JATENGPOS.CO.ID, SEMARANG – Sejumlah peneliti melakukan riset terhadap keparahan banjir di Kota Semarang. Peneliti yang tergabung dalam Konsorsium Ground Up yang terdiri dari akademisi dan kelompok masyarakat sipil (IHE Delft Institute for Water Education, University of Amsterdam, Universitas Gadjah Mada, Amrta Institute dan KruHA) melakukan penelitian mengenai akses terhadap dan risiko terkait air di Kota Semarang sejak Oktober 2020 hingga Januari 2021.
“Setidaknya ada lima temuan yang relevan dengan banjir di Kota Semarang,” kata Salah satu peneliti, Prof Margreet Zwarteveen (Professor Tata Kelola Air pada University of Amsterdam dan IHE Delft Institute for Water Education).
Dikemukakan, temuan tersebut antara lain, ketergantungan pada air tanah yang berlebihan sehingga menyebabkan terjadinya amblesan tanah (land subsidence), dan selanjutnya amblesan tanah berdampak pada peningkatan risiko banjir.
Selain itu, ada dampak yang dirasakan warga yang tinggal di daerah dekat pantai yang makin tinggi. Responden yang tinggal di Mangkang Wetan, Randu Garut, Terboyo Kulon dan Terboyo Wetan paling banyak mengalami banjir (baik akibat luapan sungai maupun rob).
Penelitian yang dilakukan pada enam lokasi tersebut juga menemukan, penduduk yang tinggal di dekat pantai menghadapi risiko lain terkait air yaitu kesulitan mendapat air bersih, dimana air di daerah ini biasanya payau karena terpengaruh air laut.
Sementara, kawasan lain yang merupakan tempat resapan air dari bagian Semarang atas saat ini telah berubah menjadi kawasan perumahan dan industri. Hal ini menyebabkan kapasitas infiltrasi berkurang, air tidak dapat meresap ke tanah sehingga tergenang. Selain itu perubahan tata guna lahan juga menambah beban tanah di area tersebut yang potensial menyebabkan terjadinya amblesan tanah.
Penelitian juga menunjukkan bahwa respon dominan terhadap banjir adalah melalui infrastruktur besar dan teknologi mesin-mesin hidraulik.
Direktur Amrta Institute for Water Literacy dan Mahasiswa Program Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro Semarang Nila Ardhianie mengatakan, beberapa hal yang perlu dikembangkan untuk mengurangi risiko banjir di Semarang adalah, pengelolaan dari sisi permintaan (demand management) melalui efisiensi penggunaan air, perlunya pemerintah mengembangkan insentif bagi penggunaan air permukaan dan disinsentif bagi penggunaan air tanah, pemanenan air hujan pada beragam skala, pengembangan sistem peringatan dini, serta demokratisasi infrastruktur. (rit)