JATENGPOS.CO.ID, MALANG – Lahir tanpa sepasang kaki dan satu organ tangannya tak lengkap, wanita ini rela banting tulang dengan segala keterbatasan. Beliau jual koran demi hidupi sang anak dan berbagi untuk yatim piatu.
Tubuhnya hanya setengah, seorang ibu tetap semangat bekerja tanpa mengeluh. Sosok ibu ini bernama Mbak Ifa. Wanita itu lahir dengan genetik langka. Tidak memiliki sepasang kaki, tersisa hanya satu tangan. Itupun jarinya tidak lengkap, hanya ada 4 jari. 2 jarinya menempel satu sama lain.
“Anak saya yang masih kecil sering nanya, ‘Ibu kenapa kaki ibu nggak ada, kenapa beda denganku bu? Ibu kalau jalan pasti sakit ya? jangan sampai sakit bu.. Jangan pergi kayak ayah’ Di situ, saya langsung nangis, saya cuma bilang, nak.. Walaupun Ibu berbeda dengan ibu temanmu, Ibu tetap Ibumu dan nggak akan pernah ninggalin kamu..” ungkap Mbak Ifa sambil meneteskan air matanya.
Mbak Ifa sudah lama ditinggal suaminya. Ia hanya hidup berdua bersama sang anak.
Tak ada satu pun orang tua di dunia ini yang ingin melihat anaknya kesusahan. Dalam kondisi apapun, ia senantiasa berjuang dan bekerja keras demi kebahagian anaknya. Setiap hari, Mbak Ifa jualan koran di pertigaan lampu merah.
Mulai dari sebelum matahari terbit, jam 05.00 WIB sampai malam hari. Ia menyeret tubuhnya sambil melambaikan tangan mengatakan, “Pak.. korannya pak..” Di atas kepalanya, beliau taruh batu agar koran nya tidak terbang tertiup angin.
Menyayat hati, Tubuh Mbak Ifa sering luka terkena gesekan batu tajam sebab ia hanya menggunakan sandal di telapak tangannya. Padahal Mbak Ifa, sehari hanya dapat 15-20 ribu.
“Uang dari hasil jual koran, saya simpan untuk makan, bayar kontrakan, biaya sekolah anak, Sisanya, saya belikan makan untuk anak yatim di dekat rumah..”
Pernahkah kamu terbayang? Mbak Ifa berjalan bukan menggunakan kaki, melainkan dorongan dari setengah tubuhnya. Bagaimana kalau ada tanjakan? Paku berserakan di jalan?
“Pernah waktu itu lagi ada orang yang pesan koran. Bahagia sekali, karena uang itu bisa buat bayar tunggakan biaya sekolah anak. Akhirnya, saya antar ke rumahnya. Tapi di tengah perjalanan, jalannya tanjakan.
Saya dorong tubuh saya pakai satu tangan, tapi saya tetap nggak kuat. Akhirnya saya cuma bisa nangis dan pulang ke rumah. Minta maaf ke anak saya, kalau belum bisa bayar tunggakan..” kata Mbak Ifa.
Dari kisah perjalanan hidup Mbak Ifa menunjukkan bahwa keterbatasannya tak menjadi rintangan bagi dirinya untuk menjalani hidup layaknya seperti orang yang lahir secara “sempurna”.(*)