JATENGPOS.CO.ID, – Menapak Jejak Sejarah di Jawa Tengah, Ini 8 Destinasi Wisata Kota Tua dan Bangunan Bersejarah yang Memikat
TAK semua cerita disampaikan lewat kata. Beberapa tertinggal dalam bentuk batu bata, jendela tua, dan lorong-lorong bisu. Di Jawa Tengah, kisah masa lalu masih hidup melalui bangunan bersejarah dan kawasan kota tua yang tersebar dari pesisir utara hingga lereng selatan. Dari sisa kejayaan kolonial Belanda, pusat kebudayaan Jawa, hingga perjumpaan antara budaya Timur dan Barat, semuanya bisa ditelusuri lewat delapan destinasi ini:
1. Kota Lama Semarang
Lokasi: Kota Semarang
Tiket masuk: Gratis
Kota Lama Semarang adalah kawasan cagar budaya yang dulunya menjadi pusat aktivitas dagang VOC pada abad ke-18. Letaknya strategis, dekat Pelabuhan Tanjung Emas, menjadikan area ini berkembang sebagai pusat pemerintahan dan niaga Belanda.
Arsitektur bergaya art deco dan neoklasik mendominasi lanskapnya. Gereja Blenduk, bangunan ikonik dengan kubah perak dan pilar bundar, berdiri sejak 1753 dan menjadi penanda waktu yang tak tergantikan. Di sekitarnya, Gedung Marba, Jiwasraya, dan Spiegel kini difungsikan sebagai kafe dan galeri seni.
Pada malam hari, pencahayaan arsitektural memperkuat nuansa Eropa klasik yang kian romantis. Para pejalan kaki dapat menyusuri trotoar lebar sambil menikmati street performance atau sekadar bersantai di kawasan Taman Srigunting.
2. Kota Tua Banyumas
Lokasi: Kecamatan Banyumas, Kabupaten Banyumas
Tiket masuk: Gratis
Kawasan kota tua ini jarang terangkat di media, namun menyimpan kekayaan sejarah yang tak kalah menarik. Dulu, sebelum pusat pemerintahan dipindahkan ke Purwokerto, Banyumas adalah ibu kota Karesidenan Banyumas, salah satu wilayah administratif penting pada masa kolonial.
Di sepanjang jalan utama, masih berdiri rumah-rumah pejabat Belanda, kantor kawedanan, dan rumah-rumah lawas yang kini difungsikan sebagai toko atau tempat tinggal. Masjid Nur Sulaiman di pusat kota menambah nuansa religius historis, karena sudah ada sejak abad ke-19 dengan arsitektur khas perpaduan Jawa dan Timur Tengah.
Kawasan ini cocok bagi pengunjung yang ingin menikmati keheningan dan belajar sejarah lokal tanpa keramaian.
3. Benteng Van Der Wijck Gombong
Lokasi: Gombong, Kabupaten Kebumen
Tiket masuk: Rp25.000
Benteng Van Der Wijck adalah satu-satunya benteng segi delapan di Indonesia. Dibangun Belanda sekitar tahun 1818, benteng ini awalnya difungsikan sebagai barak militer dan pusat pelatihan tentara kolonial. Di masa Hindia Belanda, bangunan ini termasuk kompleks militer strategis yang diawasi ketat.
Memiliki dinding tebal, pintu-pintu lengkung, dan lubang ventilasi kecil, benteng ini memberi kesan megah sekaligus misterius. Di masa muda, Jenderal Soedirman pernah mengenyam pendidikan militer di benteng ini, menambah nilai historisnya.
Kini, Benteng Van Der Wijck menjadi kawasan wisata sejarah dan edukasi. Di atapnya terdapat rel kereta mini yang bisa dinaiki anak-anak, dan area dalamnya diisi dengan museum kecil serta instalasi visual sejarah.

4. Kawasan Pecinan dan Klenteng Sam Poo Kong Semarang
Lokasi: Kota Semarang
Tiket masuk Sam Poo Kong: Rp10.000–25.000
Klenteng Sam Poo Kong adalah simbol persahabatan antara Tiongkok dan Jawa yang berusia lebih dari 600 tahun. Tempat ini dulunya menjadi persinggahan Laksamana Cheng Ho, pelaut Muslim asal Tiongkok, saat ekspedisi ke Nusantara pada abad ke-15.
Bangunan utama klenteng bergaya Tionghoa kuno dengan ornamen naga, gapura besar, dan altar peribadatan yang masih aktif digunakan umat Konghucu dan Buddha. Di dalam kompleks juga terdapat patung raksasa Cheng Ho dan ruang pamer sejarah pelayaran.
Kawasan Pecinan di sekitar Gang Lombok, Semarang, juga menyimpan banyak bangunan rumah toko kuno dan lorong-lorong sempit yang dipenuhi lampion. Menjelang Imlek, kawasan ini berubah menjadi pusat perayaan budaya Tionghoa yang meriah.
5. Lawang Sewu Semarang
Lokasi: Tugu Muda, Kota Semarang
Tiket masuk: Rp20.000
Lawang Sewu dibangun pada 1904 oleh perusahaan kereta api Belanda NIS (Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij). Nama “Lawang Sewu” (seribu pintu) berasal dari banyaknya daun pintu dan jendela tinggi yang membentuk fasad bangunan ikonik ini.
Selama masa penjajahan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai markas tentara dan penjara bawah tanah. Kini, lorong bawah tanah dan ruang tahanan menjadi bagian dari tur sejarah yang memikat sekaligus memacu adrenalin.
Lawang Sewu telah direstorasi dan kini menjadi museum perkeretaapian. Ruang pameran menampilkan foto-foto tempo dulu, maket rel kereta, dan sejarah perkembangan transportasi di Indonesia.
6. Keraton Kasunanan Surakarta
Lokasi: Kota Surakarta (Solo)
Tiket masuk: Rp10.000–15.000
Didirikan pada 1745 oleh Paku Buwono II sebagai pemindahan pusat kekuasaan dari Kartasura, Keraton Surakarta menjadi simbol kebesaran Mataram Islam yang tersisa hingga kini. Arsitekturnya memadukan gaya Jawa, Islam, dan kolonial.
Keraton memiliki kompleks bangunan seperti Siti Hinggil, Pagelaran, Sasana Sewaka, dan museum pusaka. Di dalamnya tersimpan koleksi kereta kencana, gamelan, tombak, batik, serta foto-foto Raja-raja terdahulu.
Pengunjung bisa melihat aktivitas para abdi dalem dan ritual budaya seperti kirab pusaka atau sekaten. Suasana di dalam kompleks keraton tenang dan syahdu, seakan waktu berjalan lambat.
7. Puri Mangkunegaran Surakarta
Lokasi: Kota Surakarta (Solo)
Tiket masuk: Rp20.000
Didirikan pada 1757 oleh Pangeran Sambernyawa (Mangkunegara I), Puri Mangkunegaran adalah kediaman resmi para Adipati Mangkunegara, cabang dari Dinasti Mataram. Arsitekturnya merupakan perpaduan gaya tradisional Jawa dengan sentuhan kolonial Eropa.
Pendapa agung (aula utama) berukuran raksasa yang ditopang tiang kayu jati menjadi ikon utama puri ini. Di bagian dalam, tersimpan berbagai peninggalan bersejarah seperti keris, lukisan, alat musik gamelan, serta busana adat.
Puri juga sering menjadi lokasi pertunjukan tari klasik Jawa, gamelan, hingga acara budaya nasional.
8. Gedung Papak Pekalongan
Lokasi: Kota Pekalongan
Tiket masuk: Gratis
Gedung Papak adalah salah satu bangunan kolonial tertua di Pekalongan, kini difungsikan sebagai Balai Kota. Dibangun pada akhir abad ke-19, namanya berasal dari bentuk atapnya yang datar atau “papak” dalam bahasa Jawa.
Gedung ini terletak di pusat Kota Tua Pekalongan, berdekatan dengan kawasan perdagangan batik yang dulunya ramai dikunjungi pedagang Arab, India, Tionghoa, dan Belanda. Desain interior dan eksteriornya masih mempertahankan jendela besar, tangga kayu, dan lantai tegel zaman dulu.
Kawasan sekitarnya kini tengah ditata sebagai destinasi wisata sejarah dan budaya batik.
Menjelajahi bangunan tua bukan sekadar nostalgia. Di setiap dinding, ornamen, dan lorongnya tersimpan identitas yang membentuk jati diri Jawa Tengah. Melalui upaya pelestarian dan promosi wisata sejarah, daerah-daerah ini tak hanya menjaga warisan, tapi juga menciptakan ruang belajar dan inspirasi bagi generasi mendatang.(aln)