JATENGPOS.CO.ID, – BAGI seorang engineer di perusahaan telekomunikasi, urusan panjat tower bukanlah hal yang luar biasa lagi. Bahkan bekerja dan beristirahat tak kenal waktu di atas tower dengan ketinggian yang mencapai 70-90 meter demi mendapatkan sinyal terbaik untuk jaringan transmisi backbone menjadi hal yang sebelumnya kerap dilakukan oleh Muhammad Hira Kurnia (49), yang kini menjabat sebagai Chief Human Capital Officer PT XL Axiata Tbk.
Pria kelahiran Bandung ini memang sedari muda sudah mencintai dunia teknologi. Masa mudanya seringkali diisi dengan eksperimen otak-atik membuat rangkaian elektronik.
“Dulu pas SMP sampai suka nongkrong di pasar elektronik, cari komponen elektronika pernik-pernik buat dirangkai,” kata Hira.
Hira menuturkan, cita-citanya sebagai seorang engineer mulai tumbuh tatkala keluarganya merasakan sulitnya mendapatkan line Telkom. Belum lagi saat itu muncul teknologi mobile seluler.
“Saat itu teknologi selular muncul saat saya kerja praktek di Risti Telkom, bagi saya itu keren sekali, dan saya pun berambisi untuk berkarir di dunia telekomunikasi,” ujar Hira, yang juga lulusan Teknik Telekomunikasi Universitas Brawijaya Malang.
Peminatannya pada dunia telekomunikasi pun akhirnya makin terasah saat diterima bekerja di perusahaan telekomunikasi. Apalagi, bekerja di perusahaan telekomunikasi kala itu tengah menjadi idaman banyak orang di tengah kemajuan teknologi.
“Lulus kuliah, alhamdulillah cita-cita saya sebagai engineer di perusahaan telekomunikasi terwujud,” tukasnya.
Pengabdian sebagai engineer pertama kali dilalukannya di XL yang dulu masih bernama PT. Excelcomindo Pratama. Namun hanya 3 tahun, periode 1996-1999. Lantas pada periode 1999-2001 sempat menjajal peruntungan di negeri orang, sebagai Lead Engineer di PT. Lucent Tech. Australia.
“Baru pada tahun 2001 saya ke Indonesia dan kembali bekerja sebagai engineer di PT XL Axiata Tbk sebagai Network Transmission Roles as Expert up to Manager,” ujarnya.
Hira mengaku, kembali bergabung di XL Axiata kala itu memberikan pengalaman yang makin menantang. Apalagi, saat itu mendapatkan penugasan untuk membuat desain proteksi network fiber optic dan kombinasi dengan Microwave backbone sampai terkoneksi dari Jawa – Bali – Lombok – Sumbawa. Belum lagi jaringan ke arah Sumatera.
“Saat itu saya terlibat dalam desain dan ikut survey sebelum implementasi, ikut belusukan ke pemukiman penduduk, hingga naik turun gunung, ikut setting jaringan pada tower-tower juga,” tutur Hira yang juga kerap mengalami kejadian mistis saat ikut setting tower di lokasi-lokasi keramat.
Dari Engineer ke Human Capital
Kesuksesannya sebagai engineer di PT XL Axiata Tbk menyita perhatian pimpinan perusahaan. Pada tahun 2008, Hira Kurnia mendapat tantangan baru. Namun, tantangan kali ini tak main-main, karena ia harus melepas atribut engineer menuju ke human capital.
“Dari engineer ke human capital itu menjadi tantangan terberat bagi saya selama berkarir. Apalagi, selama ini image penempatan di human capital biasanya adalah dikotakkan atau dipetieskan,” ujarnya.
Menurut Hira, ia bahkan sempat konfirmasi kepada Pak Hasnul dan Bu Dian, sebagai pimpinannya kala itu. Namun ternyata ini pilihan yang diambil perusahaan untuk membuat keterhubungan bisnis telekomunikasi dan human capital, dimana pilihannya mendevelop orang Telco belajar HC, bukan sebaliknya.
“Saya saat itu sempat pesimis karena belum memiliki pengalaman di bidang HC. Tapi setelah diyakinkan bahwa ini adalah momen pembelajaran, dan bisa menjadi bridging antara HC dan Telco Business, maka saya merasa sangat dihargai dan tertantang,” tukasnya.
Bagi Hira, saat menjadi engineer sebelumnya hanya mengandalkan otak, pikiran, dan kinetik saja. Namun, berada di human capital, harus lebih mengedepankan hati dan rasa, karena berhubungan dengan relasi dan karyawan. Jika tidak ada kesepahaman antara karyawan dengan perusahaan, itu menjadi kendala besar
“Awalnya memang berat. Tapi alhamdulillah tak butuh waktu lama untuk bisa menyatukan hati dan rasa di human capital, bahkan hingga saat ini,” ungkapnya.
Hira pun menekankan bagaimana model komunikasi yang diterapkannya dengan selalu berprinsip ‘Jangan Ada Dusta di Antara Kita’. Dengan begitu, perlu kejujuran seperti apapun permasalahan karyawan dalam perusahaan harus disampaikan.
“Dengan cara yang baik, segalanya akan ada titik temu. Namun prinsipnya, setiap tugas yang kita terima adalah amanah, sehingga kita perlu menjaga kepercayaan sebagai modal terpenting. Sebagai seorang karyawan, kita juga harus memberikan kontribusi untuk perusahaan,” terang Hira, yang kemudian melanjutkan studi magister di bidang Manajemen dan Administarsi Bisnis pada tahun 2017, di Universitas Prasetya Mulia, Jakarta.
Prestasi tertinggi bagi Hira Kurnia yang sekaligus menjadi kontribusinya bagi perusahaan yakni tatkala diberikan proyek besar terkait merger antara XL dengan AXIS antara tahun 2012-2014. Saat itu, Hira Kurnia bersama tim diberikan kepercayaan untuk melakukan konsolidasi, yang tentunya tak hanya menggabungkan perusahaan dan jaringan saja, melainkan juga karyawannya.
“Alhamdulillah.. konsolidasi berjalan lancar. Dari aset dan karyawan semua berjalan dengan lancar, tidak ada kasus sampai ke hukum atau pengadilan. Semua bisa didiskusikan dengan baik-baik saja,” tandasnya.
Bahkan, lanjut Hira, untuk memastikan merger berjalan kondusif, ia bertekad menjadi orang pertama yang bekerja di kantor AXIS. Pasalnya, dalam merger biasanya akan terjadi like and dislike antar karyawan, terutama dengan posisi dan lain-lain, termasuk prejudice terhadap perusahaan yang mengakuisisi, terhadap masa depan mereka, karyawan yang di akuisisi.
“Sambil berdoa, pada awal-awal proses merger harus saya jalanin ngantor di AXIS, saya buka komunikasi dengan rekan-rekan disana, yang sudah menjadi satu keluarga. Alhamdulillah semua berjalan dengan lancar,” ujarnya.
Jadikan Perusahaan Rumah Kedua Karyawan
Seiring berjalannya waktu sebagai seorang yang menempati posisi pada human capital, Hira pun masih berkomitmen untuk bisa memberikan yang terbaik bagi perusahaan. Apalagi, saat ini perusahaan tengah berencana mengakuisisi LinkNet yang tentunya membutuhkan konsolidasi.
Sedangkan untuk target 3 tahun ke depan, Hira ingin menjadikan XL Axiata sebagai operator nomor satu di Indonesia, yang bisa memberikan layanan yang menyeluruh bagi para konsumennya.
“XL harus bisa menjadi operator yang terdepan dalam pelayanan terintegrasi. Ini tentu juga tidak lepas dari kesiapan organisasi, baik orang, proses, maupun digitalisasi,” jelasnya.
Bagi karyawannya, lanjut Hira, XL harus bisa menjadi rumah kedua yang bisa dirasakan tak hanya oleh karyawan itu sendiri, namun juga bagi keluarganya. Karyawan harus bisa tumbuh dan berkembang melalui peningkatan kompetensi dan kapasitas diri masing-masing.
“Visi saya kali ini menjadikan perusahaan sebagai rumah kedua bagi karyawan, yang berarti bisa dirasakan oleh semua karyawan hingga ke keluarganya,” ucapnya.
Hira mengaku, saat ini setidaknya ada 2.500 karyawan berada di bawah PT XL Axiata Tbk yang menjadi tanggung jawabnya. Jumlah tersebut terdiri dari 1.600 karyawan organik dan 900 karyawan non-organik.
Sementara, bagi Hira Kurnia, jika tak lagi berkarir di industri telekomunikasi tak lantas membuat kecintaannya pada dunia yang telah digelutinya ini terhenti. Bapak dua anak, putra dan putri ini, akan terus mengembangkan potensi dirinya untuk tetap bisa berkontribusi pada dunia telekomunikasi, meski secara tak langsung.
“Kalau sudah tidak di telekomunikasi, berbekal pengalaman di industri ini, saya ingin sekolah lagi melanjutkan doktoral, selanjutnya sebagai konsultan ataupun dosen di bidang tersebut,” tandasnya.
Dari kacamatanya, sektor telekomunikasi masih akan terus berkembang. Masyarakat akan semakin bergantung pada sektor ini. Untuk itu operator pun jangan hanya berpuas diri sebagai bagian dari digitalisasi saja, melainkan harus turut berkontribusi melalui sumber daya manusia yang berkompeten dan mampu menciptakan inovasi berkelanjutan.(aln)