JATENGPOS.CO.ID, BANJARMASIN – Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo, terdakwa suap pengalihan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Tanah Bumbu, yang juga mantan Kepala Dinas ESDM Tanah Bumbu, mengaku dipaksa oleh Bupati Tanah Bumbu yang saat itu dijabat Mardani H Maming untuk memproses pengalihan IUP dari PT Bangun Karya Pratama Lestari (BPKL) ke PT PCN (Prolindo Cipta Nusantara).
“Saya sudah tidak mau proses tapi dipaksa (Bupati Mardani) untuk memproses. Beda lho pak, perintah dengan paksa. Kalau perintah saja, saya masih belum melaksanakan. Ini dipaksa,” kata Dwidjono, saat memberi kesaksian pada persidangan lanjutan dugaan suap IUP batu bara Tanah Bumbu yang digelar di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Senin (23/5/2022).
Menurut Dwidjono, dirinya memang sempat tak memproses permohonan pengalihan IUP karena mengetahui bahwa pengalihan IUP dari satu perusahaan ke perusahaan lain dilarang oleh UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009, yakni pasal 93.
“Makanya itu permohonan saya tahan tidak saya apa apakan selama 1 – 2 bulan. Terus saya bingung saya konsul ke bagian hukum (Dirjen) Minerba, pejabatnya Pak FI waktu itu. Saya tunjukin permohonannya, dijawab: ya sesuai undang-undang itu tidak boleh Pak Dwi,” ujarnya.
Namun Dwidjono akhirnya memproses setelah dipanggil Bupati Mardani.
“Sebenarnya saya sendiri kan sudah tidak mau memproses. Namun kata beliau (Bupati Mardani): Pak Dwi, ini kebijakan. Nanti kalau bersalah dalam penerbitan, itu urusannya TUN (Tata Usaha Negara). Proses saja. Nanti kalau bersalah, nanti saya cabutnya,” lanjut Dwidjono memaparkan kejadian yang membuatnya memproses draf SK pengalihan IUP.
Selanjutnya, lahirlah Surat Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 tentang Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) Nomor 545/103/IUP-OP/D.PE/2010 ke PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) pada 2011.
Mardani H Maming yang kini menjabat Bendahara Umum PBNU saat hadir sebagai saksi pada persidangan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Senin (25/4/2022), mengakui telah menandatangani SK pengalihan IUP tersebut, serta mengaku baru membubuhkan tanda tangan setelah semua bawahannya yang terkait dengan persoalan IUP tersebut sudah memberi paraf.
“Yang saya cek adalah paraf kepala dinas. Kalau sesuai aturan, maka saya tandatangani. Dia (terdakwa) datang membawa SK ke saya,” kata Mardani H Maming saat itu.
*Cermati Transfer Rp89 Miliar
Saat Dwidjono bersaksi, tim JPU juga mencecar Dwidjono soal uang suap Rp27,6 miliar yang diterima Dwidjono dan diakui sebagai pinjaman dari Henri Soetio Dirut PT PCN. Dwijono menjadi terdakwa setelah ditahan Kejaksaan Agung karena diduga menerima suap atau gratifikasi Rp27,6 miliar.
JPU bertanya apakah dari uang yang diterima Rp27,6 miliar itu ada yang masuk ke Bupati Mardani?
“Uang perusahaan (Rp27,6 miliar) nggak ada,” kata Dwidjono.
Menurut kuasa hukum terdakwa Sahlan Alboneh, memang benar jika Dwidjono mengatakan tidak ada aliran uang ke Bupati Mardani dari uang Rp27,6 miliar yang dipinjam Dwidjono dari Henri Soetio.
“Memang Bupati Mardani tidak menerima uang dari pinjaman yang didapat Pak Dwidjono dari Henri Soetio yang oleh jaksa disebut sebagai suap atau gratifikasi. Tapi harus dicermati fakta persidangan lainnya, yakni apa yang disampaikan Direktur PT PCN Christian Soetio bahwa ada transfer Rp89 miliar dari PCN ke dua perusahaan yang diduga terafiliasi dengan Bupati Mardani,” kata Sahlan seusai sidang di Pengadilan Tipikor.
Sebab, menurut Sahlan, aliran uang Rp89 miliar dari PT PCN itu diduga masih terkait dengan proses pengalihan IUP yang ditandatangani Bupati Mardani meski dilarang UU Minerba.
Pada persidangan Jumat (13/5/2022), Chistian Soetio adik kandung almarhum Henri Soetio, mengungkapkan bahwa ada uang transfer ke Mardani melalui PT Permata Abadi Raya (PAR) dan PT Trans Surya Perkasa (TSP) tercatat mencapai Rp89 miliar.
“Ratusan miliar yang mulia. Mohon maaf yang mulia, transfer ke Mardani, tapi transfernya ke PT PAR dan PT TSP,” kata Christian saat ditanya majelis hakim.
Menurut Sahlan, guna membuktikan kebenaran aliran dana seperti disebut Cristian, tentu menjadi kewenangan penegak hukum.
“Bagaimana membuktikan dugaan itu? Tentu menjadi kewenangan dari penegak hukum, baik kepolisian kejaksaan atau KPK. Kami sendiri dari kuasa hukum sudah pernah melapor ke KPK terkait kasus ini,” kata Sahlan.
Sementara itu, Irfan Idham, kuasa hukum Mardani H Maming, mengatakan bahwa berdasarkan kesaksian terdakwa pada persidangan Senin (23/5/2022) telah membuktikan mantan Bupati Mardani H Maming tidak terlibat dan tidak menerima dana gratifikasi izin tambang.
“Ini bisa dilihat persidangan kemarin, Senin. Mantan Kepala Dinas ESDM Tanah Bumbu Dwidjono Putrohadi yang menjadi terdakwa kasus memastikan Mardani H Maming tidak menerima sepeser pun uang hasil gratifikasi izin tambang senilai Rp27,6 miliar,” kata Irfan dalam keterangannya seperti dirilis Antara di Jakarta, Selasa (24/5/2022).(aln/bis)