JATENGPOS.CO.ID, – Perkembangan teknologi digital membawa perubahan pada pola komunikasi masyarakat; segala sesuatu menjadi lebih mudah untuk dibagikan melalui berbagai jenis aplikasi sosial media. Disisi lain fasilitas tersebut sering menyebabkan tidak terkontrolnya penyebaran berita, khususnya berita hoaks. Terlebih lagi, kesadaran masyarakat untuk membaca berita dengan lengkap dan mengklarifikasi sumbernya masih sangat rendah, sementara kecenderungan untuk membagikan berita tersebut tinggi.
Persebaran Hoaks yang kian merajalela menjadikan para pengguna media sosial harus berhati-hati ketika menerima informasi. Salah satu surat kabar menyebutkan bahwa Indonesia tercatat sebagai negara dengan generasi mudanya paling menyukai aplikasi pesan atau mobile messenger se asia tenggara. Sebagaimana di kutip dari Tutisari (2019) tentang Perilaku Remaja dalam Penyebaran Hoaks di Media Sosial, data menunjukkan presentase pengguna internet yang berada di rentang usia di bawah 18 tahun sebanyak 21%, pengguna di usia 18-24 tahun sebanyak 32%, di rentang usia 25-35 tahun sebanyak 33%, dan sebanyak 14% pengguna internet di Indonesia berada di rentang usai diatas 35 tahun.
Dari data tersebut terlihat pengguna internet dengan umur dibawah usia 24 tahun sebanyak 53%, kelompok usia tersebut mencakup remaja kebawah termasuk anak-anak (Tutiasri et al., 2019). Tidak salah apabila usia remaja turut menyumbang banyaknya hoaksyang tersebar di masyarakat, ditambah dengan adanya faktor emosional remaja yang terkadang ikut larut dalam situasi berita sehingga tidak menilai kebenaranya dan cenderung langsung membagikan dan berkomentar terhadap berita yang ada.
Hoaks atau informasi bohong menjadi fenomena diindonesia dikarenakan hal ini tak luput dari karakteristik masyarakat Indonesia yang pada umumnya senang berbagi informasi. Sri Herwindya Baskara Wijaya dalam bukunya, Seri Literasi Media: Dari Hoaks hingga Hacking (Wijaya, 2019) menyebutkan ada sejumlah alasannya mengenai mudahnya berita hoaks yang tersebar di masyarakat. Salah satu di antaranya adalah kecanggihan teknologi komunikasi. Sayangnya, penguasaan keterampilan teknis penggunaan teknologi ternyata tidak berbanding lurus dengan kompetensi etis di kalangan sebagian warga internet.
Akhirnya yang terjadi, produksi hoaks semakin menjamur baik warga internet paham atau tidak paham dalam memproduksinya. Dalam penelitiannya (Tenriawali et al., 2020) menyebutkan bahwa selama masa pandemi Covid-19, isu hoaks yang paling banyak beredar di media sosial adalah hoaks SARA, kesehatan, dan politik. Pada hoaks SARA dan hoaks politik berita atau informasi yang beredar cenderung memiliki fungsi penafsiran dan fungsi memengaruhi, sedangkan pada hoaks kesehatan cenderung memiliki fungsi informasi.
Dalam memecahkan masalah ini masyarakat haruslah dilibatkan dan berperan aktif dalam memerangi berita hoaks. Hidaya dkk (2019) dalam penelitiannya “Pengaruh media sosial terhadap penyebaran hoaksoleh digital natives”, menyebutkan salah satu upaya Untuk mencegah penyebaran hoaks dapat dilakukan dengan literasi media. Literasi media diberikan kepada masyarakat agar dapat lebih cerdas dan selektif dalam memilih berita, serta beretika dalam menulis, memberi komentar maupun menyebarkan berita dan selalu mengecek keaslian berita sebelum memutuskan untuk menyebarkannya. Tim pengabdian pada Masyarakat, FIK UNNES yang diketuai oleh Fatona Suraya, M.A., M.Pd. dalam acara Literasi Media Anti Hoaks membagikan beberapa tips yang didapatkan dari merdeka.com mengenai cara mengenali berita hoaks, diantaranya:
- Berita hoaks biasanya didistribusikan melalui email atau media sosial yang efeknya lebih besar.
- Isinya pesan yang membuat cemas, panik, atau justru malah terlalu melegakan para pembaca.
- Dibumbui dengan imbauan agar pembaca segera menyebarkan berita tersebut ke forum yang lebih luas. Pembuat konten hoaks biasanya memanfaatkan iktikad baik pembaca, sehingga pembaca berita tanpa meneliti dulu kebenarannya, segera menyebarkan ke forum lain. Akibatnya rantai peredaran data di internet makin padat dengan berita yang tidak benar.
- Nama penulis umumnya tidak disertakan, namun terdapat beberapa berita hoaks yang mencatut beberapa nama pakar yang jika ditelisik ke pakar tersebut, ternyata tidak benar.
Adapun beberapa kangkah sederhana dalam mengenali berita hoaks sebagaimana didapatkan dari berbagai sumber diantaranya ialah:
- Waspada dengan judul yang provokatif
- Cermati alamat situs
- Periksalah fakta
- Cek keaslian gambar, foto, video
- Ikut serta dalam grup diskusi anti hoaks (Indonesian hoakses, Covid-19 Information center, dsb)
Apabila anda mendapatkan berita dengan judul yang bombastis ataupun provokatif, maka patut diragukan kebenaran berita tersebut dan dilakukan pengecekan lebih lanjut. Pengecekan bisa dilakukan dengan mengecek nama pengirim ataupun mencermati alamat situs. Jika situsnya tidak resmi dan tidak terpercaya, maka berita tersebut hendaknya tidak kita bagikan. Jika isi berita meragukan, maka lakukanlah pengecekan (sumbernya, fotonya, videonya). Klarifikasi kepada penyebar berita atau pihak yang terkait. Jika ditemukan keganjalan sebaiknya hentikan penyebaran berita tersebut. Hoaks dapat diperangi bersama mulai dari diri sendiri dengan cara lebih selektif dalam menyebarkan informasi.
Kemudian apabila menemui berita hoak, terdapat beberapa cara untuk melaporkannya, diantaranya:
- Facebook, terdapat fitur Report Status dan kategorikan informasi hoaks sebagai hatespeech/harrasment/rude/threatening atau kategori lain yang sesuai.
- Google, terdapat fitur feedback untuk melaporkan situs dari hasil pencarian bila mengandung berita bohong.
- Twitter dan Instagram, terdapat fitur Report Tweet untuk melaporkan twit yang negatif, begitu pula dengan Instagram.
- Bagi pengguna internet dapat mengadukan konten negatif atau hoaks ke Kementerian Komunikasi dan Informatika dengan melayangkan e-mail ke aduankonten@mail.kominfo.go.id.
- Sementara itu untuk mengecek berita hoaks, khususnya yang terkait covid-19 dapat dilakukan dengan mengecek dilaman https://covid19.go.id/p/hoaks-buster
ada gambar whatsapp (cek hoaks), klik untuk mengecek.
Beredarnya hoaks dapat mengundang tindakan provokatif serta menggiring opini masyarakat yang dapat menimbulkan keresahan. Apabila penyebaran berita bohong semakin luas akan membawa pengaruh negatif bagi masyarakat. Disinilah masyarakat harus berperan aktif dengan menghentikan sebaran hoaks dari lingkungan yang terkecil yakni diri sendiri, teman sekitar, dan keluarga. Mari bersama menjadi pemutus mata rantai berita hoak.(*)
Fatona Suraya, M.A., M.Pd.
Dosen Jurnalistik Olahraga & English for Sports
Fakultas Ilmu Keolahragaan, UNNES