Stres Ganggu Sistem Pencernaan

Stress .

JATENGPOS.CO.ID – Stres ternyata bias berdampak pada sistem pencernaan, terutama usus. Studi dari jurnal Nature Scientific Reports menunjukkan bahwa stres sama berbahayanya dengan junk food untuk sistem pencernaan.

“Stres bisa berbahaya dalam banyak hal, tapi penelitian ini bersifat baru karena menghubungkan stres dengan perubahan spesifik wanita di mikrobiota usus,” kata profesor peneliti Laura Bridgewater di Universitas Brigham Young, seperti dilansir laman India Times.

“Kadang-kadang kita menganggap stres sebagai fenomena psikologis murni, tapi hal ini menyebabkan perubahan fisik yang berbeda,” tambah Bridgewater.

Menurutnya, wanita cenderung memiliki tingkat depresi dan kecemasan yang lebih tinggi, yang terkait dengan stres. ” Studi ini menunjukkan bahwa gender mungkin memainkan peran berbeda pada cara mikrobiota usus merespons stres pada pria dan wanita,” kata Bridgewater.

iklan
Baca juga:  Siap Tangani Caleg Stres, RSUD Kudus Tambah Tempat Tidur Untuk Pasien Jiwa

Para peneliti meriset sekelompok besar tikus berusia 8 minggu, separuh jantan dan separuh betina dan memberi mereka makanan tinggi lemak. Setelah 16 minggu, semua tikus terkena stres ringan selama 18 hari.

Untuk penelitian ini, mereka kemudian mengekstrak DNA mikroba dari pelet tinja tikus sebelum dan sesudah stres untuk menguji bagaimana mikrobiota usus terpengaruh. Mereka juga mengukur kecemasan tikus berdasarkan seberapa banyak dan di mana tikus berjalan di arena lapangan terbuka.

Studi ini juga menunjukkan perbedaan yang menarik antara jenis kelamin. Tikus jantan pada makanan tinggi lemak menunjukkan kegelisahan lebih banyak daripada wanita dengan diet tinggi lemak dan pria gemuk tinggi juga menunjukkan penurunan aktivitas sebagai respons terhadap stres. Namun, hanya pada tikus betina yang stres menyebabkan komposisi microbiota usus bergeser seolah-olah hewan tersebut menjalani diet tinggi lemak.

Baca juga:  Re.juve Luncurkan Produk Terbaru

Periset percaya hal ini bisa mengungkapkan implikasi yang signifikan bagi manusia meski penelitiannya hanya dilakukan pada hewan.(fny/jpnn/mar)

iklan