita,” katanya.
Fenomena bendera One Piece yang sempat viral juga ia nilai sebagai simbol kekecewaan masyarakat terhadap maraknya korupsi. Menurutnya, banyak kasus korupsi dibiarkan tanpa penyelesaian.
“Itu tanda bahwa publik melihat banyak korupsi di pemerintahan yang tidak kunjung dituntaskan. UU Perampasan Aset sampai sekarang tidak disahkan, sementara UU yang menguntungkan pemerintah justru cepat dirampungkan,” tukasnya.
Ia juga menyoroti meningkatnya tekanan aparat terhadap mahasiswa. Menurutnya, aparat sering masuk kampus dengan dalih koordinasi, namun lebih terasa sebagai upaya pengkondisian.
“Ketika kami mau aksi, aparat masuk ke kampus, meminta data pribadi hingga SK BEM diminta. Itu bentuk intimidasi. Kalau pemerintah benar, kenapa takut dengan suara mahasiswa?” tegasnya. (yas/rit)